Gereja menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Hari Raya Natal untuk merayakan Hari Kelahiran Yesus Kristus. Gereja Katolik telah merayakan Natal sejak abad-abad pertama Gereja Katolik hadir. Daniel Rops, seorang sejarawan dari Prancis, mengatakan bahwa pada masa penganiayaan Gereja Katolik sampai keluarnya Edict Milan (313) yang memberikan kebebasan beragama kepada Gereja Katolik, umat Katolik telah merayakan Natal secara sembunyi-sembunyi di Katakombe-katakombe (makam bawah tanah) yang ada di Kekaisaran Romawi. [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229].
Mendukung pernyataan Daniel Rops ini, saya tampilkan sebuah lukisanfresco abad ke-2 dari Gereja Katakombe St. Priscilla di Roma yang menggambarkan Nativity of Christ atau Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus.
Lukisan Fresco Kelahiran Yesus Kristus dari abad ke-2 di Katakombe St. Priscilla di Roma |
Bapa Gereja Teofilus, Uskup Caesarea di Palestina (115-181 M), yang hidup dalam masa pemerintahan Kaisar Commodus mungkin adalah orang pertama yang secara eksplisit memberikan pernyataan mengenai Natal:
“Kita harus merayakan hari kelahiran Tuhan kita pada tanggal 25 Desember yang akan berlangsung.” [Magdeurgenses, Cent. 2.c.6. Hospinian, de Origin Festorum Christianorum]
Sextus Julius Africanus (220 AD), walau tidak berbicara mengenai adanya perayaan Natal, ia secara implisit menyatakan bahwa 25 Desember sebagai tanggal kelahiran Kristus. Dalam bukunya Chronographia, ia mengatakan bahwa dunia diciptakan pada tanggal 25 Maret berdasarkan kronologi Yahudi dan sejarah Kristen Perdana. Ia mengatakan bahwa pada tanggal 25 Maret ini, Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia; hal ini membuatsense simbolis yang sempurna karena pada saat Penjelmaan ini, penciptaan yang baru dimulai. Berdasarkan Julius Africanus, karena Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia sejak masa Dia dikandung oleh Perawan Maria, hal ini berarti setelah 9 bulan, Sang Firman Allah yang telah menjadi manusia itu lahir pada tanggal 25 Desember.
St. Hipolitus dari Roma, pentobat yang dulunya seorang anti-Paus pada masa penggembalaan Paus St. Zephyrinus, Paus St. Kallistus I, Paus St. Urbanus I dan Paus St. Pontianus, secara eksplisit juga menyatakan bahwa Yesus Kristus lahir pada tanggal 25 Desember:
Untuk kedatangan pertama Tuhan kita dalam daging, [terjadi] ketika Ia lahir di Betlehem, eight days before the kalends of January (25 Desember), hari keempat (Rabu) dalam minggu ketika Augustus (kaisar Romawi) dalam 42 tahun [pemerintahannya] tetapi dari Adam 5500 tahun. Ia (Yesus) menderita pada [usia] 33 tahun, eight days before the kalends of April (25 Maret), tahun kelimabelas Kaisar Tiberius ketika Rufus dan Roubellion dan Gaius Caesar, untuk keempat kalinya, dan Gaius Cestius Saturninus menjadi konsul [di Roma]. (St. Hippolytus of Rome (c. 225 AD), Commentary on Daniel 4.23.3)
Sedangkan, Bapa Gereja Yohanes, Uskup Nicea, memberitahu kita bahwaPaus St. Julius I (336-352) dengan bantuan tulisan-tulisan dari sejarawan Yahudi, Josephus, telah memastikan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember.
Pada akhir abad keempat, Uskup Epifanius dari Salamis (salah satu sejarahwan Gereja) memberikan kronologi kehidupan Tuhan Yesus Kristus di mana menurut Kalender Julian (saat ini Gereja Katolik Roma menggunakan Kalender Gregorian) tanggal 6 Januari adalah hari kelahiran Tuhan dan 8 November adalah hari pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan.
Pada permulaan abad kelima, biarawan terpelajar, St. Yohanes Kassianus dari Konstantinopel, pergi ke Mesir untuk mempelajari peraturan-peraturan biara di sana. Antara tahun 418 hingga 425, St. Yohanes Kassianus menulis laporan pengamatannya. Dia memberitahukan kita bahwa uskup-uskup di wilayah itu, pada masa tersebut, menganggap Pesta Epifani (Penampakan Tuhan) sebagai hari kelahiran Tuhan dan tidak ada perayaan terpisah dalam menghormati kelahiran Tuhan. Dia menyebut hal ini “tradisi kuno”. Kebiasaan lama ini segera memberi jalan bagi tradisi baru. Sementara mengunjungi St. Sirillus, Patriark Alexandria; Uskup Paulus dari Emesa berkhotbah pada perayaan kelahiran Tuhan Yesus pada 25 Desember tahun 432 M. Natal telah diperkenalkan kepada Mesir sebelum waktu kunjungan ini, dapat dikatakan sekitar 418 dan 432 M dan peristiwa ini menjadi bukti kuat berdasarkan kalender yang telah ada.
St. Gregorius dari Nazianzus, Bapa Gereja dan Uskup, selama tinggal di daerah Seleucia di Isauria (Turki sekarang) merayakan Natal untuk pertama kalinya di Konstantinopel pada tanggal 25 Desember 379.
St. Yohanes Krisostomos, Bapa Gereja dan Uskup, berkhotbah di Antiokia pada tanggal 20 Desember 386 dan karena kefasihan pewartaannya, ia berhasil mengajak umat beriman untuk menghadiri Natal 25 Desember 386. Sejumlah besar umat beriman hadir di Gereja ketika Natal dirayakan. Kita memiliki salinan khotbah St. Yohanes Krisostomos. Pada Pengantar khotbah, ia berkata bahwa ia berharap dapat berbicara kepada mereka mengenai perayaan Natal yang telah menjadi kontroversi besar di Antiokia. Dia mengusulkan kepada para pendengarnya untuk menghormati dan merayakan Natal dengan tiga dasar: Pertama, karena Natal telah menyebar dengan cepat dan pesat dan telah diterima dengan baik di berbagai daerah. Kedua, karena waktu pelaksanaan sensus pada tahun kelahiran Yesus dapat ditentukan dari berbagai dokumen kuno yang tersimpan di Roma; Ketiga, waktu kelahiran Tuhan Yesus dapat dihitung dari peristiwa penampakan malaikat kepada Zakarias, ayah Yohanes Pembaptis, di Bait Allah. Zakarias, sebagai Imam Agung, masuk ke dalam Tempat Mahakudus pada Hari Penebusan Dosa Yahudi (The Jewish Day of Atonement). Hari tersebut jatuh pada bulan September menurut kalender Gregorian. Enam bulan sesudah peristiwa ini, malaikat Gabriel datang kepada Maria dan enam bulan kemudian Yesus Kristus lahir, yaitu pada bulan Desember. St. Yohanes Krisostomos menyimpulkan khotbahnya dengan sanggahan telak terhadap orang-orang yang menolak bahwa Sang Allah telah menjadi manusia dan tinggal di dunia. St. Yohanes Krisostomos, dengan mengacu pada khotbah di atas, mengatakan dengan jelas bahwa pada masa tersebut, ketika perayaan Natal diperkenalkan di Timur, Natal telah dirayakan di Roma lebih dulu.
Melihat pemaparan di atas, saya sangat yakin bahwa Tuhan Yesus sungguh lahir pada tanggal 25 Desember. Tetapi saya juga sangat sadar bahwa Natal bukan sekadar soal tanggal lahir Tuhan Yesus.
Banyak orang-orang yang menolak dan skeptis terhadap Natal berusaha untuk mendiskreditkan Natal bahkan membuat mitos bahwa Natal adalah hasil adopsi dari perayaan pagan bernama Dies Natalis Solis Invicti yang sebenarnya ditetapkan Kaisar Aurelianus pada 25 Desember 274 untuk menandingi Natal Gereja Katolik. Bagaimanapun juga, pendiskreditan ini menunjukkan kesalahpahaman mengenai tentang apa itu Natal. Dalam Gereja, Natal adalah sebuah Hari Raya yang ditetapkan oleh Gereja untuk merayakan dan mengenang bahwa Allah yang menjadi manusia tanpa kehilangan ke-Allah-anNya kini telah lahir untuk menyelamatkan kita dari dosa dan menebus dunia. Allah yang mahakasih itu menjadi seorang bayi kecil, lahir dari rahim seorang Perawan untuk membebaskan kita dari kematian dan dosa, inilah yang dinubuatkan Para Nabi di Perjanjian Lama.
Mereka yang menolak atau skeptis terhadap Natal berpikir terlalu banyak mengenai istilah teknis dan angka-angka sedangkan mereka kehilangan makna dari Natal itu sendiri. Makna Natal bukanlah mengenai akte kelahiran lengkap dengan isinya, tetapi mengenai cinta kasih dari Allah yang telah menjadi manusia bagi kita.
Demikianlah secara singkat asal-usul Perayaan Natal yang kita rayakan 25 Desember setiap tahunnya. Perayaan Natal memang memiliki asal usul yang sangat tua dan telah dirayakan sejak zaman Gereja Perdana. Natal bukanlah perayaan pagan yang diadopsi masuk ke dalam Kekristenan, tetapi Natal adalah Perayaan Misteri Iman yang berasal dari dalam Kekristenan itu sendiri.
dikembangkan dari Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007, Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, dan berbagai sumber-sumber minor lainnya.
Pax et Bonum
Post a Comment