Latest News

Sunday, January 29, 2012

Maria Yang Dikandung Tanpa Dosa (Immaculate Conception)


"Akulah Yang Dikandung Tanpa Dosa"
"Que Soy Era Immaculada Conceptiou"
"I Am The Immaculate Conception"
~ Pesan Bunda Maria dalam suatu penampakan kepada St. Bernadette ~

Salah satu hal yang khas yang membedakan kita, umat Katolik, dari saudara-saudari kita yang Protestan adalah cinta dan penghormatan yang kita persembahkan kepada Bunda Yesus. Kita percaya bahwa Maria, sebagai Bunda Allah, sudah selayaknya memperoleh penghormatan, devosi dan penghargaan yang sangat tinggi. Salah satu dogma (dogma = ajaran resmi gereja yang dinyatakan secara meriah dengan kekuasaan Paus) Gereja Katolik mengenai Bunda Maria adalah Dogma Dikandung Tanpa Dosa. Pestanya dirayakan setiap tanggal 8 Desember. Masih banyak orang Katolik yang belum paham benar mengenai dogma ini. Jika kalian bertanya kepada beberapa orang Katolik, "Apa itu Dogma Dikandung Tanpa Dosa?", maka sebagian besar dari mereka akan menjawab, "Yaitu bahwa Yesus dikandung dalam rahim Santa Perawan Maria tanpa dosa, atau tanpa seorang bapa manusia." Jawaban demikian adalah jawaban yang salah yang perlu dibetulkan. Ya, tentu saja Yesus dikandung tanpa dosa karena Ia adalah Allah Manusia. Tetapi Dikandung Tanpa Dosa adalah dogma yang menyatakan bahwa Bunda Maria dikandung dalam rahim ibunya, Santa Anna, tanpa dosa asal. Bunda Maria adalah satu-satunya manusia yang dianugerahi karunia ini. Bunda Maria memperoleh keistimewaan ini karena ia akan menjadi bejana yang kudus dimana Yesus, Putera Allah, akan masuk ke dunia melaluinya. Oleh karena itu, Bunda Maria sendiri harus dihindarkan dari dosa asal. Sejak dari awal mula kehadirannya, Bunda Maria senantiasa kudus dan suci - betul-betul"penuh rahmat". Kita menggunakan kata-kata ini ketika kita menyapa Maria dalam doa Salam Maria, tetapi banyak orang yang tidak meluangkan waktu untuk memikirkan apa arti sebenarnya kata-kata ini. Ketika Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Bunda Maria untuk menyampaikan kabar sukacita, dialah yang pertama kali menyapa Maria dengan gelarnya yang penting ini,

Lukas 1:28 "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."

Kata-kata "penuh rahmat" ketika diterjemahkan dari teks bahasa Yunani, sesungguhnya digunakan sebagai nama yang tepat untuk menyapa Maria. Istilah Yunani yang digunakan menunjukkan bahwa Maria dalam keadaan penuh rahmat atau dalam keadaan rahmat yang sempurna sejak dari ia dikandung sampai sepanjang hayatnya di dunia. Bukankah masuk akal jika Tuhan menghendaki suatu bejana yang kudus, yang tidak bernoda dosa untuk mengandung Putera-Nya yang Tunggal? Bagaimana pun juga, Yesus, ketika hidup di dalam rahim Maria, tumbuh dan berkembang sama seperti bayi-bayi lainnya tumbuh dan berkembang dalam rahim ibu mereka masing-masing. Ia menerima darah Maria dan menerima makanan untuk pertumbuhan-Nya dari tubuh Maria sendiri.

Sebagian kaum Protestan menolak dogma ini dengan mengatakan bahwa Maria berbicara tentang "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku." Mengapa Maria memerlukan seorang Juruselamat, tanya mereka, jika ia tanpa noda dosa? Gereja mengajarkan bahwa karena Maria adalah keturunan Adam, maka menurut kodratnya ia mewarisi dosa asal. Hanya oleh karena campur tangan Allah dalam masalah yang unik ini, Maria dibebaskan dari dosa asal. Jadi, sesungguhnya Maria diselamatkan oleh rahmat Kristus, tetapi dengan cara yang sangat istimewa. Rahmat tersebut dilimpahkan ke atasnya sebelum ia dikandung dalam rahim ibunya.

Kaum Protestan juga akan menyanggah dengan mengatakan bahwa dogma ini tidak sesuai dengan ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa "semua orang telah berbuat dosa" (Roma 3:23). Namun demikian, jika kita mempelajari masalah ini dengan sungguh-sungguh, kita akan menemukan beberapa pengecualian. Kitab Suci juga mengajarkan bahwa meskipun semua orang telah berbuat dosa, Yesus yang adalah sungguh-sungguh manusia tidak berbuat dosa. Logis jika kita melanjutkannya dengan mengatakan bahwa Maria juga tidak berdosa dan dihindarkan dari dosa asal agar ia dapat tetap senantiasa menjadi bejana yang kudus untuk mengandung bayi Yesus.

Secara sederhana Dogma Dikandung Tanpa Dosa dapat dijelaskan sebagai berikut:

Seperti kita ketahui, Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang diciptakan Tuhan. Tuhan memberikan kepada mereka apa saja yang mereka inginkan di Firdaus, Taman Eden. Tetapi Allah berfirman bahwa mereka tidak diperbolehkan makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Lucifer, raja iblis, datang kepada mereka dan membujuk mereka makan buah pohon tersebut. Adam dan Hawa memakan buah itu; mereka tidak taat kepada Tuhan dan karenanya mereka diusir dari Firdaus. Oleh karena dosa pertama itu, semua manusia yang dilahirkan sesudah Adam dan Hawa mewarisi apa yang disebut "dosa asal". Itulah sebabnya, ketika seorang bayi lahir, ia segera dibaptis supaya dosa asal itu dibersihan dari jiwanya sehingga ia menjadi kudus dan suci, menjadi anak Allah.

Ketika Tuhan hendak mengutus Putera-Nya, Yesus, ke dunia untuk menyelamatkan kita, Tuhan memerlukan kesediaan seorang perempuan yang kudus untuk mengandung Yesus dalam rahimnya. Tuhan memutuskan bahwa perempuan ini harus dibebaskan dari dosa asal Adam dan Hawa. Ia juga memutuskan bahwa perempuan ini haruslah seseorang yang istimewa serta amat suci dan kudus. Sama halnya seperti jika kalian mempunyai satu termos air jeruk segar, maka kalian tidak akan menuangkannya ke dalam gelas yang kotor untuk meminumnya, ya kan? Kalian akan menuangkan air jeruk segar itu ke dalam gelas yang bersih untuk meminumnya. Demikian juga Tuhan tidak ingin Putera Tunggal-Nya itu ditempatkan dalam rahim seorang perempuan berdosa. Oleh karena itulah, Tuhan membebaskan Maria dari dosa asal sejak Maria hadir dalam rahim ibunya, yaitu Santa Anna. Inilah yang disebut Dogma Dikandung Tanpa Dosa - memang suatu istilah yang sulit, tetapi artinya ialah Maria tidak mewarisi dosa Adam dan Hawa, sehingga Maria dapat menjadi seorang bunda yang kudus yang mengandung Yesus dalam rahimnya."

In Spiritu Domini

Selamat Datang Para Anglikan!


Catholic Register pada tanggal 15 Januari 2012 memuat berita yang menggembirakan bagi persatuan umat Kristiani. Persatuan tersebut sedang terjadi di Kanada di mana ada beberapa kelompok umat dari Gereja Anglikan yang "menyeberang" ke Gereja Katolik.

Toronto, 17 Januari 2012.

Pada tanggal 1 Januari 2012, dari wilayah Kitchener-Waterloo, 12 orang anggota Gereja Anglikan telah diterima secara penuh ke dalam Gereja Katolik oleh Bishop Douglas Crosby dalam upacara di Katedral �Christ the King� di Hamilton. Ini adalah kelompok ke dua dari Gereja Anglikan di Kanada yang �menyeberang� ke Gereja Katolik.

Sebagai kelompok pertama, �penyeberangan� terjadi di Calgary, seminggu sebelum hari Natal yang lalu. Pada tanggal 18 Desember 2011, Gereja �St. John the Evangelist� di kawasan Inglewood di Calgary, yang tadinya adalah Gereja Paroki Anglikan, dipimpin oleh Pastor Paroki-nya, Fr. Lee Kenyon, bersama isterinya Elizabeth, dan hampir seluruh warga paroki sejumlah kurang lebih 75 orang, juga telah dengan resmi diterima secara penuh dalam Gereja Katolik. Disamping dua kelompok di atas, ada banyak lagi saudara-saudari dari Gereja Anglikan yang secara individual (bukan sebagai kelompok) meninggalkan Gereja Anglikan dan diterima dalam Gereja Katolik secara penuh.

�Penyeberangan� secara berkelompok ini dimungkinkan oleh Konstitusi Apostolik Anglicanorum Coetibus (�Groups of Anglicans�) yang dimaklumkan pada bulan Nopember 2009 oleh Paus Benediktus XVI, yang membolehkan kelompok-kelompok Anglikan yang menjadi Katolik untuk tetap menggunakan Tradisi Anglikan dalam bidang liturgi, musik, spiritual dan pastoral mereka.

Apa yang membuat para Anglikan pindah menjadi Katolik? Menurut Gary Freeman, salah seorang dari kelompok Kitchener-Waterloo, awalnya karena dia tidak dapat menerima praktek Gereja Anglikan yang mentahbiskan Imam wanita. Ditambah lagi dengan perubahan-perubahan arah ajaran Anglikan yang menjadi sangat liberal tentang aborsi, homoseksualitas, dan perkawinan sama-seks (�same-sex marriage�). Dia lebih setuju dengan ajaran-ajaran Katolik dalam hal-hal tersebut.

Setelah diterima dalam Gereja Katolik, Fr. Kenyon (dari kelompok Calgary) menjadi Katolik awam, sampai dia memenuhi persyaratan pendidikan sebagai Imam Katolik, agar kemudian dia bisa dikukuhkan sebagai Imam Katolik. Dalam Gereja Katolik, imam yang menikah adalah kekecualian, karena Fr. Kenyon sudah menjadi Imam Anglikan yang menikah sebelum pindah menjadi Katolik. Kalau sekiranya nanti ada Imam-imam baru dari kelompok Anglikan-Katolik ini, mereka tetap harus mengikuti persyaratan Katolik, yaitu pria yang selibat.

Apakah �penyeberangan� anggota Gereja Anglikan secara kelompok maupun pribadi ini menjadi pertanda bahwa kesatuan Anglikan dan Katolik makin mendekat? Semoga, tapi tidak ada yang tahu, karena hal ini masih tergantung dari pusat pimpinan Gereja Anglikan di Inggris.

In Spiritu Domini

Saturday, January 28, 2012

Bersatu dengan Yesus dalam Gereja Katolik

KOMUNI KUDUS: BERSATU DENGAN YESUS KRISTUS SERTA SAUDARI DAN SAUDARA KITA


Misa adalah serentak, dan tidak terpisahkan, kenangan kurban di mana kurban salib hidup terus untuk selama-lamanya perjamuan komuni kudus dengan tubuh dan darah Tuhan. Upacara kurban Ekaristi diarahkan seluruhnya kepada persatuan erat dengan Kristus melalui komuni. Menerima komuni berarti menerima Kristus sendiri, yang telah menyerahkan diri untuk kita (KATEKISMUS GEREJA KATOLIK [KGK], 1382).

Dalam Perayaan Ekaristi, pada saat komuni, kita menyambut hosti yang sudah dikonsekrasikan � yang kita imani sebagai Tubuh Kristus. Paus Santo Leo Agung [+ 461] yang juga seorang pujangga Gereja, pernah menulis: �Keiikutsertaan kita dalam tubuh dan darah Kristus hanya cenderung untuk membuat kita menjadi apa yang kita makan� (Sermon 12 tentang Sengsara Kristus). Sebagaimana kita akan lihat dalam uraian di bawah, pandangan Paus Santo Leo Agung ini meneguhkan pendapat dari Santo Augustinus [354-430].

Dalam komuni, kita menjadi satu roh dengan Yesus.
Sebuah kebenaran seperti ini membawa kita kepada suatu kesimpulan penting: Tidak ada suatu saat atau pengalaman pun dalam kehidupan Kristus yang tidak dapat kita hidupkan kembali dan syeringkan dalam komuni kudus; pada kenyataannya, keseluruhan hidup-Nya hadir dan diberikan dalam tubuh dan darah-Nya. Tergantung pada disposisi kita atau kebutuhan sementara kita, maka kita dapat berdiri di samping Yesus yang sedang berdoa, Yesus yang sedang digoda Iblis, Yesus yang sedang letih-lelah, Yesus yang mati di kayu salib, dan Yesus yang bangkit dari antara orang mati � bukan sebagai dalih mental, melainkan karena Yesus yang sama tetap eksis dan hidup dalam Roh.


Kebenarannya adalah, bahwa persekutuan (Latin: Communio) Ekaristis melampaui segala kemampuan pemikiran manusia untuk membuat perbandingan. Berikut ini tentunya adalah kesatuan yang sangat erat; pokok anggur dan ranting-rantingnya berbagi/syering kehidupan yang sama. Namun, karena bersifat tak bernyawa, baik pokok anggur maupun ranting-rantingnya tidak menyadari adanya kesatuan ini! Kadang-kadang digunakan contoh pasangan suami-istri yang membentuk �satu daging.� Akan tetapi hal ini adalah pada suatu tataran yang berbeda � yaitu dalam tingkat daging dan bukan tingkat roh. Sepasang suami-istri dapat membentuk satu daging (Kej 2:24), namun tidak dapat membentuk satu roh. Santo Paulus menulis, �Siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia� (1Kor 6:17). Kekuatan dari persekutuan Ekaristis tepatnya adalah bahwa kita menjadi satu roh dengan Yesus, dan �satu roh� ini pada akhirnya berarti Roh Kudus!

Dalam komentarnya atas satu ayat dari Kitab Kidung Agung, Santo Ambrosius [c.334-397] menulis, �Pada kenyataannya, setiap kali anda minum [darah Kristus], �� anda menjadi dimabukkan secara spiritual. Santo Paulus mengingatkan kita, �Janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh� (Ef 5:18); siapa saja yang menjadi mabuk anggur akan berjalan terhuyung-huyung (sempoyongan) dan menjadi tidak mantap, akan tetapi siapa saja yang dipenuhi dengan Roh berakar pada Kristus. �Kuduslah pemabukan ini yang membawa ketenangan hati�� (Tentang Sakramen-sakramen V,17).

Dalam hal mabuk yang disebabkan oleh anggur atau obat-obatan, seorang manusia dibuat menjadi hidup �di bawah� tingkat rasional, hampir sama dengan binatang saja. Sebaliknya mabuk secara spiritual membuat dia menjadi hidup melampaui akal budi, pada horison Allah. Setiap komuni harus berakhir pada suatu ekstase. Bukan ekstase dalam rupa fenomena luarbiasa yang kadang-kadang dialami oleh para mistikus, melainkan secara sederhana �keluar� dari diri kita, kenyataan � seperti ditulis oleh Santo Paulus � bahwa �aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku� (Gal 2:20).


Perendahan diri Tuhan Yesus.
Komuni membuka beberapa pintu secara berturut-turut bagi kita. Pertama-tama kita semua masuk ke dalam hati Kristus, lalu melalui Dia, ke dalam hati Trinitas sendiri (Allah Tritunggal Mahakudus). Namun begitu kita merefleksikan kebaikan Allah kepada kita semua, kita dapat dilanda dengan rasa sedih yang mendalam. Apa yang telah kita lakukan terhadap tubuh Kristus? Bukankah aku pun turut ambil bagian dalam melakukan kekerasan terhadap Allah? Kita melakukan kekerasan terhadap-Nya dengan melecehkan janji yang telah mengikat dia untuk datang ke atas altar dan ke dalam hati kita. Setiap hari kita �mewajibkan� Dia untuk melakukan tindakan cintakasih agung ini, namun kita tidak memiliki kasih. Betapa baik hati kita harus memperlakukan seorang anak kecil yang tidak dapat membela dirinya sendiri; namun kita memperlakukan Yesus dengan tidak hormat, Dia yang dalam  misteri-Nya tidak dapat membela diri-Nya dari ulah kita.

Santo Fransiskus dari Assisi dalam �Petuah-petuah�-nya menulis: �Lihatlah, setiap hari Ia merendahkan diri, seperti tatkala Ia turun dari takhta kerajaan ke dalam rahim Perawan. Setiap hari Ia datang kepada kita, kelihatan rendah; setiap hari Ia turun dari pangkuan Bapa ke atas altar di dalam tangan imam. Seperti dahulu Ia tampak pada para rasul dalam daging yang sejati, demikian juga kini Ia tampak pada kita dalam roti kudus� (Pth I:16-19). Dalam �Surat kepada Seluruh Ordo�, orang kudus ini juga menulis: �Kalau Santa Perawan begitu dihormati � dan hal itu memang pantas � karena ia telah mengandung Yesus di dalam rahimnya yang tersuci; kalau Santo Yohanes Pembaptis gemetar dan tidak berani menjamah ubun-ubun kudus Allah; kalau makam, tempat Ia dibaringkan selama beberapa waktu begitu dihormati: betapa harus suci, benar dan pantaslah orang yang dengan tangannya menjamah-Nya, dengan hati dan mulut menyambut-Nya, serta memberikan-Nya kepada orang lain untuk disambut� (SurOr 21-22). Hal ini mengingatkan kita pada apa yang ditulis dalam Didakhe pada awal sejarah Gereja berkaitan dengan saat menyambut komuni: �Bila ada orang yang kudus, hendaklah ia datang! Tetapi yang tidak, biarlah bertobat! Maranatha. Amin� (Didache X:6).



Menolak Saudari dan Saudaraku berarti menolak Kristus sendiri.
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Santo Paulus menulis: �Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu� (1Kor 10:16-17). Kita sudah terbiasa untuk menafsirkan kata-kata Paulus tadi sebagai partisipasi dalam keseluruhan diri Kristus melalui bagian-bagian yang membentuk diri Kristus termaksud: tubuh-Nya, darah-Nya, jiwa-Nya dan keilahian-Nya. Ide seperti ini berdasarkan pada filsafat Yunani yang biasa membagi manusia ke dalam tubuh, jiwa, dan roh. Akan tetapi, dalam bahasa alkitabiah kata �tubuh� dan �darah� mengindikasikan hidup Kristus secara keseluruhan, atau lebih baik lagi � kehidupan dan kematian-Nya.

Dalam petikan bacaan di atas, kata �tubuh� juga muncul dua kali; yang pertama menunjuk kepada tubuh sesungguhnya dari Kristus, dan yang kedua kalinya menunjuk kepada �tubuh mistik-Nya�, yaitu Gereja. Santo Augustinus menulis, �Setelah menanggung sengsara-Nya, Tuhan memberikan kepada kita tubuh-Nya dan darah-Nya dalam sakramen, sehingga dengan demikian kita dapat menjadi hal-hal ini. Pada kenyataannya kita adalah tubuh-Nya dan melalui belas kasih-Nya kita adalah apa yang kita terima� (Sermon Denis 6). Kita menjadi apa yang kita terima, Yesus Kristus, sang Anak Domba Allah!


Para bapak Konsili Vatikan II menyatakan: �Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah; demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkret menampilkan kesatuan Umat Allah, yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan� (Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja, 11). Dengan perkataan lain, apa yang dilambangkan secara kelihatan oleh roti dan anggur � melalui persatuan banyak bulir gandum dan buah anggur � adalah kenyataan bahwa sakramen Ekaristi mencapai tingkat interior dan spiritual. Tercapainya itu tidaklah secara otomatis, melainkan bersama serta seiring dengan komitmen kita. Artinya: �Apabila aku menerima Ekaristi, maka aku tidak boleh lagi bersikap tidak peduli dengan para saudari-saudaraku; aku tidak dapat menolak mereka tanpa aku menolak Yesus sendiri.�

Orang yang berpura-pura penuh gairah akan Kristus pada waktu menerima Komuni Kudus, padahal dia baru saja menyakiti hati seorang saudari atau saudaranya tanpa memohon maaf, atau berniat untuk memohon maaf, adalah seperti seseorang yang bertemu dengan seorang teman yang sudah lama tidak berjumpa; merangkulnya erat-erat, menicumnya dengan penuh afeksi tetapi tidak menyadari dia menginjak kaki temannya itu keras-keras dengan sepatu yang alasnya berpaku-paku! Kaki-kaki Kristus adalah anggota tubuh-Nya juga, teristimewa orang-orang yang paling miskin, paling dina, �wong cilik�. Kristus sangat mengasihi �kaki-kaki� itu dan pantas berteriak, �Engkau menghormati-Ku dengan sia-sia!�


Kristus yang kuterima dalam komuni adalah Kristus yang tak terbagi-bagi. Dan Kristus yang diterima saudari atau saudara yang berbaris di depan atau di belakangku adalah juga Kristus yang tak terbagi-bagi. Kristus yang kuterima adalah Kristus yang sama dengan yang diterima oleh saudari atau saudaraku. Dengan demikian Kristus mempersatukan kita satu sama lain sementara Dia mempersatukan semua umat dengan diri-Nya. Para anggota Gereja perdana merasa satu dalam Kristus: �Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa� (Kis 2:42).

Santo Augustinus mengingatkan kita bahwa tidak ada roti apabila bulir-bulir gandum tidak digiling terlebih dahulu sehingga menjadi tepung gandum. Bagi kita kiranya tidak ada yang lebih baik daripada �kasih persaudaraan� sebagai �penggiling� kita, teristimewa apabila kita adalah anggota-anggota suatu komunitas tertentu � saling membantu, saling mendukung, saling menegur dalam kasih, dll. dalam semangat persaudaraan sejati, walaupun masing-masing berbeda dalam watak pribadi, asal-usul daerah, latar belakang pendidikan dlsb. Dengan berjalannya waktu, alat penggiling itu akan menghaluskan kekerasan yang ada dalam hati kita masing-masing.

Persiapan untuk menyambut Komuni Suci.
Konsekrasi adalah saat penting dalam Perayaan Ekaristi, karena pada saat itu karya keselamatan Kristus dihadirkan secara sakramental. Komuni juga merupakan saat penting, karena saat itu kita menerima misteri keselamatan Kristus. Sejak doa �Bapa Kami� persiapan komuni menjadi semakin intensif. Teks-teks liturgis semakin jelas mengungkapkan apa itu komuni. Yang terpenting adalah bahwa kita memahami maksud Kristus, maksud diadakannya Sakramen Mahakudus, dan tujuan perintah-Nya: �Ambillah dan makanlah�. Kita tahu bahwa menyambut komuni saja belumlah cukup, belum menjawab harapan Kristus.

Apakah yang diharapkan oleh Yesus Kristus? Jawaban atas pertanyaan ini terkandung dalam sebuah doa sebelum komuni, tetapi sayang, dalam aturan dikatakan bahwa doa itu diucapkan �dalam batin� imam saja, padahal dalam doa itu maksud terdalam komuni dirumuskan dengan jelas: �Ya Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, karena kehendak Bapa dan kerjasama Roh Kudus, dunia telah Kauhidupkan dengan kematian-Mu; bebaskanlah kami dari segala kejahatan dan dosa dengan Tubuh dan Darah-Mu yang mahakudus ini; buatlah kami selalu setia kepada perintah-perintah-Mu dan janganlah kami Kauizinkan terpisah dari-Mu� (A. Lukasik SCJ, hal. 114). Doa ini dihaturkan langsung kepada Tuhan Yesus Kristus. Imam memohon agar Kristus yang karena kehendak Allah dan kerjasama Roh Kudus, melalui penderitaan sengsara dan maut, memberi hidup baru kepada dunia, sudi memberi kepada kita juga umat yang berkumpul di sekeliling altar, hidup yang baru itu. Dalam doa itu imam juga memohon agar matilah manusia lama dalam diri kita dan tidak akan pernah terjadi perpisahan dengan diri-Nya, supaya hidup baru itu bertahan, dan kita semua dikuatkan oleh Tubuh dan Darah Kristus serta dilindungi oleh perintah-perintah-Nya.

Dengan demikian, yang menjadi arti dan tujuan terdalam komuni adalah agar kita meniru hidup Kristus, mengikuti jalan salib-Nya dan karena jasa-jasa kematian-Nya kita dapat turut ambil bagian dalam kebangkitan-Nya. Itulah sebabnya mengapa sehabis doa ini imam berlutut dengan hormat di hadapan Sakramen Mahakudus, dan dengan mengangkat hosti dia berkata: �Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya.� Dalam kalimat itu imam mengucapkan doa, memperlihatkan kepada umat bahwa dalam hosti yang sebentar lagi akan disambut, Yesus Kristus sungguh hadir. Bagian pertama kalimat itu diambil dari ucapan Santo Yohanes Pembaptis, �Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia� (Yoh 1:29). Bagian kedua kalimat itu diambil dari Kitab Wahyu tentang perjamuan kawin Anak Domba: �Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba� (Why 19:9). Kalimat keseluruhan yang diucapkan imam mengungkapkan bahwa kekuatan kurban Putera Allah mampu menghapus dosa dunia, dan mampu memasukkan orang ke dalam Kerajaan Allah sekarang ini, di dunia ini, dalam Perayaan Ekaristi.


Berkata �Amin� pada waktu kita menerima Tubuh Kristus.
 Pada waktu memberikan komuni suci, seorang imam, diakon, biarawan-biarawati atau prodiakon berkata: �Tubuh Kristus!� Umat yang menerima komuni akan menjawab: �Amin!� Pada saat itu Allah datang kepada manusia. Di sisi lain, manusia � karena percaya akan hal itu � mengakui dan meneguhkan bahwa sungguh demikianlah halnya. Kata �amin� berasal dari bahasa Ibrani dan berarti kurang lebih �demikianlah hendaknya�. Kata ini dalam ibadat Yahudi sudah dipakai untuk �mengamini�, menyetujui, kemudian diambil alih oleh umat Kristiani. Ketika mengatakan �amin� pada waktu menerima hosti dari pemberi komuni, berarti seseorang menyatakan: �saya percaya, saya setuju, ini memang tubuh Kristus bagi saya� (lihat Tom Jacobs, hal. 102). Jadi, kata �amin� adalah sebuah penegasan! Saya percaya, saya menyambut Engkau, ya Tuhan Yesus!

Kita berkata �amin� kepada tubuh tersuci Yesus yang dilahirkan dari Santa Perawan Maria, yang wafat dan bangkit kembali bagi kita. Di sisi lain kita juga berkata �amin� kepada tubuh mistik Kristus, Gereja, teristimewa mereka yang berada dekat dengan kita pada meja Ekaristi. Kita tidak dapat memisahkan dua tubuh itu, apalagi dengan menerima yang satu tanpa mau menerima yang lain (Raniero Cantalamessa, hal. 37). Tanpa harus bertentangan dengan apa yang ditulis oleh Pater Cantalamessa ini, Pater Erasto J. Fernandez merinci arti �tubuh Kristus� menjadi tiga, bukan dua: (1) Tubuh Kristus yang berdimensi sakramental dalam rupa roti/hosti; (2) imam dan setiap umat yang hadir dalam perayaan Ekaristi itu; (3) Keseluruhan komunitas yang dinamakan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Romo ini mengatakan bahwa dua pernyataan ini: �Tubuh Kristus� dan �Amin� sungguh mengandung arti mendalam, karena makna yang dimaksudkan dengan �Tubuh Kristus� justru tidak terbatas pada arti yang pertama (lihat Erasto J. Fernandez, hal 143).

Kepada kebanyakan dari saudari dan saudara kita, tidak susahlah bagi kita untuk mengatakan �Amin�: saya menyambut engkau! Akan tetapi selalu saja ada di antara mereka satu-dua orang yang telah menyebabkan hidup kita menderita dan susah, melawan kita dengan cara-cara yang curang, mengkritisi kita secara negatif, berbicara buruk tentang diri kita dlsb. Dalam kasus seperti ini memang lebih sulitlah untuk mengatakan �Amin�, namun ada rahmat tersembunyi di sini. Apabila kita menginginkan suatu persekutuan (communio) yang lebih intim dengan Yesus, maka inilah cara untuk memperolehnya: Menyambut Yesus dalam komuni bersama dengan saudari atau saudara tersebut. Kita misalnya dapat mengatakan: �Tuhan Yesus, aku menerima Engkau pada hari ini bersama dengan saudariku (atau saudaraku) ini ke dalam hatiku; aku akan menjadi berbahagia apabila engkau membawa dia bersama dengan-Mu� (Raniero Cantalamessa, hal. 37-38). Tindakan kecil ini sangat menyenangkan Yesus karena Dia tahu bahwa tindakan tersebut menyebabkan kita mati terhadap diri kita sendiri, walaupun sedikit saja.

Catatan akhir. Perjamuan bersama � teristimewa apabila makanan yang dihidangkan itu sama bagi semua peserta perjamuan � mempunyai fungsi sosial, yaitu rasa persatuan antara para peserta diperlihatkan dan dipererat. Dalam perayaan Ekaristi umat makan bersama dan makanannya itu sama bagi semua yang hadir: tubuh dan darah Yesus sendiri. Jadi, persatuan antara umat yang hadir dirayakan dan diperdalam, demikian pula persatuan umat dengan/dalam Yesus.
Persatuan itu, yaitu dengan Kristus dan sesama, barulah sempurna pada akhir zaman. Namun Perayaan Ekaristi sudah menampakkannya dan merayakannya, serta ikut mengerjakan pelaksanaannya yang penuh pada akhir zaman itu (lihat Kursus Kader Katolik, hal. 56).

Sumber : http://sangsabda.wordpress.com/2012/03/19/komuni-kudus-bersatu-dengan-yesus-kristus-serta-saudari-dan-saudara-kita/

In Spiritu Domini

Mengapa Musik Praise and Worship adalah Pujian (Praise), tapi Bukan Penyembahan (Worship)


Pertama kali aku menghadiri Life Teen Mass (Misa untuk anak muda) adalah ketika aku berusia 16 tahun. Saat itu malam tahun baru dan aku pikir, daripada pergi ke kota dengan teman-teman paganku, aku seharusnya menjadi katolik yang baik dan merayakan tahun baru bersama Yesus. Paroki yang mengadakan Life Teen Mass bukanlah parokiku, namun aku tetap pergi ke sana. Setiap orang mengatakan bahwa ada banyak orang seusiaku, yang serius terhadap iman mereka, dan saat itu adalah waktu dimana Roh Kudus memenuhi mereka. Beberapa temanku juga pergi ke sana, jadi apa yang lebih baik daripada ikut menghadiri Life Teen Mass?

Tapi sesegera Misa dimulai, aku merasa bahwa aku masuk ke dalam tanah tak bertuan yang terletak diantara katolisisme dan suatu bentuk protestanisme yang kabur, yang sebagai seorang convert aku tidak pernah melihatnya sebelumnya. Bukan musiknya yang tampak aneh bagiku. Aku tumbuh dengan musik kontemporer kristen disekitar rumah dan mendengarnya di radio (ketika aku tidak mendengarkan musik klasik atau musik dansa latin). Jadi aku kenal lagunya. Gereja penuh dengan anak SMA dan baby boomers dan mereka semua tampak saling mengenal dan mencintai satu sama lain.

Tapi selagi Misa berjalan, aku tetap memperhatikan hal-hal yang kuketahui dengan baik tidak ada dalam rubrik, suatu arahan tertulis berwarna merah dalam Missal yang memberitahu kita bagaimana merayakan Misa dengan pantas. Koordinator Life Teen telah memutuskan agar mereka memodifikasi Misa untuk dipantaskan bila dirasa perlu untuk membuat anak-anak terlibat. Dan maka ada tarian, saling menggenggam tangan, dan musik yang tidak berhubungan dengan teks Misa yang seharusnya.

Kemudian adalah waktunya untuk Doa Syukur Agung. Selebran mengundang semua anak-anak untuk mengelilingi altar. Karena Gereja cukup penuh, hal ini tidaklah praktis dan tidak berguna. Tapi semua orang berdiri dan membuat jalan seperti mosh pit (aku menunjukkan usiaku sekarang!) untuk mendekat ke altar. Aku berdiri dibelakang kursi. Dan tentu, selebran berpikir aku terlalu malu untuk maju ke depan sehingga ia mendorongku, dari altar, untuk bergabung dengan anak-anak lainnya. Aku sudah cukup disini, dan aku berteriak dari belakang,�Tidak, Romo, Aku seorang katolik, dan aku tidak melakukan hal tersebut�, dan aku mengeluarkan rosario dan berlutut untuk berdoa selagi aku mengamati Doa Syukur Agung menjadi lebih buruk, menjadi sesuatu yang mirip dengan  kultus bergairah yang kami pelajari tentang Sejarah Yunani Kuno.

Tidak hanya aku tidak pernah kembali ke Life Teen Mass, Aku memulai misa Minggu dengan pergi ke gereja ortodox. Disana aku merasa menyembah Allah dan tidak ada orang dewasa yang berusaha dan gagal untuk membuat agama relevan bagiku dengan mengasumsikan bahwa aku terlalu muda atau bodoh untuk mengerti penyembahan yang nyata. Ini terjadi 15 tahun sebelum aku berpartisipasi dalam peristiwa yang serupa. Saat ini, aku adalah seorang imam dan diminta untuk memimpin Jam Suci untuk orang muda. Pelayan muda di paroki ini sangat sensitif terhadap fakta bahwa Praise and Worship bukanlah favoritku, dan ia memperingatkanku lebih awal.

Selagi aku berlutut di depan Sakramen Maha Kudus, aku menyadari sesuatu. Orang yang mengatur musik saat ini adalah orang yang sama 15 tahun yang lalu. Musknya sama, lagu yang sama yang aku mainkan ketika aku berusia anak-anak yang berada di bangku gereja di belakangku. Bagaimana hal ini relevan? Tapi kali ini anak-anak yang berada di sana terlihat bosan. Aku bertanya apa yang mereka pikirkan tentang itu, dan seorang pria muda berkata �Well, tidak masalah. Kapan kami akan mengikuti Misa Latin, Romo?�

Dari semua teman-teman SMA ku yang merupakan anggota Life Teen, tidak seorangpun dari mereka yang tetap beragama katolik. Akankah anak-anak sekarang yang dibesarkan pada diet of Praise and Worship tetap mempraktekkan Iman [katolik] ketika mereka tidak lagi [menjadi bagian dari orang] berusia dewasa menengah di Gereja yang ingin menyediakan semua keperluan? Aku tidak tahu. Tapi pengalamanku telah membuatku merefleksikan mengapa musik Praise and Worship bukanlah musik yang pantas bagi liturgi :

1. Musik Praise and Worship mengasumsikan bahwa pujian adalah penyembahan

Semua orang dipanggil untuk mengangkat hati, pikiran dan suara di dalam doa kepada Allah. Jenis doa tertentu adalah pujian, ketika kita menyadari kebaikan, kekudusan dan kerahiman Allah melalui tindakan pujian kita. Pujian selalu ditemani oleh musik. Pujian selalu menjadi sesuatu yang terjadi pada tingkat individu atau kelompok kecil. Pujian sering kali bersifat spontan dan mengambil bentuk dan simbol kultural yang relevan . Pujian adalah sesuatu yang umum bagi semua orang Kristen dan banyak agama lainnya.

Penyembahan memang termasuk jenis pujian, dan musik adalah bagian integral darinya. Tapi liturgi suci adalah doa publik Gereja,  suatu penyembahan yang disatukan yang melaluinya umat katolik terbaptis masuk ke dalam Misteri yang bukan buatan mereka.[Penyembahan] menjadi suatu tindakan bersama , yang diatur oleh hukum dan tradisi untuk memelihara kesatuannya di seluruh dunia dan kesetiaannya kepada Pesan yang diwahyukan Allah. Penyembahan adalah tindakan umat Kristen yang telah dibaptis yang berkumpul oleh ikatan persekutuan dengan institusi Gereja yang kelihatan.

Musik praise and worship menyamakan penyembahan dengan pujian, dengan memindahkan hakekat pujian yang lebih bebas dan individualistik ke dalam doa komunal penyembahan Gereja .

2. Musik praise and worship mengasumsikan bahwa penyembahan, pada prinsipnya adalah sesuatu yang kita lakukan

Martin Luther mendefinisikan Misa sebagai kurban pujian. Misa adalah sesuatu yang kita serahkan kepada Allah. Konsili Trent dengan meriah mendefinisikan Misa menentang definisi Luther, bahwa Misa sebenarnya adalah kurban yang sejati. Misa adalah penghadiran kembali Kurban Kristus kepada Bapa-Nya di Kalvari dalam Roh Kudus. Misa adalah sesuatu yang Yesus lakukan, Penebusan, buah-buah yang dibagi dengan kita dalam Sakramen Komuni Kudus. Penyembahan bukan pujian, tapi Kurban dan Sakramen. Penyembahan adalah sesuatu yang Yesus Kristus bawa pada kita melalui Persembahan Diri-Nya kepada Bapa

Musik praise and worship mereduksi Misa menjadi kurban pujian yang kita persembahkan kepada Allah. Bahkan ketika pendukung musik praise and worship menyetujui ajaran Gereja tentang Misa, ini merupakan kebenaran iman yang abstrak. Konkretnya, kurban pujian kita dipindahkan ke dalam Kurban Penebusan. Hal ini tidak memperhatikan fakta bahwa Kurban Penebusan adalah Pujian tertinggi kepada Trinitas, dan partisipasi kita di dalamnya bukan melalui apa yang kita lakukan, tapi oleh kita sebagai umat Kristen yang telah dibaptis, di dalam kehidupan rahmat.

3. Musik praise and worship mengambil prinsip pertamanya : relevansi

Praise and worship menyadari bahwa musik itu penting dalam penyembahan Gereja. Tapi ia juga menyatakan bahwa musik harus �mencapai orang-orang dimanapun mereka berada�. Musik harus relevan bagi mereka yang mendengarnya. Relevansi merupakan gagasan yang ambigu. Apa yang relevan bagiku mungkin tidak relevan bagi orang lain, dan karenanya musik praise and worship memasukkan elemen subjektivisme yang didasarkan pada kepentingan manusia ke dalam liturgi.

Seringkali musik praise and worship diarahkan pada upaya missioner yang pura-pura. Gagasannya adalah, bila orang-orang menemukan musik di Misa sebagai sesuatu yang menarik atau relevan, mereka akan dibawa ke dalam hubungan yang lebih dalam dengan Allah. Namun iman adalah hadiah yang datang dari Allah, bukan dari kita. Musik praise and worship berupaya untuk membersihkan jalan bagi tindakan ilahi, seolah-olah relevansi bisa mencapainya.

4. Musik praise and worship mengambil prinsip keduanya : partisipasi aktif kelompok usia tertentu

Musik praise and worship melihat partisipasi aktif sebagai perbuatan yang dilakukan semua orang, bernyayi dan merasakan tentang Allah dalam cara tertentu saat Misa. Musik adalah sarana untuk menghasilkan tujuan akhir. Musik juga melihat ketiadaan orang muda di Gereja, dan berargumen bahwa bila musik di Misa lebih menyerupai [musik] orang muda dalam kehidupan mereka, mereka akan terbuka pada kehidupan yang berlimpah. Karenanya, musik praise and worship dirancang oleh orang-orang berusia dewasa menengah tanpa latar belakang teologis, liturgis atau musikal, untuk membujuk remaja dan anak kuliahan dengan latar belakang yang mirip, ke dalam lingkungan teologis, liturgis dan musikal. Lingkungan tersebut mereduksi liturgi menjadi tindakan pujian buatan manusia yang diatur untuk menghasilkan hasil yang apostolik.

5. Musik praise and worship dengan sadar diri membagi Gereja ke dalam kelompok usia dan selera

Musik praise and worship terutama dirancang atas dasar gagasan yang abstrak tentang apa yang disukai orang muda. Ia sering kali lebih merefleksikan trend masa lalu yang dekat dengan remaja partisipan musik praise and worship, daripada trend remaja aktual yang relevan saat ini.

Musik praise and worship juga cenderung meremehkan tradisi musik Gereja dengan mengklaim bahwa musik Gereja terlalu sulit, elegan, atau tidak relevan bagi remaja. Bagi mereka, musik praise and worship adalah musik yang demokratis, egaliter, relevan bagi anak muda. Sebaliknya, tradisi musik Gereja sering dilukiskan sebagai musik teatrikal, dan aristokrat untuk orang tua di aula konser.

Dengan selektif memilih gagasan abstrak tentang anak muda dan apa yang relevan baginya sebagai kriteria musik liturgis, musik praise and worship dengan efektif membagi Gereja berdasarkan apa dianggap sebagai sesuatu yang sesuai untuk anak muda dan tidak sesuai secara sewenang-wenang. Ia juga berargumen bahwa perbedaan �gaya� adalah baik untuk liturgi. Hal ini memperkenalkan liturgi dengan gagasan gaya yang ambigu dan selera sebagai prinsip dimana liturgi dan musiknya harus diatur.

6. Musik praise and worship menyingkirkan teks liturgis dan biblis selama Misa

Roman Missal mengandung antiphon untuk pembukaan dan Komuni yang secara normal adalah teks biblis. Roman Gradual, yang adalah sumber musik resmi Gereja untuk Misa, berisi antiphon untuk Persembahan juga untuk Nyayian antar bacaan (interlectionary). Semua ini dikenal sebagai Proper Misa. Missal dan Gradual juga berisi teks resmi Ordinari Misa untuk Kyrie (Tuhan kasihanilah), Kemuliaan, Kredo, Kudus-Kudus, dan Anak domba Allah.

Musik praise and worship menghindari opsi pertama dari  perintah hukum liturgi Gereja untuk musik saat Misa, yaitu Proper dan Ordinari Misa seperti yang terdapat pada buku-buku liturgi dan musikal Gereja. Musik praise and worship mengganti himne, yang bukan bagian dari Misa Romawi, atau membahasakan ulang Ordinari. Jika teks biblis digunakan, teks tersebut hampir atau sama sekali tidak berhubungan dengan teks yang ditunjuk oleh Gereja dalam Missal atau Gradual.

Dalam melakukan ini, Musik praise and worship membuat situasi dimana umat tidak menyanyikan msa (yaitu teks pada Missal dan Gradual), tapi mereka menyanyikan lagu saat misa yang dipilih dengan kriteria yang merusak, agar lagu-lagu yang dipilih �sejalan dengan bacan dan tema hari ini�. Musik praise and worship memisahkan musik Misa dari Misa dan menggantikannya dengan teks yang tidak Biblis atau liturgis.

7. Musik praise and worship mengasumsikan bahwa terdapat inti ajaran katolik yang terpisah/independen dari hukum liturgi Gereja dan tradisi

Banyak pendukung musik praise and worship mengasumsikan bahwa, selama mereka tetap percaya pada apa yang Gereja ajarkan dalam Katekismus tentang iman dan moral, bahwa liturgi bisa diadaptasi menjadi sebagaimana yang mereka pikirkan, bahwa sebuah ajaran harus diinkarnasikan ke dalam lagu. Ada beberapa orang yang tidak pernah berpikir untuk menyangkal artikel Kredo atau mendukung tindakan immoral yang dihukum oleh Magisterium. Tapi pendukung yang sama melihat liturgi sebagai area yang lain. Tuntutan apapun pada hukum liturgis atau tradisi ditolak menurut prinsip relevansi dan partisipasi aktif orang muda.

Ortodoksi kemudian dipisahkan dari Ortopraksis, kepercayaan yang benar dipisahkan dari penyembahan yang benar. Kekuatan Gereja untuk berbicara tentang iman dan moral dipertahankan namun kekuatan Gereja untuk menjaga liturgi melalui rubrik, hukum dan tradisi, dilupakan seperti legalisme buatan manusia. Dengan berbuat demikian, musik praise and worship mendukung sikap pasif, atau kadang-kadang mendukung perlawanan yang aktif terhadap kewajiban hirarki untuk menjaga karakter kekudusan dari ritus Gereja. Kesan diciptakan agar ada sesuatu seperti kepercayaan yang benar, tapi gagasan penyembahan yang benar bertentangan dengan Semangat Injil.

Hal ini menciptakan masalah persatuan antara imam dan umatnya, ketika imam berupaya untuk mereformasi liturgi dalam tempat yang diberikan, untuk membawa liturgi sejalan dengan hukum dan tradisi liturgis Gereja.

8. Musik praise and worship memanipulasi emosi untuk menghasilkan katarsis yang dilihat sebagai hal yang perlu bagi pertobatan spiritual.

Pertobatan terutama dilihat sebagai peristiwa dramatis emosional yang diikuti oleh perasaan yang kuat. Menyadari bahwa musik bisa menstimulasi perasaan, musik praise and worship bertujuan untuk menghasilkan peristiwa liturgis yang mengeluarkan perasaan yang selanjutnya bisa membawa katarsis emosional sebagai keharusan dalam pertobatan, Cara liturgi direncanakan dan musik dikembangkan dilakukan dengan tujuan untuk membantu proses pertobatan ini.

Namun ini bukanlah pertobatan yang sebenarnya. Pertobatan adalah pembentukan suara hati dalam rahmat Roh Kudus untuk memberitahu intelek dan menguatkan kehendak untuk menghidupi kehidupan supernatural yang berkeutamaan dalam persatuan dengan Kristus. Walaupun emosi terlibat dalam perziarahan pertobatan seumur hidup, manipulasi bebas, bahkan untuk akhir yang baik, merupakan suatu pelecehan. Manipulasi ini tidak melihat manusia siap untuk menanggapi panggilan ilahi, tapi sebagai sesuatu yang diutamakan demi pengalaman. Kenyataannya, kehidupan rahmat yang dibawa melalui pertobatan bukanlah pengalaman pada tingkat emosi, tapi sebuah pergerakan jiwa yang melampui emosi tersebut.

9. Musik praise and worship mencampurkan antara transendensi dengan perasaan

Manipulasi emosi yang dengan bebas dilakukan sering menghasilkan sentiment/emosi yang berlebihan. Kekuatan perasaan bisa membujuk seseorang untuk berpikir bahwa perbuatan seperti ini adalah karya Allah yang transenden dalam diri mereka. Bentuk-bentuk musikal yang sungguh transenden, di dalamnya mereka membebaskan diri dari emosi dan membawa pribadi melampaui emosi mereka, seperti lagu Gregorian, ditolak karena [lagu Gregorian/Gregorian Chant] tidak menyebabkan peristiwa emosional, yang dilihat sebagai bukti tindakan ilahi.

Tradisi spiritual Gereja telah mengajarkan kita untuk tidak mempercayai perasaan dan menghargai kekudusan Allah yang transenden. Tradisi spiritual Gereja juga mengajarkan bahwa manipulasi manusia terhadap intelek dan kehendak merupakan pelanggaran terhadap kebebasan manusia. Ketika hal ini dilakukan dalam nama Allah, ini juga pelanggaran terhadap kedaulatan Allah terhadap intelek dan kehendak manusia, karena hal ini menggantikan tindakan bebas Allah dalam jiwa dengan tipu muslihat untuk memunculkan tindakan manipulasi yang bisa terjadi secara teoritis.

10. Musik praise and worship menyangkal kekuatan hukum liturgis dan musikal dalam Gereja untuk mendukung interpretasi terhadap penyembahan yang sewenang-wenang dan individualis

Musik praise and worship mengabaikan hukum liturgis dan gereja dalam membuat relevansi dan mereduksi gagasan partisipasi prinsip fundamental demi mengatur peristiwa liturgis/emosional menuju katarsis emosional yang perlu bagi pertobatan. Seringkali pendukung musik praise and worship tidak pernah membaca dokumen Magisterium Gereja tentang liturgi dan musik, atau mereka membacanya dalam hermeneutic of rupture.

Hukum liturgis dan musikal gereja bertujuan untuk menjaga kesatuan, kemurnian dan kejelasan penyembahan Gereja. Musik praise and worship menawarkan kriteria lain bagaimana seharusnya Gereja menyembah. Pertama, ia memasukkan penyembahan liturgis yang sejati ke dalam rubrik pujian. Kedua, mereka yang bertanggung jawab terhadap pujian sering mengatur ritus dan musik berdasarkan prinsip yang asing terhadap [prinsip] yang mengatur hukum liturgis dan musikal Gereja. Ketiga, opini individual, kelompok kecil dan komite, yang sering kali tidak diikuti oleh edukasi teologis, liturgis dan musikal, lebih disukai daripada warisan musikal, teologis dan liturgis Gereja yang ditemukan dalam dokumen Gereja dan Missal serta Gradual.

11. Musik praise and worship mengutamakan kesegeraan pemahaman dan kemudahan artistik daripada makna berlapis dalam liturgi dan keunggulan artistik liturgi

Musik praise and worship lebih menyukai musik sederhana yang siapapun bisa memahami dan berpartisipasi dengan mudah. Ia juga lebih menyukai apa yang bisa dinyayikan atau dimainkan dengan latihan , instruksi, atau bakat yang minim.

Diet musik praise and worship yang konstan sepanjang tahun liturgis [maksudnya upaya untuk tidak mengambil makna liturgis yang berlapis serta keunggulan artistiknya secara konstan] memisahkan orang-orang dari doa aktual liturgis Gereja, seperti yang ditemukan dalam Missal dan Gradual. Ia juga menyangkal akses kepada karya seni yang dihasilkan Gereja sendiri, Lagu Gregorian, dan kepada transendensi. Ia juga memberi kesan bahwa Gereja tidak serius terhadap musik. Gagasan  keunggulan dalam gerak, suara dan pandangan liturgis dan bahwa Gereja adalah pelindung bentuk tertinggi dari ekspresi tersebut, diabaikan dalam mendukung apa yang paling mudah [dipahami].  Dalam melakukan ini, musik praise and worship tidak menginspirasi kaum muda dan orang tua untuk mengungkapkan kekayaan liturgi dan musik Romawi.

Ada banyak hal yang bisa dibahas. Dan aku juga yakin bahwa banyak temanku dari musik praise and worship akan menanggapi isu ini terhadap beberapa hal yang aku tulis. Berikut ini adalah hal penting untuk diingat bagi mereka yang terlibat dalam pelayanan Gereja :

?1.? Tradisi liturgis dan musikal Gereja adalah bagian integral dari penyembahan, dan bukan tambahan yang diciptakan.

?2.? Pujian adalah bentuk yang tinggi dari doa individu dan kelompok kecil, tapi bukan penyembahan seperti yang dipahami Gereja dalam doa publik liturgi

?3. ?Penyembahan terutama bukan sesuatu yang kita lakukan : penyembahan adalah persembahan diri Yesus Kristus kepada Bapa dalam Roh Kudus, yang buah-buahnya kita terima dalam Komuni Kudus. Penyembahan adalah Kurban dan Sakramen, bukan Pujian


?4. ?Relevansi adalah hal yang tidak berhubungan dengan liturgi yang bertujuan membawa manusia keluar dari ruang dan waktu untuk masuk dalam Keabadian


?5.? Partisipasi dalam liturgi terutama adalah partisipasi batin, melalui persatuan jiwa dengan Kristus yang merayakan liturgi. Eksternalisasi apapun dari partisipasi batin tidak bermakna kecuali terdapat partisipasi batin disana


?6.? Harta karun musik suci Gereja tidak terbatas pata usia, budaya, status sosial ekonomi atau bahkan kelompok religius. Ia adalah warisan umum bagi kemanusiaan dan sejarah


?7.? Gereja harus menyanyikan Misa, yaitu teks biblis dan liturgis yang terdapat dalam Missal dan Gradual, bila sebuah nyayian disatukan dalam Penyembahan Gereja dan bukan hanya Pujian yang dirancang oleh sekelompok orang


?8. ?Ajaran katolik tentang iman dan moral harus selalu disertai oleh rasa hormat terhadap ajaran dan hukum liturgi dan musikal Gereja


?9.? Dengan sengaja memanipulasi emosi manusia untuk menghasilkan dampak religius merupakan pelanggaran, ketidak tulusan dan rasa tidak hormat terhadap kuasa Allah untuk membawa pertobatan dalam hati manusia


?10.? Sementara musik mempengaruhi emosi, musik suci harus selalu berhati-hati untuk lebih memilih kekudusan transenden Allah daripada kebutuhan emosional manusia yang imanen.


?11.? Harta karun musik suci Gereja menginspirasi dan mengharuskan adanya perhatian tertinggi pada keunggulan artistiknya. Ini juga hadiah yang tidak dapat diukur bagi Gereja, dan harus selalu dihadirkan kepada umat beriman agar mereka menikmati kekayaan hadiah tersebut.


Apakah aku berpikir bahwa musik praise and worship memiliki tempat dalam kehidupan Gereja? Tentu. Musik adalah pujian, musik adalah doa, musik membantu umat mengarahkan pikiran dan hati mereka kepada Allah. Tentu ada tempat bagi musik tersebut didalam Gereja. Tapi musik ini bukan Penyembahan dan doa liturgi komunal, yang olehnya Allah menyatukan diri-Nya dengan kita, harus diijinkan untuk menjadi dirinya. Kita tidak boleh menjadi sinis untuk berpikir bahwa umat katolik terlalu muda atau tua, atau terlalu bodoh dan pintar, dan terlalu lemah secara spiritual ataupun acuh, untuk mendoakan liturgi Gereja seperti yang ditunjukkan pada Missal dan Gradual. Musik tradisi Gereja merupakan hadiah Gereja kepada manusia. Mari mendoakan Misa, mari menyanyikan Misa sebagai penyembahan. Maka pujian kita akan menjadi pantas oleh nafas Roh, karena Kristus melalui Tubuh Mistik-Nya akan menyanyikan pujian Bapa didalam kita.



In Spiritu Domini

Friday, January 27, 2012

Magisterium Gereja dan Tradisi Suci


Hampir semua denominasi Protestan mengatakan Hanya Alkitab sumber Iman Kristiani (Sola Scriptura) tetapi tidak untuk Gereja Katolik. Lalu apakah dengan ini Gereja Katolik tidak menghargai Kitab Suci? Oh tentu tidak sebab Alkitab sendiri ditetapkan oleh Gereja Katolik maka adalah aneh jika justru Gereja Katolik tidak menghargai Kitab Suci (untuk lebih jelasnya baca Sejarah Alkitab). Gereja Katolik menerima Kitab Suci sebagai dasar iman tetapi bukan satu-satunya dasar iman. Mengapa? Sebab masih ada 2 hal yang lain yaitu:

1. Hak Mengajar Gereja (Magisterium). Mengapa Gereja memiliki wewenang mengajar? sebab Gereja adalah Pondasi kebenaran "...jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran" (1 Tim 3:15) dan juga karena Yesus sendiri memberikan wewenang itu kepada Petrus secara pribadi (Mat 16:18-19) (untuk lebih jelasnya lihat tentang kePausan) dan kepada Para Rasul yang lain (Mat 18:18; Luk 10:16) atas dasar inilah maka jemaat awal taat pada pengajaran para rasul (Kis 2:42). Lalu apakah hak mengajar ini hanya untuk para rasul atau diwariskan kepada para penggantinya? Tentu saja hak mengajar ini diwariskan sebab Yesus menjanjikan Gereja-Nya akan bertahan sampai sepanjang masa (Matius 28:20), kita tahu para rasul tidak akan bertahan sepanjang masa karena mereka adalah manusia tentu secara akal sehat pastilah wewenang itu diwariskan supaya Gereja dengan pola yang sama seperti dahulu (Apostolik) tetap bertahan sepanjang masa.

2. Tradisi Suci. Tradisi Suci adalah ajaran yang tidak tertulis seperti yang diungkapkan dalam:

a. Kis 2:42 dimana dikatakan bahwa jemaat kristen perdana bertekun dalam pengajaran para rasul, jauh sebelum tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri lahir. Jadi kehidupan iman Gereja tidak terbatas pada buku saja, tetapi juga pada ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan.

b. 1Kor 15:3 dimana dikatakan oleh Paulus bahwa kebenaran tentang Yesus Kristus dia terima sendiri (jelas secara lisan)

c. 2Tes 2:15 dimana Paulus menasehati umatnya: "Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik itu secara lisan maupun secara tertulis." Ajaran-ajaran yang tidak tertulis semacam itulah yang kita sebut Tradisi.

d. Yoh 21:25 yang berbunyi: "Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat Yesus, tetapi jikalau sernuanya itu harus dituliskan satu per satu. maka agaknya dunia ini tidak memuat semua kitab yang harus ditulis itu." Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan penulisan injilnya bukanlah untuk mendaftar semua ajaran Kristen atau membuat daftar lengkap dari ucapan dan perbuatan Yesus. Yang dia tulis hanyalah hal-hal yang paling mendasar untuk keselamatan manusia. Hal yang sama kiranya berlaku untuk kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya.

e. "Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang." (Yoh 16:12-13) Bagaimana Roh Kudus akan membimbing kepada keseluruhan kebenaran jika karyanya dibatasi oleh Tradisi yang sudah dibukukan dalam alkitab

Apakah Tradisi ini terjamin kebenarannya karena tidak tertulis? Tradisi terjamin kebenarannya karena dipelihara oleh Gereja yang adalah tiang Pondasi kebenaran "...jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran" (1 Tim 3:15). Contoh Tradisi Suci adalah masalah Maria diangkat ke Surga ini sebenarnya dalah Tradisi Apostolik karena paham ini berkembang sejak jaman dahulu ketika masih dekat dengan masa Para Rasul seperti yang diungkapkan oleh: St. Gregory (594 AD), bishop of Tours, declared that "the Lord . . . commanded the body of Mary be taken in a cloud into paradise; where now, rejoined to the soul, Mary reposes with the chosen ones." St. Germaine I (+732 AD), Patriarch of Constantinople, speaks thusly to Mary, "Thou art . . . the dwelling place of God . . . exempt from all dissolution into dust." And St. John Damascene asserted, "He who had been pleased to become incarnate (of) her . . . was pleased . . . to honor her immaculate and undefiled body with incorruption . . . prior to the common and universal resurrection.".............. hingga akhirnya paham ini dijadikan dogma secara resmi tahun 1 November 1950 oleh Paus Pius XII dan paham ini juga dapat digali dalam alkitab (lihat pada Maria sebagai Tabut perjanjian, Maria dikandung tanpa Noda dosa & Maria diangkat ke Surga) dari contoh jelas Alkitab dan Tradisi saling menunjang bahkan sebenarnya Alkitab adalah Tradisi yang Tertulis seperti yang diungkapkan dalam Lukas 1:1-4 yang bila kita baca prolog injil tsb maka alurnya akan tampak seperti ini: pada mulanya adalah ajaran lisan yang disampaikan orang-orang yang merupakan saksi mata apa yang diperbuat Yesus dan "Pelayan Firman" lalu Penulis injil Lukas membukukan semuanya setelah diselidiki kebenarannya supaya memperkuat keyakinan bahwa apa yang sudah diterima (secara Lisan) adalah benar adanya.

Dari uraian mengenai Tradisi - Kitab Suci - Magisterium jelaslah bahwa Dari uraian di atas nampak betapa eratnya hubungan Tradisi dan Alkitab. Oleh karena itu Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan Tradisi. Sulit membayangkan penafsiran Alkitab lepas dari Tradisi, sebab sebelum Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi. Sebaliknya, karena penulisan Alkitab itu ada di bawah pengaruh Roh Kudus sendiri, maka Tradisi yang dihayati Gereja di segala jaman itu harus dikontrol dalam terang Alkitab. dan dalam menafsirkan Tradisi & Alkitab Gereja Yesus Kristuslah yang mendapat wewenang untuk mengajar dan wewenang untuk mengajar soal-soal iman dan susila ada di tangan para uskup sebagai pewaris sah para rasul dengan Paus sebagai pemimpin, yakni pengganti Petrus. Mengapa? Sebab dalam 2Pet 3:15-16 diingatkan bahwa Alkitab sangat sulit untuk dimengerti sehingga butuh wewenang khusus untuk menafsirkannya dan wewenang itu ada ditangan Gereja yang sudah diberi wewenang oleh Yesus sendiri.


In Spiritu Domini

Tuesday, January 24, 2012

Tanpa Petrus dan Para Paus Tidak Akan Ada Kekristenan yang Otentik


Pada tahun 1517, pendiri gerakan Protestantisme, Martin Luther, bertemu dengan seorang yang kelak akan menjadi Bapa Protestantisme Inggris dan Amerika, John Calvin. Mereka bertemu untuk menyatukan perbedaan teologis. Tetapi, mereka gagal mencapai kesepakatan. Pada suatu titik frustasi, Luther datang ke Calvin dan berkata, �Saya memulai semuanya ini dan engkau harus mengikuti apa yang telah aku mulai!� Calvin menjawab, �Kamu pikir siapa dirimu di dunia ini, seorang Paus?�

Dalam kasus ini, para protestor tersebut tidak menyadari bahwa tanpa suatu penentu keputusan terakhir, tidak akan ada kesatuan dalam ajaran iman. Tanpa penentu ini, Kekristenan akan menjadi sebuah akumulasi dari kepercayaan dan praktik yang membingungkan. Setiap orang akan berpegang pada opini pribadi untuk membenarkan apa yang dia yakini dan dengan demikian, tidak akan ada kesatuan ajaran dalam Kekristenan.

Dalam Kekristenan, penentu ini adalah Petrus dan Para Paus. Mari kita melihat kepada beberapa Para Paus dalam lima abad pertama Kekristenan, terutama Para Paus yang mengajarkan doktrin yang dipegang oleh orang-orang Kristen. Ketika kita memeriksanya, kita dapat melihat bahwa tanpa Para Paus, Kekristenan tidak akan ada atau hadir sebagai akumulasi dari keyakinan-keyakinan yang membingungkan.

Paus Pertama, St. Petrus (33-67), memimpin konsili pertama Gereja, Konsili Yerusalem. Ia menyatakan bahwa orang-orang non-Yahudi dapat diterima ke dalam Gereja tanpa perlu disunat. Paus ke-2, St. Linus (67-76), dikenal sebagai seorang yang berperan dalam pembagian kota Roma menjadi beberapa paroki untuk memenuhi kebutuhan spiritual dari populasi Kristen yang tumbuh. Dia juga berperan dalam pengembangan kaum klerus dan pembagian tugas dan fungsi mereka. Paus ke-9, St. Hyginus (136-140), menetapkan bahwa seorang bayi atau kanak-kanak yang dibabtis harus memiliki wali babtis yang membimbing iman anak-anak tersebut. Paus ke-10, St. Pius I (140-155), menolak bidaah agnotisisme dan menetapkan proses penentuan tanggal Paskah. Paus ke-11, St. Anisetus (155-166), menekankan Perayaan Paskah sebagai perayaan sentral dan utama Kristen. Paus ke-12, St. Soter (166-175), menegaskan perkimpoian sebagai Sakramen. Paus ke-21, St. Kornelius (251-253), menolak dan melawan bidaah Novasianisme yang meyakini bahwa dosa-dosa tidak dapat diampuni dan Gereja harus terdiri dari orang-orang kudus saja. Paus ke-22, St. Lusius I, menegaskan kembali larangan hubungan seksual pra-nikah dan hidup bersama sebelum menikah. Paus ke-26, St. Feliks I (269- 274), menegaskan ajaran bahwa Kristus adalah sungguh Allah sungguh manusia, memiliki dua kodrat dalam satu pribadi. Paus ke-35, St. Julius I (337- 352), menetapkan bahwa Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember. Ia juga menolak dengan tegas bidaah Arianisme. Paus ke-37, St. Damasus I (366-384), menentukan kitab-kitab yang dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci dan menolak beberapa kitab untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci. St. Damasus I kemudian memerintahkan St. Hieronimus (St. Jerome) untuk menerjemahkan Kitab Suci berbahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin yang kita kenal dengan nama Vulgata. Kitab-kitab yang ditentukan oleh Paus St. Damasus ke dalam Kanon Kitab Suci adalah yang kita pergunakan oleh orang-orang Kristen hingga saat ini. Daftar kitab-kitab yang ditolak oleh St. Damasus I untuk dimasukkan ke dalam Kanon Kitab Suci antara lain:

�Injil� Thomas, Dialog Sang Penyelamat, �Injil� Maria Magdalena, �Injil� masa kanak-kanak Yesus menurut Thomas, �Injil� masa kanak-kanak Yesus menurut Yakobus, �Injil� Petrus, �Injil� Bartolomeus, �Injil� Nikodemus, �Injil� Nazorean, �Injil� kaum Ebionit, �Injil� Filipus, �Injil� orang-orang Mesir, Apokrifa Yakobus, Apokrifa Yohanes, Wahyu kepada Paulus, dua kitab Wahyu kepada Yakobus, Wahyu kepada Petrus, Kisah Petrus dan Kedua belas Rasul, Kisah Andreas, Kisah Yohanes, Kisah Thomas, dll.

Menarik bahwa orang-orang Kristen non-Katolik tidak menolak atau mempertanyakan otoritas dan karya Paus St. Damasus I ini. Dengan kata lain, mereka menerima bahwa Paus St. Damasus infallible (tidak dapat salah) dalam menentukan kitab-kitab dalam Kanon Kitab Suci.

Di samping hal-hal di atas, Para Paus Roma tersebut pun berjuang dengan gigih untuk melawan bidaah-bidaah (ajaran sesat) yang muncul pada masanya. Para Pauslah yang berjuang melawan dan menolak bidaah-bidaah berikut:

Docetisme, Gnostisisme, Marcionisme, Montanisme, Donatisme, Novasianisme, Modalisme, Sabelianisme, Monarkianisme, Patripasionisme, Subordinasionisme, Arianisme, Pneumatomakisme, Eunominanisme, Nestorianisme, Monofisitisme, Jansenisme, dan lain-lain.

Sebagian besar Kristen non-Katolik menerima apa yang diajarkan dan dipertahankan oleh Para Paus tersebut. Tetapi, mengapa mereka menerima ajaran-ajaran Para Paus ini tetapi menolak seluruh ajaran-ajaran Paus lainnya? Mengapa mereka memilih yang mereka suka tetapi menolak yang tidak mereka suka?

Perlulah orang-orang Kristen yakini bahwa dalam penggembalaan Para Paus-lah kita dapat menemukan Iman yang sejati, benar adanya dan berasal dari Firman Allah.

*diadaptasi dari tulisan Pater John J. Pasquini dalam buku "Ecce Fides" hlm. 31-32


In Spiritu Domini

Saturday, January 21, 2012

Doa Untuk Persatuan Umat Kristiani di Seluruh Dunia


Pada mulanya hanya ada satu Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri di atas batu karang, berpusat dan dipimpin di Roma yaitu Gereja Katolik. Keadaan tidak berjalan harmonis seperti yang diharapkan, iblis tidak tinggal diam akan utuhnya Gereja Tuhan sehingga berusaha untuk menghancurkan Gereja Tuhan. Kita sebut Gereja Tuhan karena Gereja ini memang satu-satunya Gereja di dunia yang didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri di atas batu karang, Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.

Bunda Gereja Katolik mengalami beberapa kali dukacita ditinggal oleh puteri-puterinya. Sebut saja, paska Konsili Kalsedon 451 M yang menghukum ajaran sesat Monofisitisme yang akhirnya membuat sejumlah gereja-gereja partikular memisahkan diri dari Bunda Gereja Katolik dan kemudian membentuk persekutuan sendiri bernama Gereja Ortodoks Oriental dengan Uskup Oriental Alexandria sebagai pemimpin persekutuan ini. Kemudian, paska Skisma Besar 1054, gereja-gereja partikular memisahkan diri dari Bunda Gereja Katolik dan kemudian membentuk persekutuan sendiri bernama Gereja Ortodoks Timur dengan Uskup Konstantinopel sebagai pemimpin persekutuan ini. Kemudian, pada abad 16 terjadi reformasi Protestan yang menyebabkan tumbuh puluhan ribu macam sekte yang berbeda-beda.

Meskipun demikian, Bunda Gereja Katolik selalu berusaha membawa pulang puteri-puteri terpisah tersebut kembali ke pangkuannya. Usaha ini memang belum selesai tetapi telah membuahkan sejumlah hasil. Sebagian puteri-puteri Gereja pulang ke pangkuan Bunda Gereja. Kebanyakan adalah mereka yang keluar dari persekutuan-persekutuan di atas dan memilih pulang ke dalam pangkuan Gereja Katolik karena mereka semakin menyadari bahwa Gereja Katolik memang satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri di atas batu karang dan alam maut tidak akan menguasainya.

Tanggal 18-25 Januari adalah hari dimana kita berdoa untuk persatuan umat kristiani di seluruh dunia. Berikut saya kutip doanya agar dapat didoakan oleh kita semua di sini agar mereka segera bersatu dalam persatuan penuh dengan Gereja Katolik.


Doa Untuk Persatuan Umat Kristen

Marilah berdoa :

Bapa yang maha pengasih dan penyayang, menjelang akhir hidup-Nya, Yesus telah berdoa bagi para murid-Nya, "Semoga mereka semua bersatu, seperti Engkau, ya Bapa, ada dalam Aku dan Aku dalam Dikau; supaya mereka juga bersatu dalam Kita, agar dunia ini percaya bahwa Engkau telah mengutus Aku."

Maka kami mohon, ya Bapa: Semoga semua orang kristen bersatu padu dan giat mengusahakan kesatuan. Semoga seluruh pemimpin umat-Mu semakin menyadari perlunya kesatuan. Musnahkanlah sandungan akibat perpecahan umat kristen dilenyapkan. Semoga persatuan umat kristen merupakan sumber perdamaian, dan tanda kasih Kristus bagi seluruh umat manusia.

Bapa, Tuhan Yesus Kristus telah bersabda kepada para rasul, "Damai Kutinggalkan bagimu, damai-Ku Kuberikan kepadamu": janganlah Kau pandang dosa-dosa kami, melainkan kepercayaan umat-Mu, dan berikanlah damai serta persatuan kepada kami sesuai dengan kehendak-Mu. Pandanglah kawanan domba Yesus. Semoga semua, yang telah dikuduskan oleh satu pembaptisan, dipererat pula oleh persatuan iman dan ikatan kasih. Buatlah kami semua menjadi satu kawanan dengan Yesus sendiri sebagai satu-satunya gembala, yang hidup dan berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala abad. (Amin.)

In Spiritu Domini

Apa Arti Pembaharuan Karismatik Katolik?



Arti Pembaharuan Karismatik Katolik oleh PDKK Maria Kusuma Karmel Paroki Meruya

Istilah yang lebih tepat untuk Pembaharuan Karismatik Katolik. Ada perbedaan istilah berkaitan pembaharuan karismatik ini. Di Amerika Serikat pada umumnya pembaharuan ini disebut �Catholic Charismatic Renewal� atau Pembaharuan Karismatik Katolik, istilah ini juga dipakai di Indonesia. Sedangkan di Perancis, lebih dikenal dengan �Renewal of the Spirit� atau �pembaharuan dalam Roh� atau lebih tepat lagi disebut �pembaharuan hidup dalam Roh.�

Istilah �pembaharuan hidup dalam Roh� sesungguhnya lebih tepat dipakai. Karena kata �karismatik� menjadikan pembaharuan ini seolah-olah hanya lebih menonjolkan segi karisma-karisma . Karisma-karisma ini memang merupakan unsur yang penting dalam pembaharuan ini, tetapi bukan yang terpenting. Sesungguhnya karisma-karisma ini diberikan Roh Kudus untuk pelayanan kepada jemaat (1 Kor. 12:7-11). Sedang-kan istilah �pembaharuan hidup dalam Roh� memiliki arti yang lebih mendalam dan sesuai dengan tujuan dan se-mangat dari pembaharuan ini. Karena pada dasarnya pembaharuan ini merupakan suatu pembaharuan hidup rohani dalam kuasa Roh Kudus, yaitu suatu kehadiran baru Roh Kudus disertai kuasa-Nya di dalam kehidupan Gereja dewasa ini.

Memang Roh Kuduslah yang melahirkan Gereja dan di sepanjang sejarahnya Gereja selalu dijiwai oleh Roh Kudus. Dan sebenarnya Roh Kudus tidak pernah absen dari Gereja, sebab tanpa Roh Kudus Gereja menjadi tidak berdaya dan akan mati. Bahwa hingga hari ini Gereja mampu memperbaharui diri dan selalu mempunyai vitalitas untuk memperbaharui diri, merupakan bukti, bahwa Roh Kudus sungguh-sungguh berkarya di dalamnya. Memang benar, bahwa masa-masa tertentu kehadiran-Nya lebih tampak dan terasa daripada masa-masa lain, namun Dia selalu hadir. Kehadiran itu sangat nyata sekali pada abad-abad pertama Gereja dalam kehidupan Gereja Awali. Dan apa yang terjadi dalam Gereja Awali, suatu keterbukaan kepada Roh Kudus dan karisma-karisma -Nya, saat ini sedang dialami banyak orang di pelbagai belahan dunia melalui pemba-haruan hidup dalam Roh atau pembaharuan karismatik ini.

Arti Teologis dan Sosiologis dari Pembaharuan Karismatik Katolik

Sering orang memandang secara berat sebelah dan keliru terhadap pem-baharuan karismatik ini. Bahkan ada tokoh karismatik yang mengidentikkan pembaharuan karismatik ini dengan apa yang kelihatan dari luar, misalnya: ciri-ciri orang karismatik kalau menyanyi harus tepuk tangan, tersenyum, kemudian mengangkat tangan. Tentu penekanan seperti ini akan menimbulkan ekses-ekses yang berlebih-lebihan dalam gaya dan ekspresi, sehingga tidak heran di kalangan hirarki dan umat Katolik masih ada yang antipati dan memiliki �image� negatif terhadap pembaharuan ini. Apalagi sebagai akibat, banyak �jajan� (dengan sengaja mengikuti persekutuan doa, kebaktian, seminar ke kelompok-kelompok Protestan karismatik atau juga kelompok ekumene yang bersifat sektaris dan menyerang iman Katolik), dan mengambil begitu saja gaya-gaya, cara-cara dan pengajaran mereka, tanpa menyaringnya. Sehingga tidak jarang orang akhirnya kehilangan identitas Katoliknya, bahkan menjadi ragu-ragu terhadap iman Katoliknya, sehingga akhirnya menyeberang ke kelompok-kelompok itu.

Oleh karena itu penting untuk memahami pembaharuan karismatik ini se-cara tepat dan benar. Pembaharuan karismatik ini ada dalam Gereja Katolik, sehingga kesetiaan kepada Gereja Katolik harus menjadi landasannya. Seluruh iman Katolik dan ajarannya harus menjadi bagian kehidupan pembaharuan ini. Dan cara-cara serta ungkapan lahiriah dalam pembaharuan ini haruslah diadaptasikan dengan lingkungan Gereja Katolik. Sehingga perlu dilihat, bahwa pembaharuan karismatik ini harus dibedakan berdasarkan arti teologis dan arti sosiologisnya. Pembaharuan ini harus dibedakan apa yang menjadi isi dan apa yang menjadi bungkusnya, apa yang pokok dan apa yang hanya tambahan.

Arti Sosiologis

Arti sosiologis dari pembaharuan karismatik ini ialah ungkapan-ungka-pan lahiriah dari pembaharuan ini. Ungkapan-ungkapan lahiriah ini, misalnya : tepuk tangan, tarian, dan sebagainya. hal-hal ini memang perlu dan dapat membangun suasana gembira dan sukacita, tetapi harus disadari bahwa sesungguhnya hal-hal ini hanyalah �bungkus� dan tidak hakiki. Ungkapan-ungkapan lahiriah ini tidak boleh dimutlakkan dan tidak boleh dipaksakan. Di samping itu ungkapan-ungkapan lahiriah dari pembaharuan ini sangat berbeda-beda, karena dipengaruhi latar belakang, budaya, watak, situasi setempat, dan lain-lain. Oleh karena ungka-pan lahiriah ini merupakan �bungkus� maka nilainya sekunder dan tidak hakiki, jadi bisa dipakai bisa tidak.

Arti Teologis

Arti teologis dari pembaharuan karismatik ini ialah keterbukaan kepada Roh Kudus dan karisma-karisma-Nya. Orang menyadari, bahwa karya Gereja sesungguhnya adalah karya Allah sendiri. Oleh karena itu dalam segala aktivitasnya orang bersandar dan bergantung pada kuasa Roh Kudus sendiri yang adalah Jiwa Gereja. Disini orang akan menyadari, bahwa tanpa Roh Kudus kita tidak dapat dan tidak akan mampu untuk melakukan karya-karya yang dipercayakan Allah kepada Gereja-Nya, seperti pewartaan, pertobatan, pembinaan dan pengudusan.

Arti ini yang sesungguhnya menjadi isi yang paling pokok, dan yang terpenting. Dalam arti teologis ini, melalui pembaharuan ini diharapkan orang dapat sungguh-sungguh terbuka kepada Roh Kudus, baik dalam hidup dan karyanya serta menyadari ketergantungan yang penuh kepada Roh Kudus dan kuasa-Nya. Sehingga dia sungguh-sungguh menjadi orang Katolik yang terbuka sepenuhnya terhadap kehadiran dan kuasa Roh Kudus.

Arti teologis dari pembaharuan karismatik ini mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Hidup dalam Roh

Kesadaran akan kehadiran baru Roh Kudus menyadarkan kita, bahwa seluruh hidup kita harus berada dalam tanda kehadiran-Nya. Dialah yang ha-rus menggerakkan seluruh hidup kita, menguasai serta menyadarkan kita akan ketergantungan kita yang total terhadap-Nya. Kita harus menjadari, bahwa �Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.� (Flp. 2:13) Kita menyadari peranan-Nya yang amat penting, bahkan yang bersi-fat pokok dan menentukan, dalam seluruh hidup kita. Hidup dalam Roh pada hakekatnya bukan lain daripada hidup yang dikuasai dan digerakkan seluruhnya oleh Roh Allah sendiri, tanpa menghilangkan kebebasan manusiawi kita. Seperti apa yang diungkapkan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Roma, �Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.� (Rm. 8:14) Atau lebih tepat lagi bila diterjemahkan dari bahasa aslinya : �Semua orang, yang digerakkan Roh Allah, adalah anak Allah.�

2. Hidup dalam bimbingan Roh Kudus 

Salah satu aspek Hidup dalam Roh ialah menyadari, bahwa seluruh hidup kita digerakkan oleh-Nya, berarti bahwa kita harus membiarkan diri dibimbing oleh-Nya. Bimbingan Roh ini bukan hanya pada saat-saat tertentu saja, melainkan pada keseluruhan hidup, dalam segala aktivitas kita. Kita harus sungguh-sungguh terbuka dan peka terhadap bimbingan-Nya serta sungguh-sungguh mengharapkannya. Bila kita menye-rahkan hidup kita kepada-Nya, Dia akan membimbing kita dalam segala hal, serta membawa kita kepada hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dengan demikian kita akan menjadi manusia yang kreatif sesuai dengan sifat Roh sendiri: Kamu tidak tahu dari mana datangnya dan ke mana perginya, demikianlah setiap orang yang dibimbing oleh Roh Allah seringkali tidak terduga, dan juga tidak dapat dise-lami manusia jasmani.

3. Pengenalan akan Allah dan Yesus Kristus

Kehadiran baru Roh Kudus menyebabkan kita mengenal Allah dan Putera-Nya Yesus Kristus secara pribadi. Oleh kehadiran Roh Kudus Bapa dan Yesus menjadi Pribadi yang sungguh-sungguh hidup, yang mengasihi, melindungi dan memelihara kita. Kasih-Nya boleh kita alami sungguh-sungguh. Kita tidak hanya tahu, bahwa Dia mengasihi kita, melainkan kita juga boleh mengalami kasih-Nya secara nyata. Melalui kehadiran Roh Kudus itu kita memasuki suatu hubungan yang pribadi dengan Allah dalam Yesus Kristus.

4. Menjadikan Yesus Tuhan dan Penyelamat kita

Pembaharuan Hidup dalam Roh membawakan kepada kita kehadiran baru Roh Kudus. Oleh kehadiran Roh Kudus itu kita boleh mengalami, bahwa Yesus sungguh-sungguh hidup. Kita juga menerima keyakinan, bahwa Yesus yang disalibkan itu telah bangkit kembali dan kini hidup dan memerintah bersama dengan Bapa. Kita juga disadarkan, bahwa Yesus adalah Tuhan dan Penyelamat kita. Oleh kehadiran Roh Kudus ini dengan sungguh-sungguh kita dapat berkata, bahwa Yesus adalah Tuhan. Roh Kudus menyadarkan kita pula, bahwa Yesus harus menjadi pusat hidup kita. Dialah yang harus meraja di dalam hidup kita oleh kuasa dan kehadiran Roh Kudus.

5. Keterbukaan terhadap karisma Roh Kudus

Pembaharuan dalam Roh membawakan kepada kita keterbukaan terhadap karunia-karunia Roh Kudus yang disebut karisma-karisma. Kita disadarkan, bahwa untuk karya pelayanan kita, Allah memberikan kepada kita karisma-karisma tersebut, supaya kita mampu melaksanakan karya Allah serta dapat memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus secara efektif. Karisma-karisma itu diberikan kepada kita demi kepentingan seluruh umat, diberikan secara cuma-cuma. Karisma-karisma itu sangat penting dan perlu bagi pelayanan kita dalam dunia dewasa ini. Karena itu kita harus mengusahakannya untuk kepentingan pelayanan kita, namun harus selalu tetap sadar, bahwa yang utama tetaplah iman, harapan dan kasih.

Bila dilihat dari arti teologisnya, maka sebenarnya pembaharuan karismatik ini merupakan program hidup seorang murid Kristus yang mau dan rela terbuka sepenuhnya terhadap bimbingan dan karya Roh Kudus. Pengalaman kehadiran dan kuasa Roh Kudus yang dialami dalam pencurahan Roh, pada dasarnya merupakan suatu awal yang baru, dimana seseorang memasuki hidup di dalam Roh. Dikatakan suatu awal yang baru, karena hidup dalam Roh ini dengan bantuan rahmat Tuhan, haruslah terus berkembang. Melalui hubungan pribadi dengan Allah yang terus dipupuk melalui hidup doa, peresapan Sabda Allah dalam Kitab Suci, penghayatan sakramen-sakramen dan latihan-latihan rohani lainnya, serta melalui pelbagai perjuangan serta pemurnian yang dialami jiwa, maka hidup di dalam Roh ini diharapkan berkembang sampai pada kepenuhannya, yaitu dalam persatuan cintakasih dengan Allah. Dan persatuan cintakasih dengan Allah, yang merupakan puncak karya Roh Kudus dalam jiwa itu, sesungguhnya telah dialami dan dinyatakan oleh para kudus, secara khusus seperti St.Theresia Avila dan St.Yohanes Salib. St.Yohanes Saliblah yang menuliskan pengalaman puncak karya Roh Kudus dalam karyanya �Nyala Hidup Cinta (The Living Flame of Love).� Dalam tahap ini, maka jiwa yang dibakar oleh Roh Kudus dan ikut serta menjadi �Nyala� itu sendiri, telah menjadi begitu bersatu dengan Allah, sehingga dia jauh lebih berharga untuk keselamatan jiwa-jiwa dan kesuburan Gereja.


In Spiritu Domini

Recent Post