Latest News

Thursday, May 23, 2013

Dipo : Franz Magnis Matanya Dangkal dan Memprovokasi

"Jadi, kata-kata Pak Magniz itu, maaf ya, dia matanya dangkal dan cenderung memprovokasi," kata Dipo di kantor Kepresidenan, kepada wartawan di Jakarta.

Dipo Alam

SEKRETARIS Negara Dipo Alam mengomentari protes yang disampaikan Franz Magnis atas penghargaan World Statesman Award yang bakal diterima SBY dari Appeal of Conscience Foundation (ACF).

Dipo Alam tidak setuju Presiden SBY dianggap tidak pernah membela minoritas.


"Saya tidak setuju kalau Franz Magnis bilang presiden tidak pernah ucapkan sepatah katapun tentang membela minoritas. Saya punya buktinya, baik di sidang kabinet, maupun hasil sidang kabinet, pidatonya ada. Jadi tidak mungkin kalau dibilang presiden tidak beri perhatian terhadap minoritas," kata Dipo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/5/2013).


"Jadi, kata-kata Pak Magniz itu, maaf ya, dia matanya dangkal dan cenderung memprovokasi," kata Dipo di kantor Kepresidenan, kepada wartawan di Jakarta.  "Melihat Indonesia seolah-olah yang hanya ada di TV dengan adanya konflik-konflik begitu."


Menurut Dipo penghargaan yang akan diberikan AFC bukan diminta pihak pemerintah Indonesia maupun SBY.


"Itu kan bukan kita yang minta. Yang jelas selama ini Presiden tidak pernah minta. Kita tidak ada minta-minta supaya ada penghargaan itu. Itu kan recogniztion mereka," ujar Dipo.


Namun, Dipo menyatakan adalah hak Frans Magnis menuliskan protesnya. Begitu pun dengan pemberi penghargaan adalah hak mereka untuk memberikan kepada siapa.


Lebih lanjut Dipo meminta agar Frans Magnis tidak membawa-bawa masalah Ahmadiyah, Syiah dan gereja Yasmin dan sebagainya dibawa-bawa untuk mewakili 250 juta penduduk negeri ini. Pun demikian, jangan hanya melihat yang ada di televisi, misalnya tindakan bakar-bakaran. Meskipun hal itu tidak dipungkiri terjadi.


"Kita negara besar dan times to times. Jadi kata-kata pak Magniz itu maaf kata ya, dia matanya dangkal, melihat Indonesia seolah-olah yang hanya ada di TV, dengan adanya konflik-konflik begitu," ujarnya.


Lebih jauh Dipo menjelaskan, masalah mayoritas dan minoritas janganlah diperdebatkan. Hal itu juga terjadi di belahan bumi lain, selain Indonesia.


"Timur di barat, semua itu ada. Di beberapa negara juga begitu. Yang penting adalah ketika presiden mengajak para gubernur dan bupati, mustinya mereka yang paling tahu, mustinya bisa mencegah, bukan kita melempar tanggung jawab,"katanya.


"Tapi sekali lagi saya enggak setuju lah itu Magniz, seolah-olah dia yang mewakili, jadi harus izin dia dulu," tambahnya.


Profesor bidang filsafat, Frans Magnis Suseno, menganggap sudah menjadi kewajiban bagi Dipo Alam selaku sekretaris kabinet untuk membela Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Adalah hak Pak Dipo Alam untuk memberikan pendapat, apalagi beliau wajib membela presiden," kata Frans kepada wartawan Kamis, 23 Mei 2013.

 

Franz Magnis Suseno memprotes penghargaan SBY

Frans Magnis melalui surat keberatannya memprotes :

Pemberian penghargaan dari lembaga yang berasal dari New York, Amerika Serikat, itu dengan dua pertimbangan.


Pertama, menurut Franz Magnis, SBY selama 8,5 tahun kepemimpinannya tidak pernah menyatakan kepada rakyat Indonesia untuk menghormati minoritas.


Kedua, SBY tidak pernah melindungi kelompok yang menjadi korban kekerasan seperti dalam kasus Ahmadiyah dan Syiah yang dicap sesat oleh kelompok aliran keras.


Menurut Frans Magnis, yang terpenting bagi Indonesia adalah mengakui terhadap identitas dan keutuhan kelompok minoritas. BIla penghargaan tetap diberikan kepada SBY, Franz Magnis menganggap hal tersebut mendiskreditkan klaim lembaga ACF yang menyebut diri, organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antarkepercayaan
 

 

Sumber : http://politik.pelitaonline.com/news/2013/05/23/dipo-franz-magnis-matanya-dangkal-dan-memprovokasi#.UZ6w2mdoHIU

Wednesday, May 22, 2013

Surat Protes Romo Franz Magnis Suseno SJ untuk ACF

Franz Magnis-Suseno, SJ

Pada akhir Mei 2013 ini, sebuah organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antar kepercayaan yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Appeal of Conscience Foundation (ACF), akan memberikan penghargaan negarawan dunia 2013 atau �World Statesman Award� kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Berikut terjemahan bebas surat protes Romo Franz Magnis-Suseno SJ yang ditujukan kepada ACF.
**

Surat Terbuka Romo Franz Magnis Suseno SJ untuk ACF
Tuan-tuan dan Puan-puan dari Banding dari Appeal of Conscience Foundation (ACF),
Saya seorang pastor Katolik dan profesor Filsafat dari Jakarta. Kami di Indonesia mendengar bahwa Anda akan memberikan Penghargaan Negarawan Dunia tahun ini kepada Presiden kami, Susilo Bambang Yudhoyono karena jasanya dalam merawat toleransi beragama.

Rencana itu sangat memalukan, dan mempermalukan Anda sendiri. Itu dapat mendiskreditkan klaim apapun akan Anda buat sebagai sebuah institusi berlandaskan moralitas.

Bagaimana mungkin Anda dapat mengambil keputusan seperti itu tanpa meminta masukan dari kami yang mengalaminya langsung Indonesia? Mudah-mudahan Anda tidak membuat keputusan tersebut sekadar untuk menanggapi desakan dari orang-orang yang dekat dengan Pemerintah kami ataupun rombongan di sekitar Presiden.

Apakah Anda tidak tahu tentang kesulitan umat Kristen untuk berkembang dan mendapatkan izin membuka tempat ibadah, tentang meningkatnya jumlah penutupan paksa terhadap gereja-gereja, tentang banyaknya regulasi yang membuat kaum minoritas lebih sulit beribadah kepada Tuhan, serta intoleransi tumbuh begitu pesat di tingkat akar rumput? Dan secara khusus, apakah Anda tidak pernah mendengar tentang sikap memalukan dan sangat berbahaya dari kelompok agama garis keras terhadap apa yang disebut ajaran sesat, seperti jemaah Ahmadiyah dan warga Syiah? serta pemerintah yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono tidak melakukan apa-apa dan enggan mengatakan sepatah kata pun untuk melindungi mereka? Ratusan orang yang hidup di bawah kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah diusir dari rumah mereka, mereka masih hidup sengsara di tempat-tempat pengungsian seperti gedung olahraga, bahkan sudah ada jemaah Ahmadiyah yang dibunuh dan warga Syiah yang tewas (sehingga muncul pertanyaan apakah Indonesia akan memburuk kondisinya seperti di Pakistan dan Iran [seperti yang dikatakan Presiden GW Bush] di mana setiap bulan ratusan orang Syiah dibunuh dengan dalih agama)?

Tidakkah Anda juga tahu bahwa presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak pertama kali menjabat sampai 8 1/2 tahun kini, di istananya belum pernah satu kali pun ia mengatakan sesuatu kepada rakyat Indonesia, bahwa kaum radikal harus menghormati kaum minoritas?  ia telah mempermalukan diri sendiri dengan menghindari tanggung jawab terhadap meningkatnya kekerasan yang menimpa jemaah Ahmadiyah dan warga Syiah?

Sekali lagi, siapa sih yang Anda mintai informasi sebelum membuat keputusan terkait penghargaan Anda tersebut? Apa yang menjadi motivasi Anda untuk memberikan penghargaan itu kepada Presiden terkait toleransi beragama padahal ia sangat jelas tidak memiliki keberanian sedikitpun untuk menunaikan tanggungjawabnya melindungi kaum minoritas?

Saya harus menambahkan bahwa saya bukan radikal, juga bukan �ekstrimis hak asasi manusia� (jika ada istilah seperti itu). Saya sekadar menunjukkan bahwa begitu banyak kemunafikan. Anda dipermainkan oleh mereka - yang jumlahnya masih sedikit - kaum radikal yang ingin memurnikan Indonesia dari apa saja yang mereka anggap sebagai ajaran sesat dan kafir.

Franz Magnis-Suseno SJ

Penerjemah Bebas: T. Nugroho Angkasa S.Pd


English Version :

Open Letter of Franz Magnis-Suseno to the ACF
Ladies and Gentlemen of the Appeal of Conscience Foundation (ACF),
I am a Catholic Priest and professor of philosophy in Jakarta. In Indonesia we learnt that you are going to bestow this year�s World Stateman Award to our President Susilo Bambang Yudhoyono because of his merits regarding religious tolerance.

This is a shame, a shame for you. It discredits any claim you might make as a an institution with moral intentions.

How can you take such a decision without asking concerned people in Indonesia? Hopefully you have not made this decission in response to prodding by people of our Government or of the entourage of the President.

Do you not know about the growing difficulties of Christians to get permits for opening places of prayer, about the growing number of forced closures of churches, about the growth of regulations that make worshipping for minorities more difficult, thus about growing intolerance on the grassroot level? And particularly, have you never heard about the shameful and quite dangerous attitudes of hardline religious groups towards so called deviant teachings, meaning members of the Achmadiyah and the Shia communities, and the government of Susilo Bambang Yudhoyono just doing nothing and saying nothing to protect them? Hundreds of their people have under Susilo Bambang Yudhoyono�s presidentship been driven out of their houses, they still live miserably in places like sports halls, there have allready Achmadis and Shia people been killed (so that the question arises whether Indonesia will deteriorate to conditions like Pakistan dan Iran [favor of President G. W. Bush] where every months hundreds of Shia people are being killed because of religious motivations)?

Do you not know that President Susilo Bambang Yudhoyono during his up to now 8 1/2 years in office has not a single time said something to the Indonesian people, that they should respect their minorities? That he has shamefully avoided responsibility regarding growing violence towards Achmadiyah and Shia people?

Again, whom did you ask for information before making you award choice? What could be your motivation to bestow upon this President a reward for religious tolerance who so obviously lacks any courage to do his duty protecting minorities?

I have to add that I am not a radical, not even a �human right extremist� (if such exist). I am just appaled about so much hypocrisy. You are playing in the hands of those � still few � radicals that want to purify Indonesia of all what they regard as heresies and heathen.

Franz Magnis-Suseno SJ





Monday, May 6, 2013

IMAN atau RASIO ?




IMAN atau RASIO? Ada dua ekstrim yang harus dihindari: Fideisme danRationalisme

Fideisme mengagungkan iman dan menganggap akal budi menghalangi karya Tuhan. Fiedeisme yaitu iman tanpa akal budi menjadikan manusia tidak manusiawi, contohnya adalah teroris, fundamentalisme agama.

Rationalisme mengagungkan akal budi dan menganggap iman tidak rasional karena tidak dapat diukur, menyebabkan ateisme. Rationalisme dalam Gereja menyebabkan ketidak percayaan terhadap mukjizat2x dalam Kitab Suci, dan tidak percaya adanya setan.

Roh manusia diibaratkan memiliki dua sayap, iman akal budi yang memampukan roh manusia terbang mencapai kontemplasi dalam kebenaran.
 
Iman dan akal Budi tidaklah bertentangan. Kita harus mendudukkan pada posisinya masing-masing. Ada pengetahuan yang tidak bisa dicapai akal budi manusia kecuali bila diberitahukan/diwahyukan Allah seperti misteri kesalamatan manusia oleh Yesus Kristus. Namun akal budi akan berusaha untuk mengerti apa yang diimaninya. Iman berusaha untuk memahami (St. Anselmus). 

Dengan memahami imannya, manusia beriman akan mencapai iman yang lebih besar dan pada gillirannya akan melahirkan cinta yang besar yang menjiwai imannya. Hingga akhirnya manusia dapat mengenal kebenaran seluruh wahyu Allah, artinya, mengenal keseluruhan rencana Allah dan misteri iman, demikian juga hubungannya antara yang satu dengan yang lain dan dengan Kristus, pusat misteri yang diwahyukan.

By Iman Katolik.

Source : indonesianpapist.com

Bagaimanakah Asal-usul Perayaan Natal ?




Gereja menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Hari Raya Natal untuk merayakan Hari Kelahiran Yesus Kristus. Gereja Katolik telah merayakan Natal sejak abad-abad pertama Gereja Katolik hadir. Daniel Rops, seorang sejarawan dari Prancis, mengatakan bahwa pada masa penganiayaan Gereja Katolik sampai keluarnya Edict Milan (313) yang memberikan kebebasan beragama kepada Gereja Katolik, umat Katolik telah merayakan Natal secara sembunyi-sembunyi di Katakombe-katakombe (makam bawah tanah) yang ada di Kekaisaran Romawi.  [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229].

Mendukung pernyataan Daniel Rops ini, saya tampilkan sebuah lukisanfresco abad ke-2 dari Gereja Katakombe St. Priscilla di Roma yang menggambarkan Nativity of Christ atau Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. 

Lukisan Fresco Kelahiran Yesus Kristus dari abad ke-2 di Katakombe St. Priscilla di Roma
Bapa Gereja Teofilus, Uskup Caesarea di Palestina (115-181 M), yang hidup dalam masa pemerintahan Kaisar Commodus mungkin adalah orang pertama yang secara eksplisit memberikan pernyataan mengenai Natal: 
“Kita harus merayakan hari kelahiran Tuhan kita pada tanggal 25 Desember yang akan berlangsung.” [Magdeurgenses, Cent. 2.c.6. Hospinian, de Origin Festorum Christianorum]

Sextus Julius Africanus (220 AD), walau tidak berbicara mengenai adanya perayaan Natal, ia secara implisit menyatakan bahwa 25 Desember sebagai tanggal kelahiran Kristus. Dalam bukunya Chronographia, ia mengatakan bahwa dunia diciptakan pada tanggal 25  Maret berdasarkan kronologi Yahudi dan sejarah Kristen Perdana. Ia mengatakan bahwa pada tanggal 25 Maret ini, Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia; hal ini membuatsense simbolis yang sempurna karena pada saat Penjelmaan ini, penciptaan yang baru dimulai. Berdasarkan Julius Africanus, karena Sang Firman Allah menjelma menjadi manusia sejak masa Dia dikandung oleh Perawan Maria, hal ini berarti setelah 9 bulan, Sang Firman Allah yang telah menjadi manusia itu lahir pada tanggal 25 Desember.

St. Hipolitus dari Roma, pentobat yang dulunya seorang anti-Paus pada masa penggembalaan Paus St. Zephyrinus, Paus St. Kallistus I, Paus St. Urbanus I dan Paus St. Pontianus, secara eksplisit juga menyatakan bahwa Yesus Kristus lahir pada tanggal 25 Desember:
Untuk kedatangan pertama Tuhan kita dalam daging, [terjadi] ketika Ia lahir di Betlehem, eight days before the kalends of January (25 Desember), hari keempat (Rabu) dalam minggu ketika Augustus (kaisar Romawi) dalam 42 tahun [pemerintahannya] tetapi dari Adam 5500 tahun. Ia (Yesus) menderita pada [usia] 33 tahun, eight days before the kalends of April (25 Maret), tahun kelimabelas Kaisar Tiberius ketika Rufus dan Roubellion dan Gaius Caesar, untuk keempat kalinya, dan Gaius Cestius Saturninus menjadi konsul [di Roma]. (St. Hippolytus of Rome (c. 225 AD), Commentary on Daniel 4.23.3)

Sedangkan, Bapa Gereja Yohanes, Uskup Nicea, memberitahu kita bahwaPaus St. Julius I (336-352) dengan bantuan tulisan-tulisan dari sejarawan Yahudi, Josephus, telah memastikan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember.

Pada akhir abad keempat, Uskup Epifanius dari Salamis (salah satu sejarahwan Gereja) memberikan kronologi kehidupan Tuhan Yesus Kristus di mana menurut Kalender Julian (saat ini Gereja Katolik Roma menggunakan Kalender Gregorian) tanggal 6 Januari adalah hari kelahiran Tuhan dan 8 November adalah hari pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan.

Pada permulaan abad kelima, biarawan terpelajar, St. Yohanes Kassianus dari Konstantinopel, pergi ke Mesir untuk mempelajari peraturan-peraturan biara di sana. Antara tahun 418 hingga 425, St. Yohanes Kassianus menulis laporan pengamatannya. Dia memberitahukan kita bahwa uskup-uskup di wilayah itu, pada masa tersebut, menganggap Pesta Epifani (Penampakan Tuhan) sebagai hari kelahiran Tuhan dan tidak ada perayaan terpisah dalam menghormati kelahiran Tuhan. Dia menyebut hal ini “tradisi kuno”. Kebiasaan lama ini segera memberi jalan bagi tradisi baru. Sementara mengunjungi St. Sirillus, Patriark Alexandria; Uskup Paulus dari Emesa berkhotbah pada perayaan kelahiran Tuhan Yesus pada 25 Desember tahun 432 M. Natal telah diperkenalkan kepada Mesir sebelum waktu kunjungan ini, dapat dikatakan sekitar 418 dan 432 M dan peristiwa ini menjadi bukti kuat berdasarkan kalender yang telah ada.

St. Gregorius dari Nazianzus, Bapa Gereja dan Uskup, selama tinggal di daerah Seleucia di Isauria (Turki sekarang) merayakan Natal untuk pertama kalinya di Konstantinopel pada tanggal 25 Desember 379.
St. Yohanes Krisostomos

St. Yohanes Krisostomos, Bapa Gereja dan Uskup, berkhotbah di Antiokia pada tanggal 20 Desember 386 dan karena kefasihan pewartaannya, ia berhasil mengajak umat beriman untuk menghadiri Natal 25 Desember 386. Sejumlah besar umat beriman hadir di Gereja ketika Natal dirayakan. Kita memiliki salinan khotbah St. Yohanes Krisostomos. Pada Pengantar khotbah, ia berkata bahwa ia berharap dapat berbicara kepada mereka mengenai perayaan Natal yang telah menjadi kontroversi besar di Antiokia. Dia mengusulkan kepada para pendengarnya untuk menghormati dan merayakan Natal dengan tiga dasar: Pertama, karena Natal telah menyebar dengan cepat dan pesat dan telah diterima dengan baik di berbagai daerah. Kedua, karena waktu pelaksanaan sensus pada tahun kelahiran Yesus dapat ditentukan dari berbagai dokumen kuno yang tersimpan di Roma; Ketiga, waktu kelahiran Tuhan Yesus dapat dihitung dari peristiwa penampakan malaikat kepada Zakarias, ayah Yohanes Pembaptis, di Bait Allah. Zakarias, sebagai Imam Agung, masuk ke dalam Tempat Mahakudus pada Hari Penebusan Dosa Yahudi (The Jewish Day of Atonement). Hari tersebut jatuh pada bulan September menurut kalender Gregorian. Enam bulan sesudah peristiwa ini, malaikat Gabriel datang kepada Maria dan enam bulan kemudian Yesus Kristus lahir, yaitu pada bulan Desember. St. Yohanes Krisostomos menyimpulkan khotbahnya dengan sanggahan telak terhadap orang-orang yang menolak bahwa Sang Allah telah menjadi manusia dan tinggal di dunia. St. Yohanes Krisostomos, dengan mengacu pada khotbah di atas, mengatakan dengan jelas bahwa pada masa tersebut, ketika perayaan Natal diperkenalkan di Timur, Natal telah dirayakan di Roma lebih dulu.

Melihat pemaparan di atas, saya sangat yakin bahwa Tuhan Yesus sungguh lahir pada tanggal 25 Desember. Tetapi saya juga sangat sadar bahwa Natal bukan sekadar soal tanggal lahir Tuhan Yesus.

Banyak orang-orang yang menolak dan skeptis terhadap Natal berusaha untuk mendiskreditkan Natal bahkan membuat mitos bahwa Natal adalah hasil adopsi dari perayaan pagan bernama Dies Natalis Solis Invicti yang sebenarnya ditetapkan Kaisar Aurelianus pada 25 Desember 274 untuk menandingi Natal Gereja Katolik. Bagaimanapun juga, pendiskreditan ini menunjukkan kesalahpahaman mengenai tentang apa itu Natal. Dalam Gereja, Natal adalah sebuah Hari Raya yang ditetapkan oleh Gereja untuk merayakan dan mengenang bahwa Allah  yang menjadi manusia tanpa kehilangan ke-Allah-anNya kini telah lahir untuk menyelamatkan kita dari dosa dan menebus dunia. Allah yang mahakasih itu menjadi seorang bayi kecil, lahir dari rahim seorang Perawan untuk membebaskan kita dari kematian dan dosa, inilah yang dinubuatkan Para Nabi di Perjanjian Lama.

Mereka yang menolak  atau skeptis terhadap Natal berpikir terlalu banyak mengenai istilah teknis dan angka-angka sedangkan mereka kehilangan makna dari Natal itu sendiri. Makna Natal bukanlah mengenai akte kelahiran lengkap dengan isinya, tetapi mengenai cinta kasih dari Allah yang telah menjadi manusia bagi kita.

Demikianlah secara singkat asal-usul Perayaan Natal yang kita rayakan 25 Desember setiap tahunnya. Perayaan Natal memang memiliki asal usul yang sangat tua dan telah dirayakan sejak zaman Gereja Perdana. Natal bukanlah perayaan pagan yang diadopsi masuk ke dalam Kekristenan, tetapi Natal adalah Perayaan Misteri Iman yang berasal dari dalam Kekristenan itu sendiri.


dikembangkan dari Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007, Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, dan berbagai sumber-sumber minor lainnya.

Pax et Bonum 

Source : indonesianpapist.com

Apakah Natal itu Hasil Adopsi dari Perayaan Pagan Romawi ?

Puritans against Christmas


Bila kita melihat artikel dari blog ini sebelumnya yang berjudul “Asal Usul Perayaan Natal”, maka kita akan melihat fakta menarik bahwa tanggal 25 Desember adalah hasil dari usaha-usaha Para Bapa Gereja berdasarkan perhitungan kalender dan studi sejarah untuk mencari tahu mengenai tanggal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perayaan pagan non-Katolik. Tetapi, banyak umat Kristen dan non-Kristen menganggap bahwa perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember adalah sebuah bentuk adopsi terhadap perayaan pagan kekaisaran romawi. Bahkan sejumlah umat non-Kristen menuduh Kaisar Konstantinus Agung menetapkan pada Konsili Nicea 325 M supaya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember sebagai bentuk adopsi terhadap perayaan pagan ke dalam Kekristenan. Mitos ini begitu terpatri kuat dalam benak banyak orang bahkan banyak umat Katolik sendiri terpengaruh dengan hal ini. 

Pertama-tama, dokumen Konsili Nicea I pada tahun 325 M sama sekali tidak berisi apapun mengenai Perayaan Natal. Silahkan cek isi Konsili Nicea I di artikel ini. Entah dari mana datangnya tuduhan bahwa Kaisar Konstantinus adalah orang yang menetapkan Natal. Terlihat sekali ada usaha untuk mendiskreditkan Katolik dengan menuduh demikian.

Kedua, Natal bukanlah sebuah perayaan yang diadopsi dari perayaan pagan Kekaisaran Romawi. Penjelasan mengenai hal ini cukup panjang.


A colonial Puritan governor stops the merrymaking of Christmas festivities (1883)

Pendapat bahwa Natal diadopsi dari perayaan pagan muncul pada abad ke-17 dari kalangan Protestan aliran Puritan di Inggris dan Presbiterian di Skotlandia. Kedua denominasi Protestan ini sangat membenci banyak hal-hal berbau Katolik atau yang memiliki asal-usul dari Gereja Katolik. Kemudian, seorang pendeta Protestan berkebangsaan Jerman bernama Paul Ernst Jablonski mendukung pernyataan dua denominasi di atas dengan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah perayaan pagan romawi yang mengkorupsi dan memaganisasi Kekristenan yang murni.

Klaim-klaim yang dipaparkan adalah bahwa Natal diadopsi dari dua perayaan pagan, Perayaan Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus dan Dies Natalis Solis Invicti (Birth of Unconquered Sun / Kelahiran Matahari tak tertaklukkan).

Banyak mitos beredar bahwa Saturnalia dirayakan pada tanggal 25 Desember sehingga orang-orang menganggap Natal diadopsi dari perayaan Saturnalia ini karena tanggalnya sama. Tetapi tidak seperti itu faktanya.

Perayaan Saturnalia adalah perayaan romawi kuno untuk penyembahan terhadap Dewa Saturnus. Pada permulaan bulan Desember, para petani sudah harus menyelesaikan segala aktivitas pertanian musim gugurnya (De Re Rustica, III.14) dan kemudian dilanjutkan dengan penyembahan terhadap Saturnus dengan sebuah perayaan bernama Saturnalia. Saturnalia resminya dirayakan pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember. Kaisar Augustus menguranginya menjadi tiga hari sehingga instansi-instansi sipil tidak perlu tutup lebih lama dari seharusnya, dan Kaisar Kaligula menambahkannya menjadi lima (Suetonius, XVII; Cassius Dio, LIX. 6). Terakhir, Kaisar Klaudis mengembalikan perayaan ini seperti semula. (Dio, LX.25). Jadi, mengapa dikatakan Natal diadopsi dari Saturnalia? Tidak ada tanggal 25 Desember pada Perayaan Saturnalia ini.


Kaisar Aurelianus
Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini adalah perayaan pagan romawi yang paling sering dijadikan dasar tuduhan bahwa Natal diadopsi dari perayaan Dies Natalis Solis  Invicti. Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki substansi sejarah mengingat Natal telah dirayakan secara sederhana di katakombe-katakombe sejak abad-abad awal. [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]. Fakta berbicara sebaliknya dari mitos ini. Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini justru adalah perayaan pagan yang ditetapkan untuk menandingi perayaan Natal Gereja Perdana (Gereja Katolik).



Kaisar Aurelianus yang memerintah dari tahun 270 M hingga tahun 275 M sangat membenci Kekristenan. Dia menetapkan Dies Natalis Solis Invicti pada tanggal 25 Desember 274 sebagai alat untuk mempersatukan kultus-kultus pemujaan pagan di sekitar Kekaisaran Romawi untuk merayakan “kelahiran kembali” matahari. Aurelianus memimpin sebuah kekaisaran yang nyaris runtuh akibat perpecahan internal, pemberontakan-pemberontakan, krisis ekonomi, dan serangan-serangan dari suku bangsa German di utara dan Kerajaan Persia di timur.

Dalam menetapkan perayaan baru ini, Aurelianus berharap “kelahiran kembali” matahari menjadi simbol harapan bagi “kelahiran kembali” Kekaisaran Romawi dengan merayakan penyembahan terhadap dewa yang menurut mereka telah membawa kekaisaran Romawi ke dalam kebesaran dan kejayaan di dunia.

Penetapan perayaan pagan pada tanggal 25 Desember 274 ini oleh Aurelianus bukan hanya sekadar manuver politik saja tetapi juga sebuah usaha untuk memberikan signifikansi pagan terhadap tanggal 25 Desember yang merupakan salah satu tanggal penting Gereja Perdana (Gereja Perdana=Gereja Katolik). Perkembangan Gereja Katolik yang pesat sejak kelahirannya pada tahun 33 M saat Pentakosta semakin hari semakin memberi dampak dan pengaruh yang besar terhadap Kekaisaran Romawi. Hal ini menurut Aurelianus dan beberapa Kaisar Romawi lainnya perlu dihilangkan. Penetapan Dies Natalis Solis Invicti ini dapat kita katakan sebagai salah satu usaha Aurelianus untuk menandingi perayaan Natal Gereja Katolik yang merayakan kelahiran Sang Terang Abadi dan Tak Tertaklukan, Yesus Kristus.

Terlepas dari pasti atau tidak pastinya tanggal 25 Desember sebagai tanggal asli kelahiran Kristus, Natal tetaplah merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus. Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi sebuah perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik sendiri. Pernyataan bahwa Natal adalah perayaan pagan yang diadopsi oleh Gereja Katolik adalah pernyataan yang sama sekali merupakan sebuah mitos.


Referensi:
1. Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, Ph. D.
2. Calculating Christmas by William J. Tighe (Professor Sejarah dari Muhlenberg  College di Allentown, Pennsylvania), diterbitkan di majalah Touchstone December 2003
3. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007

Source : indonesianpapist.com

Sunday, May 5, 2013

Apakah Arkeologi Menguatkan atau Menentang Injil ?




Bukti Ilmiah Injil

Apakah Arkeologi Menguatkan
atau Menentang Injil?

Pengantar

Ratusan penemuan arkeologis dari abad pertama telah digali. Apakah arkeologi meneguhkan atau melemahkan Injil bila detil-detil dalam Injil diperiksa?
Dasar pikirannya adalah jika detil-detil kurang penting dari Injil terbukti akurat dari waktu ke waktu, ini akan meningkatkan keyakinan kita dalam material lain dalam Injil yang tidak dapat langsung diperiksa.

Berikut contoh beberapa kasus bagaimana Injil dapat bertahan menghadapi serangan para kritikus.


Keakuratan Lukas sebagai Seorang Sejarawan

Lukas, adalah tabib dan sejarawan yang menulis Injil Lukas dan Kitab Kisah Para Rasul. Apakah Lukas adalah sejarawan yang dapat dipercaya bahwa ia menuliskan segala sesuatunya dengan benar? Ketika para arkeologis memeriksa detil-detil dari apa yang ia tuliskan, apakah mereka menyimpulkan bahwa Lukas teliti atau ceroboh?

Para sarjana melihat Lukas sangat akurat sebagai seorang sejarawan. Ia terpelajar. Ia pandai berbicara. Bahasa Yunani Lukas mendekati kualitas yang unggul. Ia menulis sebagai seorang pria berpendidikan, dan penemuan-penemuan arkeologis menunjukkan lagi dan lagi bahwa Lukas akurat dalam apa yang ia tuliskan.

    Misalnya, dalam Lukas 3:1, ia mencatat Lisanias sebagai raja wilayah Abilene sekitar tahun 27 M. Selama bertahun-tahun para sarjana menunjuk ini sebagai bukti bahwa Lukas tidak mengerti apa yang ia bicarakan, karena Lisanias bukan seorang raja melainkan pemerintah Chalcis setengah abad sebelumnya. Jika Lukas tidak dapat memberikan fakta dasar yang benar, maka tulisannya tidak dapat dipercaya.

     Tetapi  selanjutnya, sebuah prasasti yang berasal dari waktu ketika Tiberius, dari tahun 14 sampai 37 M, ditemukan. Prasasti itu menyebutkan Lisanias sebagai raja di Abilene, dekat Damaskus, persis seperti yang dituliskan Lukas.

    Contoh lain adalah Kisah Para Rasul 17:6, pada pemakaian kata 'politarchs' yang diterjemahkan sebagai `pembesar-pembesar kota`. Selama waktu yang lama, orang-orang berpikir bahwa Lukas keliru, karena tidak ditemukan bukti adanya istilah 'politarchs' di dokumen-dokumen Roma kuno.

     Tetapi kemudian sebuah tulisan yang tertoreh di sebuah lengkungan abad pertama, diawali dengan: 'Pada waktu ketika politarchs'. Anda dapat pergi ke British Museum dan melihatnya sendiri. Para arkeologis juga telah menemukan lebih dari 35 tulisan prasasti yang menyebutkan kata 'politarchs'. Beberapa dari tulisan ini ada di Tesalonika dari periode yang sama yang dirujuk oleh Lukas. Sekali lagi para kritikus salah dan Lukas yang benar.


Dalam Lukas 18:35 Yesus sedang berjalan ke Yerikho ketika Ia menyembuhkan seorang buta bernama Bartimeus, sementara Markus 10:46 berkata bahwa ia keluar dari Yerikho. Tidakkah ini merupakan kontradiksi yang tajam yang menimbulkan keraguan terhadap dapat dipercayanya Perjanjian Baru?

Tidak sama sekali. Itu muncul sebagai kontradiksi hanya karena Anda berpikir dalam istilah yang kontemporer, di mana kota-kota dibangun dan tetap begitu adanya. Namun tidaklah demikian kasusnya di masa lampau.

     Yerikho setidaknya berada di 4 lokasi berbeda 1/4 mil jauhnya pada masa-masa kuno. Kota itu dihancurkan dan dibangun kembali dekat persediaan air lain atau sebuah jalan baru atau lebih dekat ke sebuah gunung atau apa saja. Intinya adalah, Anda dapat keluar dari lokasi yang satu, di mana Yerikho ada dan menuju ke lokasi lain, di mana Yerikho juga ada.

     Jadi baik Lukas maupun Markus dapat sama-sama benar. Yesus bisa saja keluar  dari satu area di Yerikho dan masuk area Yerikho yang lain.

Seseorang arkeologis terkemuka dengan hati-hati memeriksa rujukan-rujukan Lukas pada 32 negara, 54 kota,dan 9 pulau, dan ia tidak menemukan satu kesalahan pun.
     Jika Lukas begitu akurat dan cermat dalam melaporkan sejarah, maka ia tentu secara akurat juga melaporkan hal-hal yang jauh lebih penting, tidak hanya baginya namun bagi orang-orang lain juga. Sebagai contoh tentang kebangkitan Yesus, bukti yang paling berpengaruh dalam ketuhanan-Nya, yang oleh Lukas ditegaskan dengan kuat oleh: 'banyak tanda ... membuktikan ...' (Kisah Para Rasul 1:3).


Bukti bahwa Yohanes Dapat Dipercaya

Bagaimana dengan Yohanes, yang Injilnya kadangkala dianggap mencurigakan karena ia berbicara tentang lokasi-lokasi yang tidak dapat dibuktikan benar?

Ada beberapa penemuan yang telah menunjukkan bahwa Yohanes sangat akurat. Sebagai contoh Yohanes 5:1-15 mencatat bagaimana Yesus menyembuhkan seorang cacat di kolam Betesda. Yohanes memberikan informasi detil bahwa kolam itu memiliki 5 serambi. Selama waktu yang lama orang-orang mengutip ini sebagai suatu contoh ketidakakuratan Yohanes, karena belum ditemukan satu tempat pun yang seperti itu.

     Namun baru-baru ini kolom Betesda telah digali. Kolam ini terdapat sekitar 40 kaki di bawah tanah. Kolam ini memiliki 5 serambi, tepat seperti yang dijelaskan oleh Yohanes. Dan ada juga penemuan-penemuan lain, seperti: kolam Siloam (Yohanes 9:7), sumur Yakub (Yohanes 4:12), bahkan identitas Pilatus sendiri, semuanya memberikan bukti ketepatan historis bagi Injil Yohanes.

     Jadi ini membantah tuduhan bahwa 'Injil Yohanes ditulis begitu lama setelah kehidupan Yesus sehingga itu tidak mungkin akurat'.


Sensus

Lukas 2:2 mencatat bahwa sensus yang membawa Yusuf dan Maria ke Betlehem dilangsungkan ketika Kirenius menjadi wali negeri di Siria dan selama pemerintahan Herodes Agung. Ini menimbulkan masalah yang signifikan karena Herodes meninggal tahun 4 SM, dan Kirenius mulai memerintah tahun 6 M. Bagaimana Anda menangani ketidaksesuaian ini?

Seorang arkeologis terkemuka bernama Jerry Vardaman telah menemukan sebuah koin dengan nama Kirenius di atasnya. Ini menunjuk Kirenius sebagai prokonsul Siria dan Kilikia dari tahun 11 SM sampai dengan setelah kematian Herodes. Dengan demikian maka ada 2 nama Kirenius: satu yang memerintah hingga 4 SM, dan satu lagi yang memerintah setelah 6 M. Suatu hal yang biasa bila banyak orang memiliki nama Roma yang sama. Sensus ini pasti berlangsung selama pemerintahan Kirenius yang lebih awal.


Keberadaan Nazaret

Matius 2: 23 mencatat sebuah kota Nazaret, tempat Yesus menghabiskan masa kecil-Nya.
Kota Nazaret tidak pernah disebutkan oleh Rasul Paulus, atau oleh Talmud (yang mendaftar 63 kota Galilea lainnya), atau oleh Josephus (yang mendaftar 45 desa dan kota Galilea lainnya, termasuk Japha, yang berlokasi tepat 1 mil jauhnya dari Nazaret saat ini). Tidak ada sejarawan atau ahli geografi kuno yang menyebutkan Nazaret sebelum permulaan abad keempat. Nama itu pertama kali muncul dalam literatur Yahudi dalam puisi yang ditulis sekitar abad ke 7 M. Adakah penemuan arkeologis bahwa Nazaret ada selama abad pertama?

Dr. James Strange dari University of South Florida mencatat bahwa ketika Yerusalem runtuh tahun 70M, para imam tidak lagi dibutuhkan dalam Bait Suci karena bait itu telah dihancurkan, jadi mereka diutus ke berbagai lokasi lainnya, bahkan sampai ke Galilea. Para arkeologis telah menemukan sebuah daftar dalam bahasa Aram yang menjelaskan ke-24 keluarga para imam yang dipindahkan, yang salah satu dari mereka dipindahkan ke Nazaret. Ini menunjukkan bahwa Nazaret benar-benar ada pada saat itu.


Sebuah Buku Sumber yang Luar Biasa Akurat

Peneguhan arkeologi yang berulang-ulang atas keakuratan Perjanjian Baru memberikan penguatan penting bahwa Perjanjian Baru dapat dipercaya. Ini sangat kontras dengan fakta bahwa arkeologi telah menghancurkan Mormonisme. 

     John Ankerberg dan John Weldon menyimpulkan Mormonisme dalam sebuah buku, 'Tidak ada kota-kota dalam Book of Mormon yang pernah ada. Tidak ada orang-orang, tempat, bangsa, atau nama dalam Book of Mormon pernah ditemukan. Tidak ada artifak-artifak Book of Mormon, tidak ada kitab-kitab Book of Mormon, tidak ada tulisan-tulisan prasasti Book of Mormon'.

     Seorang arkeologis terkemuka Australia, Clifford Wilson menulis, "Mereka yang mengetahui fakta-faktanya kini mengakui bahwa Perjanjian Baru harus diterima sebagai buku sumber yang luar biasa."

Sumber :
Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus, Penerbit Gospel Press, 
PO BOX 238, Batam Center, 29432. Fax 021-7470-9281

Source : pemudakristen.com

Adakah Bukti Tentang Yesus Yang Dapat Dipercaya Di Luar Injil ?



Adakah Bukti Tentang Yesus Yang Dapat Dipercaya Di Luar Injil ?

Adakah tulisan-tulisan di luar keempat Injil yang mendukung hal-hal penting mengenai Yesus atau Kekristenan mula-mula?

Tulisan Josephus

Josephus adalah seorang sejarawan Yahudi yang sangat penting pada abad pertama. Ia dilahirkan tahun 37 M, dan ia menulis sebagian besar karya-karyanya menjelang akhir abad pertama.

Ia adalah seorang imam, seorang Farisi. Karyanya yang berjudul The Antiquities merupakan suatu sejarah umat Yahudi dari penciptaan sampai pada masanya. Ia menyelesaikannya sekitar akhir tahun 93 M.

Ia menjadi sangat populer di antara orang-orang Kristen, karena dalam tulisannya ia merujuk kepada Yakobus, saudara laki-laki Yesus, dan kepada Yesus sendiri. Dalam The Antiquities ia mendeskripsikan bagaimana seorang imam besar bernama Ananias mengambil keuntungan dari kematian gubernur Roma Festus, yang juga disebutkan dalam Perjanjian Baru, untuk membuat Yakobus dibunuh. Ini merupakan rujukan kepada saudara laki-laki Yesus, yang tampaknya telah bertobat karena penampakan diri Yesus yang bangkit (Yohanes 7:5 ; 1 Korintus 15:7).

Dalam karyanya yang berjudul The Testimonium Flavinum, Josephus menulis:

"Pada kira-kira waktu ini, hiduplah Yesus, seorang yang bijaksana, jika memang seseorang seharusnya menyebut dia seorang manusia. Karena ia adalah seseorang yang mengadakan hal-hal yang mengejutkan dan adalah seorang guru bagi orang-orang yang menerima kebenaran dengan senang hati. Ia memenangkan banyak orang Yahudi dan banyak orang Yunani. Ia adalah Sang Kristus. Ketika Pilatus, karena mendengar bahwa ia dikenai tuduhan oleh orang-orang dengan jabatan tertinggi di antara kami, telah menjatuhkan hukuman salib kepadanya, mereka yang dari mulanya sudah mengasihi dia tidak melepaskan kasih sayang mereka kepadanya. Pada hari ketiga ia menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan kembali hidup, karena nabi-nabi Tuhan telah menubuatkan hal-hal ini dan tak terhitung banyaknya hal-hal menakjubkan lainnya mengenai dia. Dan suku Kristen, demikian mereka disebutkan menurut namanya, sampai saat ini masih ada."

Ini merupakan bukti menguatkan yang meneguhkan mengenai Yesus dan kebangkitan-Nya.


Tulisan Tacitus

Tacitus mencatat  rujukan yang penting mengenai Yesus di luar Perjanjian Baru. Pada tahun 115 M, ia secara eksplisit menyatakan bahwa Nero menganiaya orang-orang Kristen sebagai kambing hitam untuk mengalihkan kecurigaan dari dirinya sendiri atas kebakaran besar yang menghancurkan Roma tahun 64 M. Tacitus menulis:

"Nero melemparkan kesalahan dan melakukan penyiksaan yang paling hebat terhadap suatu kelas yang mereka benci, yang disebut orang-orang Kristen oleh populasi itu. Christus, dari mana nama tersebut berasal, menderita hukuman yang luar biasa selama pemerintahan Tiberius di tangan salah satu prokurator kita, Pontius Pilatus, dan takhyul yang paling jahat, yang dihentikan saat itu, sekali lagi pecah tidak hanya di Yudea, sumber pertama kejahatan itu, namun bahkan di Roma...
Sehubungan dengan itu, penangkapan pertama kali diadakan atas semua yang dituduh bersalah: kemudian, dari informasi mereka, orang banyak dalam jumlah yang sangat besar dihukum, bukan karena kejahatan membakar kota, melainkan karena kebencian terhadap umat manusia."

Perhatikan, pada saat Tacitus mengatakan: 'takhyul yang paling jahat, yang dihentikan saat itu, sekali lagi pecah', secara tidak sadar memuat kesaksian akan kepercayaan orang-orang Kristen mula-mula bahwa Yesus telah disalibkan, namun kemudian bangkit dari kubur.

Ini memberikan kita suatu fakta yang luar biasa, yakni: penyaliban adalah nasib paling menjijikkan yang dapat dialami oleh siapapun, dan fakta bahwa ada suatu gerakan berdasarkan seseorang yang disalibkan harus dijelaskan.

Bagamana Anda dapat menjelaskan penyebaran suatu agama yang berdasar pada penyembahan seseorang yang telah menderita kematian yang paling memalukan? Tentu saja, jawabannya hanya satu: karena Ia telah bangkit.

Ini merupakan suatu kesaksian penting oleh seorang saksi yang tidak simpatis terhadap keberhasilan dan penyebaran Kekristenan, berdasar pada seorang figur historis Yesus yang telah disalibkan pada pemerintahan Pontius Pilatus. Dan Tacitus juga melaporkan bahwa 'orang banyak yang sangat besar berpegang sangat kuat pada kepercayaan-kepercayaan mereka, sehingga mereka lebih bersedia mati daripada menarik kembali kepercayaannya'. 


Tulisan Pliny the Younger

Pliny the Younger adalah seorang gubernur Bitinia di Turki barat laut. Banyak surat-menyuratnya dengan sahabatnya, Kaisar Trajan, dipelihara sampai saat ini. Dalam buku ke-10 dari surat-surat ini, ia secara spesifik merujuk pada orang-orang Kristen yang telah ditangkapnya:

"Aku telah bertanya: apakah mereka adalah orang-orang Kristen, dan jika mereka mengakuinya, aku mengulangi pertanyaan itu untuk kedua dan ketiga kalinya, dengan suatu peringatan akan hukuman yang menanti mereka. Jika mereka tetap mengakuinya, aku akan memerintahkan agar mereka dibawa pergi untuk hukuman mati; karena, apa pun sifat pengakuan mereka, aku yakin bahwa kekeras-kepalaan dan ketegaran mereka yang tak tergoyahkan tidak seharusnya tidak dihukum...
Mereka juga menyatakan bahwa jumlah total dari kesalahan atau kekeliruan mereka tidak berjumlah lebih dari ini: mereka bertemu secara teratur sebelum subuh pada suatu hari yang telah ditentukan untuk menyanyikan ayat-ayat secara bergantian di antara mereka sendiri untuk menghormati Kristus seperti kepada seorang tuhan, dan juga untuk mengikat diri mereka dengan sumpah, bukan untuk tujuan kriminal apapun, melainkan untuk menjauhkan diri dari pencurian, perampokan dan perzinahan...
Ini membuatku memutuskan bahwa semuanya itu menjadikan lebih perlu untuk mendengarkan kejadian sebenarnya dari penyiksaan dua hamba wanita, yang mereka sebut diaken-diaken. Aku tidak menemukan apa-apa selain pemujaan yang merosot sampai pada tingkat yang berlebih-lebihan."

Ini ditulis sekitar tahun 111 M. Ini menjelaskan penyebaran Kekeristenan yang cepat, baik di dalam kota maupun di area pedesaan, di antara orang-orang dari semua kelas, para hamba wanita maupun warga-warga kota Roma, karena ia juga menyebutkan bahwa ia mengirim orang-orang Kristen yang adalah warga kota Roma ke Roma untuk persidangan.

Itu juga berbicara tentang penyembahan kepada Yesus sebagai Tuhan, bahwa orang-orang Kristen mempertahankan standar-standar etis yang tinggi, dan bahwa mereka tidak mudah digoyahkan dari kepercayaan-kepercayaan mereka.

Mari berbuat seolah-olah kita tidak memiliki Perjanjian Baru ataupun tulisan-tulisan Kristen lainnya. Tanpa tulisan-tulisan mereka, apa yang dapat kita simpulkan mengenai Yesus dari sumber-sumber non-Kristen kuno, seperti Josephus, Tacitus, Pliny the Younger, dan lain-lainnya?
Kita tetap akan memiliki bukti historis penting dalam jumlah yang sangat banyak, dan itu akan memberikan semacam garis besar kehidupan Yesus:
  1. Ia adalah seorang guru Yahudi. 
  2. Banyak orang percaya Ia melakukan penyembuhan-penyembuhan dan keajaiban-keajaiban
  3. Beberapa orang percaya bahwa Ia adalah Sang Mesias.
  4. Ia ditolak oleh para pemimpin Yahudi.
  5. Ia disalibkan di bawah pemerintahan Pontius Pilatus dalam masa kekaisaran Tiberius.
  6. Meskipun kematian-Nya memalukan, pengikut-pengikut-Nya, yang percaya Ia bangkit, menyebar ke luar Palestina, sehingga terdapat banyak sekali dari mereka di Roma pada tahun 64 M.
  7. Bermacam-macam orang dari kota-kota dan desa-desa, laki-laki dan perempuan, hamba dan orang merdeka, menyembah-Nya sebagai Tuhan.

Benar-benar Bangkit dari Kematian

Kita juga memiliki berjilid tulisan 'bapa-bapa rasuli', yang adalah para penulis Kristen yang paling awal setelah Perjanjian Baru. Mereka menulis The Espistle of RomeThe Epistle of IgnatiusThe Espistle of Polycarp, dan lain-lainnya. Di banyak tempat tulisan-tulisan ini menuliskan fakta-fakta mendasar tentang Yesus, khususnya ajaran-ajaran-Nya, penyaliban-Nya, kebangkitan-Nya, dan sifat-sifat ilahi-Nya.

Dalam tulisan Ignatius, ia menekankan baik ketuhanan Yesus dan kemanusiaan Yesus. Ia juga menekankan tiang penyokong histori Kekristenan. Dalam perjalanannya sebelum dihukum mati, ia menulis bahwa Yesus benar-benar dihukum mati di bawah pemerintahan Pilatus, benar-benar disalibkan, benar-benar dibangkitkan dari kematian, dan bahwa yang percaya kepada-Nya akan dibangkitkan juga.
Ignatius, penilik Antiokhia di Siria, menjadi martir selama kekaisaran Trajan sebelum tahun 117 M.


Kesimpulan

Kumpulkan ini semua: tulisan Josephus, tulisan para sejarawan dan pejabat Roma, tulisan-tulisan Yahudi, dan tulisan 'bapa-bapa rasuli', maka Anda akan mendapatkan bukti yang meyakinkan yang menguatkan semua hal-hal penting yang terdapat dalam Injil. Bahkan jika Anda tidak menyertakan semua salinan terakhir dari Injil-injil, Anda akan tetap memiliki gambaran Yesus yang amat sangat memikat, suatu gambaran dari Anak Allah yang unik.

Sumber:
Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus, Penerbit Gospel Press, 
PO BOX 238, Batam Center, 29432. Fax 021-7470-9281

Source : pemudakristen.com

Apakah Biografi-biografi Yesus dapat Bertahan Menghadapi Penelitian yang Seksama ?



Menguji Bukti Saksi Mata Injil



Apakah Biografi-biografi Yesus dapat Bertahan
Menghadapi Penelitian yang Seksama?



Pengantar
Apakah para penulis Injil ini tertarik untuk mencatat apa yang sebenarnya terjadi?

Bagaimana kita dapat yakin bahwa material mengenai kehidupan dan ajaran-ajaran Yesus telah dipelihara dengan baik selama 30 tahun sebelum akhirnya dituliskan dalam keempat Injil?

Adakah suatu bukti ketidakjujuran atau imoralitas yang mungkin menodai kemampuan atau kemauan mereka untuk menyampaikan sejarah secara akurat?

Bukankah terdapat ketidaksesuaian yang tidak dapat dirujukkan antara Injil-injil?

Penulis-penulis Injil adalah orang-orang yang mengasihi Yesus. Mereka bukan pengamat-pengamat netral. Mereka adalah pengikut-pengikut-Nya yang penuh pengabdian. Tidakkah itu menimbulkan kemungkinan bahwa mereka akan mengubah hal-hal untuk membuat-Nya tampak baik?

Apakah para penulis Injil memasukkan material yang mungkin memalukan - yang membuat mereka merasa tidak nyaman - yang mungkin sukar dijelaskan, atau  mereka menyembunyikannya untuk membuat diri mereka sendiri kelihatan baik?

Ketika Injil-injil menyebutkan orang-orang, tempat-tempat, dan peristiwa-peristiwa, apakah mereka memeriksa kebenarannya dalam kasus-kasus, dimana mereka dapat diverifikasi secara independen?

Adakah orang-orang lain yang akan menentang atau mengoreksi Injil-injil, jika ke empatnya telah diubah atau salah?

Untuk menjawab hal-hal tersebut, kita melakukan 8 tes di bawah ini:

1. Tes Maksud

Apakah para penulis Injil ini tertarik untuk mencatat apa yang sebenarnya terjadi?Ya, mereka tertarik. Anda dapat melihatnya pada permulaan Injil Lukas:
Teofilus yang mulia, banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu,  supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.
(Lukas 1: 1-4)

Lukas dengan jelas mengatakan bahwa ia bermaksud untuk menuliskan secara akurat hal-hal yang ia investigasi dan yang didukung dengan baik oleh para saksi mata.

Bagaimana dengan Injil-injil lainnya? Mereka tidak diawali oleh pernyataan-pernyataan yang serupa. Apakah itu berarti mereka tidak memiliki maksud-maksud yang sama?Benar bahwa Markus dan Matius tidak memiliki pernyataan eksplisit semacam ini. Bagaimanapun juga, gaya bahasa mereka mirip dengan Lukas, dan kelihatannya masuk akal bila maksud historis Lukas mencerminkan maksud historis mereka.

Dan Yohanes?Satu-satunya pernyataan lain mengenai Injil dicatat terdapat dalam Yohanes 20:31, 'Tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya'.

Itu kedengaran lebih seperti suatu pernyataan teologis daripada suatu pernyataan historis.
Teologi harus mengalir dari sejarah yang akurat. Pertimbangkan juga bagaimana keempat Injil ditulis, ditulis dalam suatu gaya yang tenang dan bertanggung jawab, dengan detil-detil sepele yang akurat, dengan ketelitian yang tepat dan jelas. Anda tidak akan menemukan bumbu-bumbu tulisan yang aneh dan pemitologian yang mencolok yang anda lihat dalam banyak tulisan-tulisan kuno lainnya. Jadi cukup nyata bahwa sasaran para penulis Injil adalah berusaha mencatat apa yang benar-benar terjadi.

2. Tes Kemampuan


Bagaimana kita dapat yakin bahwa material mengenai kehidupan dan ajaran-ajaran Yesus telah dipelihara dengan baik selama 30 tahun sebelum akhirnya dituliskan dalam keempat Injil? Tidakkan memori-memori yang cacat, impian khayalan, dan berkembangnya legenda akan mencemari penulisan Injil-injil?Kita harus mengingat bahwa kita membicarakan suatu negeri lain pada suatu waktu dan tempat yang jauh dan dalam suatu kebudayaan yang belum menemukan komputer atau bahkan mesin cetak. Buku-buku (gulungan-gulungan papirus) relatif jarang. Dengan demikian pendidikan, pembelajaran, penyembahan, pengajaran dalam komunitas-komunitas religius, semua dilakukan dengan mengucapkan kata-kata melalui mulut.

Para rabi menjadi terkenal karena menghafal seluruh Perjanjian Lama di luar kepala.  Jadi sangat mungkin bahwa murid-murid Yesus mampu menghafal di luar kepala lebih banyak daripada apa yang tercatat dalam keempat Injil dan kemudian meneruskannya secara akurat.


Bermain Telepon-teleponan

Mungkin Anda telah melakukan permainan-permainan telepon-teleponan: seorang anak membisikkan, "Kamu adalah sahabat terbaikku", dan ini dibisikkan ke anak-anak lain dalam suatu lingkaran besar sampai pada akhirnya itu menjadi sangat berubah misalnya menjadi, "Kamu adalah sahabat terburukku". Bukankah ini merupakan suatu analogi yang bagus bagi apa yang mungkin terjadi pada tradisi oral tentang Yesus?
Tidak, tidak juga. Dalam permainan tersebut, separuh keasyikannya adalah bahwa orang itu mungkin tidak menerima secara benar, dan mereka tidak boleh meminta orang pertama untuk mengulanginya. Kemudian Anda segera meneruskannya, juga dalam nada berbisik yang mungkin membuat orang berikutnya semakin keliru mendengarnya. Jadi ya, pada saat kalimat itu diedarkan dalam sebuah ruangan berisi 30 orang, hasilnya akan sangat meriah.

Itu bukan suatu analogi yang bagus bagi penerusan tradisi oral kuno. Jika Anda benar-benar ingin mengembangkan analogi tersebut  bagi penerusan tradisi oral kuno, Anda harus mengatakan bahwa setiap orang yang ikut menyampaikan pesan, harus secara keras-keras dengan suara yang sangat jelas bertanya kepada orang pertama, 'Apakah saya masih mengatakannya dengan benar?' dan mengubahnya jika salah.
Komunitas tersebut akan secara konstan memonitor apa yang telah dikatakan dan campur tangan untuk memberikan koreksi-koreksi. Itu akan memelihara integritas pesan tersebut. Dan hasilnya akan sangat berbeda dari hasil suatu permainan telepon-teleponan yang kekanak-kanakan.

3. Tes Karakter

Adakah suatu bukti ketidakjujuran atau imoralitas yang mungkin menodai kemampuan atau kemauan mereka untuk menyampaikan sejarah secara akurat?Sama sekali tidak ada bukti mengenai hal-hal tersebut. Mereka adalah orang-orang dengan integritas besar. Mereka melaporkan kata-kata dan tindakan Yesus yang memanggil mereka ke suatu tingkat integritas yang sangat sukar yang dikenal dalam agama manapun. Mereka bersedia hidup menurut kepercayaan-kepercayaan mereka, bahkan sampai titik ketika sepuluh dari sebelas murid yang masih tinggal  dibunuh secara  mengerikan, yang menunjukkan karakter yang sangat kuat.

Dalam hal kelurusan hati, kejujuran, kebajikan dan moralitas, orang-orang ini memiliki suatu catatan prestasi yang harus membuat kita iri.

4. Tes Konsistensi

Berikut ini adalah sebuah tes untuk menguji kelemahan Injil-injil yang sering dituduhkan para skeptik.
Bagaimanapun juga, bukankah mereka benar-benar saling berkontradiksi satu dengan yang lainnya? Bukankah terdapat ketidaksesuaian yang tidak dapat dirujukkan antara Injil-injil? Dan jika memang ada, bagaimana seseorang dapat mempercayai apa yang mereka katakan?
Dalam studi-studi kebudayaan dengan tradisi oral, ada suatu kebebasan untuk memvariasikan sekian banyak dari kisah yang diceritakan pada saat-saat tertentu. Bagaimanapun juga, selalu tetap ada pokok-pokok yang tetap dan tidak dapat diubah, dan komunitas tersebut memiliki hak untuk campur tangan dan mengkoreksi Si Pencerita jika ia melakukan kekeliruan dalam aspek-aspek penting kisah tersebut.

Banyak kemiripan dan perbedaan di antara Injil-injil sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) dapat dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa para murid dan orang-orang Kristen mula-mula lainnya telah menghafalkan di luar kepala dari apa yang Yesus katakan dan lakukan, namun mereka bebas untuk menyampaikan informasi ini dalam bentuk-bentuk yang bervariasi, dengan tetap selalu memelihara apa yang penting dari ajaran-ajaran dan perbuatan Yesus.

Yang menarik bahwa variasi di antara Injil-injil sinoptik dalam bagian manapun berkisar antara 10 sampai dengan 40 persen. Keempat Injil dalam Alkitab amat sangat konsisten lainnya menurut standar-standar kuno, yang merupakan satu-satunya standar dengan apa mereka dapat menilai secara adil.

Ironisnya, bila keempat Injil identik antara satu dengan lainnya, kata demi kata, ini akan membangkitkan tuduhan bahwa para penulisnya telah sama-sama bersekongkol untuk menyelaraskan kisah-kisah mereka terlebih dahulu, dan akan menimbulkan keraguan terhadap mereka.

Terdapat cukup variasi antara keempat Injil menunjukkan bahwa tidak mungkin terjadi suatu persesuaian bersama terlebih dahulu di antara mereka. Pada saat yang sama menunjukkan bahwa mereka adalah narator yang tidak bergantung dari catatan besar yang sama.

Menanggulangi Kontradiksi-kontradiksi

Dalam Matius 8:5-13 dikatakan bahwa perwira datang sendiri kepada Yesus untuk meminta-Nya menyembuhkan budaknya, tetapi Lukas 7:1-10 berkata bahwa perwira tersebut mengirim tua-tua Yahudi untuk melakukannya. Nah, itu suatu kontradiksi bukan?

Tidak.
Coba pikirkan seperti ini: dunia kita sekarang ini, kita dapat mendengar suatu laporan berita yang berkata, 'Hari ini presiden mengumumkan bahwa...', padahal sebenarnya pidato ini ditulis oleh seorang penulis pidato dan disampaikan oleh sekretaris pers. Meskipun demikian tidak seorangpun menuduh bahwa laporan berita itu melakukan suatu kekeliruan.

Dengan cara yang serupa, di dunia kuno sangat dapat dimengerti dan diterima bahwa tindakan-tindakan seringkali dihubungkan dengan seseorang padahal yang melakukan sebenarnya adalah bawahan atau utusan mereka, dalam kasus ini melalui tua-tua bangsa Yahudi.

Jadi Matius dan Lukas dapat sama-sama benar pada saat yang bersamaan.

Markus 5:1-20 dan Lukas  8:26-39 mengatakan  bahwa Yesus mengusir setan ke dalam kawanan  babi di Gerasa, sementara Matius  8:28-34 berkata bahwa  itu terjadi di Gadara. Orang-orang memperhatikan itu dan berkata bahwa ini adalah dua tempat yang berbeda, ini adalah suatu kontradiksi yang nyata yang tidak dapat dirujukkan. Bagaimana dengan hal ini?Gerasa adalah sebuah kota, Gadara adalah sebuah propinsi. Gerasa terdapat di propinsi Gadara. Reruntuhan sebuah kota yang digali tepat di lokasi tersebut mengacu kepada kota Gerasa, di propinsi Gadara.

Bagaimana tentang ketidaksesuaian silsilah Yesus di Matius 1:1-17 dan Lukas 3:23-38? Para skeptik sering menunjuk keduanya sebagai konflik yang tak mungkin terselesaikan.Matius menelusuri silsilah Yesus melalui garis keturunan Yusuf, sedangkan Lukas menelusuri silsilah Yesus melalui garis keturunan Maria. Dan karena keduanya berasal dari keturunan Daud, sekali Anda menelusurinya jauh ke belakang Anda akan mendapati bahwa kedua garis keturunan itu bertemu.

Pendekatan menyeluruh dan terbaik untuk hal-hal yang kelihatan kontradiksi adalah mempelajari setiap isu secara sendiri-sendiri untuk melihat apakah ada suatu cara rasional untuk menyelesaikan konflik yang tajam antara keempat Injil. Ada saat-saat kita mungkin perlu menangguhkan penilaian dan cukup mengatakan bahwa karena kita telah memperoleh penjelasan yang masuk akal bagi mayoritas besar dari teks dan menetapkan bahwa mereka layak dipercaya, kita dapat menganggap beberapa detil lain dapat dipercaya meskipun tidak terdapat bukti mendukungnya.

5. Tes Prasangka yang Berat Sebelah

Penulis-penulis Injil adalah orang-orang yang mengasihi Yesus, mereka bukan pengamat-pengamat netral, mereka  adalah pengikut-pengikut-Nya yang penuh pengabdian. Tidakkah itu menimbulkan kemungkinan bahwa mereka akan mengubah hal-hal untuk membuat-Nya tampak baik?Itu memang menciptakan potensial terjadinya hal tersebut. Namun di sisi lain, orang-orang dapat begitu menghargai dan menghormati seseorang, sehingga itu mendorong mereka mencatat kehidupannya dengan integritas yang besar. Itulah cara mereka untuk menunjukkan kasih mereka kepadanya. Dan itulah yang terjadi di sini.

Selain itu, murid-murid ini tidak mendapatkan apa-apa, kecuali: kecaman, pengucilan, dan kemartiran. Mereka tentu saja tidak memperoleh apa pun secara keuangan. Andaikata ada, ini akan memberikan tekanan untuk diam, untuk menyangkal Yesus, untuk mengecilkan Dia, bahkan untuk melupakan bahwa mereka pernah bertemu Dia. Namun karena integritas mereka, mereka menyatakan apa yang mereka lihat, bahkan walaupun itu berarti mereka akan mengalami penderitaan dan  kematian.

6. Tes Penyembunyian


Apakah para penulis Injil memasukkan material yang mungkin memalukan - yang membuat mereka merasa tidak nyaman -  yang mungkin sukar dijelaskan, atau mereka menyembunyikannya untuk membuat diri mereka sendiri kelihatan baik?Mereka menuliskan hal-hal yang sepertinya dapat mempermalukan Yesus, yang membuat penulis Injil tidak nyaman, dan sukar dijelaskan.

Misal Markus 6:5 berkata bahwa Yesus hanya dapat melakukan sedikit mujizat di Nazaret karena orang-orang di sana hanya memiliki sedikit iman, yang tampaknya membatasi kuasa Yesus.
 
Dalam Markus 13:32, Yesus berkata bahwa Ia tidak mengetahui hari atau jam kedatangan-Nya kembali, yang tampaknya membatasi kemahatahuan-Nya.

Tetapi pada akhirnya teologi tidak memiliki masalah dengan pernyataan-pernyataan ini, karena Paulus sendiri dalam Filipi 2:5-8 berbicara tentang Tuhan dalam Kristus yang secara sukarela dan sadar membatasi sendiri penggunaan atribut-atribut keilahian-Nya.

Jika saya merasa bebas untuk bermain cepat dan longgar  untuk menuliskan Injil, saya akan jauh lebih nyaman untuk meninggalkan material-material itu, dan demikian saya tidak akan harus melalui suatu percekcokan  untuk menjelaskannya.

Contoh lain adalah pembaptisan Yesus. Anda dapat menjelaskan mengapa Yesus, yang tanpa dosa, membiarkan diri-Nya dibaptis? Di atas salib, Yesus berseru, 'Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?'
Akan merupakan kepentingan pribadi para penulis kalau itu dihilangkan karena menimbulkan terlalu banyak pertanyaan.

Terdapat banyak material yang memalukan tentang para murid.
Perspektif Markus dari Petrus cukup konsisten tidak enak didengar. Dan ia adalah Si Biangkeladi! Murid-murid berulang-kali salah memahami Yesus. Yakobus dan Yohanes menginginkan tempat di sebelah kanan dan kiri Yesus, dan sebagai gantinya Ia harus memberikan ajaran-ajaran keras kepada mereka mengenai kepemimpinan yang melayani. Mereka kerapkali kelihatan seperti gerombolan orang yang melayani diri sendiri, mencari kepentingan diri sendiri dan bebal.

Dengan demikian jika mereka merasa tidak bebas untuk meninggalkan hal-hal yang membuat mereka tidak nyaman, hal-hal yang memalukan mereka, hal-hal yang membuat  sesuatu sulit dijelaskan, jelaslah bahwa mereka tidak mungkin  memalsukan material dengan  memberikan tambahan hal-hal yang dikarang-karang.

7. Tes Koborasi (Bukti yang Menguatkan)

Ketika Injil-injil menyebutkan orang-orang, tempat-tempat, dan peristiwa-peristiwa, apakah mereka memeriksa kebenarannya dalam kasus-kasus di mana mereka dapat diverifikasi secara independen?Ya, mereka melakukannya, dan semakin orang-orang mengeksplorasi ini, detil-detil yang ada semakin dikonfirmasi. Dalam ratusan tahun terakhir, arkeologi telah berulangkali menggali penemuan-penemuan yang menegaskan rujukan-rujukan spesifik dalam keempat Injil, khususnya Injil Yohanes, Injil yang menurut dugaan begitu dicurigai.

Memang masih ada beberapa isu yang belum terselesaikan, dan kadangkala arkeologi menciptakan masalah-masalah baru, namun itu adalah suatu minoritas kecil dibandingkan dengan jumlah contoh koroborasi (bukti yang menguatkan).

Sebagai tambahan, kita dapat belajar melalui sumber-sumber non-Kristen, banyak fakta mengenai Yesus yang menguatkan ajaran-ajaran dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan-Nya.8. Tes Saksi yang MenentangAdakah orang-orang lain yang akan menentang atau mengoreksi Injil-injil jika keempatnya telah diubah atau salah? Dengan kata lain, apakah kita melihat contoh karya-karya dari jaman Yesus yang menyatakan bahwa laporan-laporan Injil sama sekali salah?Banyak orang mempunyai alasan-alasan untuk menghendaki agar gerakan Kekristenan ini didiskreditkan dan mereka akan melakukan demikian jika saja mereka dapat mengisahkan sejarah dengan lebih baik.

Namun lihatlah apa yang dikatakan lawan-lawan-Nya. Dalam tulisan-tulisan Yahudi selanjutnya Yesus disebut sebagai tukang sihir yang menyesatkan Israel, yang mengakui bahwa Ia benar-benar melakukan perbuatan-perbuatan ajaib yang menakjubkan. Tulisan-tulisan ini secara implisit mengakui bahwa apa yang ditulis keempat Injil, bahwa Yesus mengadakan mujizat-mujizat adalah benar.

Dapatkah gerakan Kristen berakar di sana di Yerusalem, tepat di area di mana Yesus telah melakukan sebagian pelayanan-Nya, disalibkan, dikuburkan, dan dibangkitkan, jika orang-orang yang mengenal-Nya sadar bahwa murid-murid membesar-besarkan atau mengubah hal-hal yang Ia lakukan?
 
Tentu tidak. Kita memiliki suatu gambaran dari apa yang pada mulanya merupakan suatu gerakan yang sangat mudah diserang dan rapuh yang dihadapkan pada penganiayaan. Jika kritik-kritik dapat  menyerangnya dengan dasar bahwa itu penuh dengan kesalahan dan perubahan, mereka akan melakukannya. Namun, itulah tepatnya apa yang tidak kita lihat.

Kesimpulan

Setelah kita melakukan tes terhadap bukti saksi mata Injil, kita menyimpulkan:

Para penulis mencatat apa yang sebenarnya terjadi

Murid-murid Yesus mampu menghafal di luar kepala lebih banyak daripada apa yang tercatat dalam keempat Injil dan kemudian meneruskannya secara akurat.

Penulis-penulis Injil adalah orang-orang dengan integritas besar. Mereka bersedia hidup menurut kepercayaan-kepercayaan mereka, bahkan sampai titik ketika sepuluh dari sebelas murid yang masih tinggal dibunuh secara  mengerikan, yang menunjukkan karakter yang sangat kuat.

Terdapat cukup variasi antara keempat Injil menunjukkan bahwa tidak mungkin terjadi suatu persesuaian bersama terlebih dahulu di antara mereka.

Pendekatan menyeluruh dan terbaik untuk hal-hal yang kelihatan kontradiksi adalah mempelajari setiap isu secara sendiri-sendiri untuk melihat apakah ada suatu cara rasional untuk menyelesaikan konflik yang tajam antara keempat Injil.
Murid-murid ini tidak mendapatkan apa-apa kecuali kecaman, pengucilan, dan kemartiran. Namun karena integritas mereka, mereka menyatakan apa yang mereka lihat, bahkan walaupun itu berarti mereka akan mengalami penderitaan dan  kematian.

Merasa tidak bebas untuk meninggalkan hal-hal yang membuat mereka tidak nyaman, hal-hal yang memalukan mereka, hal-hal yang membuat sesuatu sulit dijelaskan, jelaslah bahwa mereka tidak mungkin memalsukan material dengan  memberikan tambahan  hal-hal yang dikarang-karang.

Dalam ratusan tahun terakhir, arkeologi telah berulangkali menggali penemuan-penemuan yang menegaskan rujukan-rujukan spesifik dalam keempat Injil.

Kita memiliki suatu gambaran dari apa yang pada mulanya merupakan suatu gerakan yang sangat mudah diserang dan rapuh yang dihadapkan pada penganiayaan. Jika kritik-kritik dapat  menyerangnya dengan dasar bahwa itu penuh dengan kesalahan dan perubahan, mereka akan melakukannya. Namun, itulah tepatnya apa yang tidak kita lihat.

Sumber:
Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus, Penerbit Gospel Press,
PO BOX 238, Batam Center, 29432. Fax 021-7470-9281

Source : pemudakristen.com


Recent Post