Latest News

Monday, December 31, 2012

Selamat Tahun Baru 2013

Sunday, December 30, 2012

Toleransi Tingkat Tinggi, 12 Mahasiswa IAIN Walisanga Ikuti Misa Natal


Misa malam Natal di Gereja St Fransiskus Xaverius Kebon Dalem, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (25/12) tampak berbeda dari perayaan Natal tahun yang lalu.

Sebelum misa malam Natal, Senin (24/12), yang dipimpin Romo Aloysius Budi Purnomo PR itu, belasan pemuda dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisanga Semarang datang. Mereka bahkan duduk di kursi lipat paling depan dalam gereja yang disediakan secara mendadak karena kursi yang disediakan telah habis.

Kedatangan 12 mahasiswa dari IAIN Walisanga itu sebelumnya sempat membuat terkejut para staf gereja, tidak terkecuali Romo Budi. Mereka ternyata menunjukkan rasa hormat dan sikap toleransi yang tinggi. Bagaimana tidak, kedatangan mereka di tengah oknum elite keagamaan Islam yang melarang, bahkan memfatwakan haram, memberi ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani oleh umat Islam.

Ke-12 mahasiswa tersebut berasal dari Fakultas Ilmu Perbandingan Agama IAIN Walisanga Semarang. Kedatangan mereka memberitahukan dan memohon izin untuk mengikuti misa malam Natal di gereja.

Romo Kepala Paroki St Fransiskus Xaverius Kebon Dalem, Aloysius Budi Purnomo PR, mengatakan kedatangan teman-teman mahasiswa dan mahasiswi IAIN Walisanga Semarang itu bermaksud mengikuti perayaan misa malam Natal. �Saya pikir, mereka datang untuk ikut mengamankan jalannya perayaan misa malam Natal, ternyata mereka mengatakan mau ikut serta dari awal sampai selesai,� kata dia.

Namun, karena semua bangku dan kursi di dalam dan di luar gereja sudah dipadati oleh ribuan umat yang hadir, mereka dipersilakan duduk di kursi lipat yang disediakan secara mendadak di bagian paling depan di dalam gereja. Mereka dengan khidmat mengikuti jalannya upacara misa malam Natal.

Tepuk tangan dan senyuman penuh arti oleh ribuan umat Katolik yang mengikuti misa tersebut riuh saat Romo Budi memperkenalkan kepada umat akan kedatangan mereka. �Yesus Kristus memang lahir bukan hanya untuk orang Kristiani, tetapi untuk siapa pun juga,� ujar dia.

Menurut Romo Budi yang juga Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Agung Semarang, peristiwa ini menjadi penting di tengah disertifikasi spiritual saat orang mudah terjebak dalam padang gurun kekeringan rohani yang bahkan membuat orang menolak keberadaan Tuhan.

�Apa pun yang menjadi motivasi mereka, kehadiran mereka dalam misa malam Natal hingga selesai memberikan kesejukan harmoni di tengah padang gurun kehausan orang mendambakan hidup rukun dan damai,� ungkap dia.

Aktualisasi Pemahaman Keagamaan

Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Perbandingan Agama IAIN Walisanga Semarang yang hadir pada misa malam di Gereja Kebon Dalem, Ahmad Muqsith, mengatakan apa yang dilakukannya bersama teman-teman adalah wujud tolorensi beragama yang diaktualisasikan. Wujud toleransi itu diaktualisasikan dengan menghadiri acara misa malam Natal.

�Kami mencoba mengambil bagian dalam upaya melestarikan kerukunan antarumat beragama. Saya rasa saat semua orang sudah mampu mempelajari agama dari beberapa aspek sosial. Mereka akan sangat menghargai umat agama lain. Karena saat kita berbuat baik, orang tidak akan menanyakan apa agama kita,� ujar dia. Demikian dikutp dari Koran Jakarta.

Fatwa MUI Melarang Ikut Ritual Natal

Berdasarkan Fatwa MUI tahun 1987, mengikuti upacara natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.

Dalam fatwa tersebut disebutkan, Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Subhanahu wa Ta�ala serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas: hadits Nabi dari Numan bin Basyir (yang artinya): �Sesungguhnya apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang haran itu pun telah jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti haram), kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah Agamanya dan kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka mungkin sekali binatang itu makan di daerah larangan itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkanNya (oleh karena itu yang haram jangan didekati).�

Aktualisasi yang Kufur

Menanggapi hal ini, Prof Dr KH Maman Abdurrahman, MA menegaskan, bahwa apa yang dilakukan para mahasiswa IAIN Walisanga itu sudah keluar dari pakem yang dimaksud dengan toleransi.  Menurut Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) ini, yang namanya toleransi itu bukan ikut ibadah keyakinan orang lain.

�Mereka ini pemahamannya tentang Islam sudah salah. Mereka didorong oleh orang-orang pelaku paham sekuleris, pluralis, liberalis (SEPILIS), yang tidak bertanggungjawab,� tegas Prof Maman kepada salam-online, Ahad (30/12/2012).

Menurutnya, inilah yang dikehendaki kaum kafir Quraisy kepada Rasulullah shallallahu �alaihi wasallam dan umat Islam ketika para pembesar Quraisy menawarkan konsep toleransi, pekan ini mereka beribadah dalam Islam, setelah itu berikutnya giliran umat Islam ikut dalam ritual mereka, demikian seterusnya. Lalu, turunlah surah Al-Kaafirun yang di akhir ayatnya menegaskan, �Bagimu Din (keyakinan)mu, bagiku keyakinanku.�

Jadi, kata Prof Maman Abdurrahman, Islam sudah sangat jelas dalam hal mengatur toleransi ini. Yang namanya toleransi itu AKTUALISASI-nya bukan mencampuradukkan ibadah atau ikut ritual ibadah keyakinan lain.

Ada wilayah akidah dan ibadah, ada pula ruang toleransi dalam muamalah dan berhubungan sosial, ini semua diatur dalam Islam. Jadi, apa yang dilakukan para mahasiswa ini sudah di luar  jalur toleransi. Salah dalam mengaktualisasikan toleransi.

Kata Prof Maman, sejak awal Islam sudah memagari bagaimana melaksanakan toleransi itu dengan turunnya surah Al-Kaafiruun. Toleransi bukan dalam konteks akidah dan ibadah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah jelas dalam hal ini.

�Para mahasiswa ini salah dalam memahami dan menafsirkan aktualisasi toleransi,� tandas Guru Besar Bandung Islamic University ini.

Bunda Maria: yang Terbesar di antara Para Kudus?


1. Bunda Maria: yang terbesar di antara para kudus?

Gereja Katolik memang melihat kepada Bunda Maria sebagai teladan kekudusan dan kesempurnaan Kristiani, dengan kenyataan bahwa Allah sendiri berkenan memilihnya sebagai ibu yang melahirkan Kristus, Sang Putera Allah yang menjadi manusia. Tentang dasar penghormatan yang istimewa kepada Bunda Maria, sudah pernah dituliskan di sini,silakan klik.
Karena Maria dipilih untuk menjadi Bunda Allah, suatu pilihan yang tidak akan pernah terjadi lagi dalam sejarah manusia bahwa seorang manusia akan melahirkan Tuhan yang menjelma menjadi manusia, maka posisi/ peran Maria memang tidak pernah dapat disamakan oleh peran siapapun. Sebab dengan menjadi bunda Kristus Sang Kepala, maka Maria juga menjadi bunda bagi anggota-anggota Tubuh-Nya, yaitu Gereja. Dengan demikian Gereja menghormati Bunda Maria sebagai bundanya, dan dengan demikian Maria mengambil tempat yang istimewa di antara para orang kudus lainnya, bahkan di antara para mahluk lainnya; sebab Kristus yang dilahirkannya merupakan yang sulung dan yang utama dari segala ciptaan (lih. Kol 1:15).
Maka ringkasnya, Bunda Maria memang adalah orang kudus yang istimewa, jika dibandingkan dengan tokoh- tokoh lainnya dalam Kitab Suci, karena: 1) berkat imannya ia dipilih Tuhan untuk menjadi Bunda Allah; 2) ia dikuduskan Tuhan dan dipenuhi rahmat sehingga tidak berdosa baik dosa asal maupun dosa pribadi; 3) karena ketaatannya ia menyebabkan keselamatan bagi seluruh umat manusia; 4) dengan perannya sebagai perawan dan bunda, Maria menjadi gambaran yang sempurna bagi Gereja.
Berikut ini adalah ajaran Gereja Katolik yang menyatakan hal tersebut:
1. Konsili Vatikan II :
“Sebab Perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai sungguh- sungguh Bunda Allah dan Bunda Penebus. Karena pahala putera-nya ia ditebus secara lebih unggul, serta dipersatukan dengan-Nya dalam ikatan yang erat dan tidak terputuskan. Ia dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi. Namun sebagai keturunan Adam Ia termasuk golongan semua orang yang harus diselamatkan. Bahkan “ia memang Bunda para anggota (Kristus), -. Karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu”. Oleh karena itu ia menerima salam sebagai anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan Roh Kudus Gereja Katolik menghadapinya penuh rasa kasih-sayang sebagai bundanya yang tercinta. (Lumen Gentium, 53)
Sehubungan dengan penjelmaan Sabda ilahi Santa Perawan sejak kekal telah ditetapkan untuk menjadi Bunda Allah. Berdasarkan rencana penyelenggaraan ilahi ia di dunia ini menjadi Bunda Penebus, dan mengatasi semua orang lain dan dengan cara yang satu-satunya menjadi sang pendamping yang istimewa dan hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita bengan Puteranya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya Juru selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrtai jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita. (Lumen Gentium, 61)
Karena kurnia serta peran keibuannya yang ilahi, yang menyatukannya dengan Puteranya Sang Penebus, pun pula karena segala rahmat serta tugas-tugasnya, Santa Perawan juga erat berhubungan dengan Gereja. Seperti telah diajarkan oleh St. Ambrosius, Bunda Allah itu pola Gereja, dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus. Sebab dalam misteri Gereja, yang juga tepat disebut Bunda dan perawan, Santa Perawan Maria mempunyai tempat utama, serta secara ulung dan istimewa memberi teladan sebagai perawan maupun ibu.”
2. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa Maria adalah tokoh yang kudus/ sempurna dan termurni di antara semua mahluk ciptaan-Nya, demikian:
KGK 867    Gereja adalah kudus: … Dalam orang-orang kudusnya terpancar kekudusannya; di dalam Maria ia sudah kudus secara sempurna.
KGK 64    Dengan perantaraan para nabi, Allah membina bangsa-Nya dalam harapan akan keselamatan, dalam menantikan satu perjanjian yang baru dan kekal, yang diperuntukkan bagi semua orang (Bdk. Yes 2:2-4). dan ditulis dalam hati mereka (Bdk. Yer 31:31-34; Ibr 10:16). Para nabi mewartakan pembebasan bangsa Allah secara radikal, penyucian dari segala kejahatannya (Bdk. Yeh 36), keselamatan yang mencakup semua bangsa (Bdk. Yes 49:5- 6; 53:11). Terutama orang yang miskin dan rendah hati di hadapan Allah (Bdk. Zef 2:3) menjadi pembawa harapan ini. Wanita-wanita saleh seperti Sara, Ribka, Rahel, Miriam, Debora, Hana, Yudit, dan Ester tetap menghidupkan harapan akan keselamatan Israel itu; tokoh yang termurni di antara mereka adalah Maria (Bdk. Luk 1:38).
KGK 492    Bahwa Maria “sejak saat pertama ia dikandung, dikaruniai cahaya kekudusan yang istimewa” (Lumen Gentium 56), hanya terjadi berkat jasa Kristus: “Karena pahala Puteranya, ia ditebus secara lebih unggul” (Lumen Gentium 53). Lebih dari pribadi tercipta yang manapun, Bapa “memberkati dia [Maria] dengan segala berkat Roh-Nya oleh persekutuan dengan Kristus di dalam surga” dan [Allah] telah memilih dia “sebelum dunia dijadikan, supaya ia kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya” (Bdk. Ef 1:3-4).
KGK 493    Bapa-bapa Gereja Timur menamakan Bunda Allah “Yang suci sempurna” [panhagia]: mereka memuji dia sebagai yang “bersih dari segala noda dosa, seolah-olah dibentuk oleh Roh Kudus dan dijadikan makhluk baru” (Lumen Gentium 56). Karena rahmat Allah, Maria bebas dari setiap dosa pribadi selama hidupnya.
KGK 494    Atas pengumuman bahwa ia, oleh kuasa Roh Kudus akan melahirkan “Putera yang maha tinggi” tanpa mempunyai suami (Bdk. Luk 1:28-37), Maria menjawab dalam “ketaatan iman” (Rm 1:5), dalam kepastian bahwa “untuk Allah tidak ada sesuatu pun yang mustahil”: “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:37-38). Dengan memberikan persetujuannya kepada Sabda Allah, Maria menjadi bunda Yesus. Dengan segenap hati, ia menerima kehendak Allah yang menyelamatkan, tanpa dihalangi satu dosa pun, dan menyerahkan diri seluruhnya sebagai abdi Tuhan kepada pribadi dan karya Puteranya. Di bawah Dia dan bersama Dia, dengan rahmat Allah yang mahakuasa, ia melayani misteri penebusan (Bdk. Lumen Gentium 56).
“Sebab, seperti dikatakan oleh Santo Ireneus, ‘dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia‘. Maka tidak sedikitlah para Bapa zaman kuno, yang dalam pewartaan mereka dengan rela hati menyatakan bersama Ireneus: ‘Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh Perawan Maria karena imannya‘. Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria ‘bunda mereka yang hidup’. Sering pula mereka nyatakan: ‘maut melalui Hawa, hidup melalui Maria”‘ (Lumen Gentium 56).
KGK 495    Dalam Injil-injil Maria dinamakan “Bunda Yesus” (Yoh 2:1; 19:25,Bdk. Mat 13:55 dll). Oleh dorongan Roh Kudus, maka sebelum kelahiran Puteranya ia sudah dihormati sebagai “Bunda Tuhan-Ku” (Luk 1:43). la, yang dikandungnya melalui Roh Kudus sebagai manusia dan yang dengan sesungguhnya telah menjadi Puteranya menurut daging, sungguh benar Putera Bapa yang abadi, Pribadi kedua Tritunggal Maha kudus. Gereja mengakui bahwa Maria dengan sesungguhnya Bunda Allah[Theotokos, Yang melahirkan Allah] (Bdk. DS 251).
KGK 506    Maria adalah perawan, karena keperawanannya adalah tanda imannya, “yang tidak tercemar oleh keraguan sedikit pun” (Lumen Gentium 63), dan karena penyerahannya kepada kehendak Allah yang tidak terbagi (Bdk. 1 Kor 7:34-35).Berkat imannya ia dapat menjadi Bunda Penebus: “Maria lebih berbahagia dalam menerima iman kepada Kristus, daripada dalam mengandung daging Kristus” (Agustinus, virg. 3).
KGK 507    Maria adalah perawan sekaligus bunda, karena ia adalah citra hakikat Gereja dan Gereja dalam arti penuh (Bdk. Lumen Gentium 63): Gereja, “oleh menerima Sabda Allah dengan setia pula – menjadi ibu juga. Sebab melalui pewartaan dan baptis, Gereja melahirkan bagi hidup baru yang kekal-abadi putera-putera yang dikandungnya dari Roh Kudus dan lahir dari Allah. Gereja pun perawan, yang dengan utuh-murni menjaga kesetiaan yang dijanjikannya kepada Sang Mempelai. Dan sambil mencontoh Bunda Tuhannya, Gereja dengan kekuatan Roh Kudus secara perawan mempertahankan imannya, keteguhan harapannya, dan ketulusan cinta kasihnya” (Lumen Gentium 64).
Nah, sekarang bagaimana dengan posisi orang kudus lainnya seperti St. Yusuf, St. Yohanes Pembaptis dan para Rasul? Sepanjang pengetahuan saya tidak ada dokumen Gereja Katolik yang secara definitif menyebutkan urutan- urutan orang kudus setelah Bunda Maria. Nampaknya tidaklah menjadi terlalu penting untuk mempersoalkan urutan tersebut, karena sebagai anggota- anggota Tubuh Kristus, setiap dari mereka mempunyai peran dan kekhususannya sendiri- sendiri.
Mengenai interpretasi Mat 11:11, di mana Yesus berkata, “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya”, menurut keterangan dari the Navarre Bible adalah demikian:
“Dengan Yohanes Pembaptis, berakhirlah sudah Perjanjian Lama dan kita memasuki ambang Perjanjian Baru. Sang Perintis memperoleh kehormatan untuk membuka jalan bagi Kristus, dengan memberitakan Dia kepada orang banyak. Tuhan telah menugaskan kepadanya misi agung untuk mempersiapkan orang- orang sejamannya untuk mendengar Injil. Kesetiaan Yohanes Pembaptis diketahui dan diumumkan oleh Kristus. Pujian kepadanya merupakan penghargaan atas kerendahan hatinya: Yohanes, menyadari perannya, telah berkata, “Ia harus semakin besar dan aku semakin kecil.” (Yoh 3:30).
Yohanes Pembaptis merupakan yang terbesar, dalam arti bahwa ia menerima misi yang unik dan tidak tertandingi di dalam konteks Perjanjian Lama. Namun demikian, di dalam Kerajaan Surga (Perjanjian Baru) yang dimulai oleh Kristus, karunia rahmat ilahi membuat mereka yang terkecil yang dengan setia menerima rahmat itu menjadi lebih besar daripada yang terbesar menurut Perjanjian yang terdahulu. Pada saat karya penebusan kita selesai, rahmat Tuhan juga akan mencapai orang- orang benar di masa Perjanjian Lama. Dengan demikian, kebesaran Yohanes Pembaptis, Sang Perintis dan yang terakhir dari para nabi, akan disempurnakan oleh martabat diangkatnya menjadi anak Allah.”

2. Soal perutusan Maria yang dikatakan istimewa dari segala ciptaan.

Tentang hal ini Anda mengatakan, “Mengandung dan melahirkan adalah hal biasa bagi wanita itu sudah kodratnya yang diberikan Tuhan. Kalau Yusuf yang mengandung itu baru aneh. Jadi tugas sebagai ibu untuk melahirkan adalah seperti tugas Yusuf yang memberi nafkah (makan-pakaian).”
Memang benar hal mengandung dan melahirkan mungkin adalah hal biasa bagi wanita, tetapi itu jika yang dikandung dan dilahirkan adalah manusia. Kalau yang dikandung adalah Tuhan, maka menjadi sangat tidak biasa. Ini yang membuat Bunda Maria menjadi istimewa, karena yang dikandungnya adalah Yesus, yang sungguh Tuhan, walaupun Ia juga sungguh manusia.
Selain itu, Maria mengandung dan melahirkan tidak dengan campur tangan benih laki- laki, melainkan oleh Roh Kudus. Ini yang membuat Maria tidak sama dengan para wanita pada umumnya yang mengandung dengan keterlibatan benih suaminya. Dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia, Tuhan Yesus mengambil semua ciri kemanusiaan-Nya (gen, DNA, darah, sel, dst) dari Bunda Maria dan tidak sama sekali dari St. Yusuf. Dengan demikian, maka Maria memang dapat dikatakan sebagai ibu biologis dari Kristus, sedangkan St. Yusuf adalah bapa angkat Yesus (foster father) bukan bapa biologis Yesus. Tentang hal ini, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Maka, tanpa mengecilkan peran Yusuf, kita secara obyektif dapat melihat bahwa kesatuan antara Tuhan Yesus dan Bunda Maria tidak dapat disamakan dengan kesatuan antara Tuhan Yesus dan St. Yusuf. Namun demikian, Gereja Katolik tetap menghormati St. Yusuf dan banyak gereja/ paroki mengambil nama St. Yusuf sebagai santo pelindungnya.
Anda selanjutnya mengatakan, “Jadi mengandung dan melahirkan (Tuhan) bukanlah sesuatu penderitaan tetapi lebih kepada kebanggaan, demikian juga bagi Yusuf yang memberi makan pada “Tuhan” bukanlah suatu beban berat melainkan anugerah. Tentu saja kita harus menghormati keduanya, tapi kalau kita baca pengajaran dalam PB seorang istri harus menghormati suami dan bukan suami yang menghormati istri, melainkan suami harus mengasihi istri. Tentang kehilangan Putra, belum tentu seorang ibu lebih sedih daripada ayahnya, tetapi mungkin sang ayah lebih bisa mengendalikan emosinya saat kehilangan atau sebaliknya akan tetapi kalau seturut Firman dalam PB perbandingan istri kepada suami adalah seperti jemaat kepada KRISTUS.
Benar bahwa mengandung dan melahirkan Tuhan sesungguhnya bukan merupakan penderitaan tetapi kebanggaan dan anugerah. Hal ini juga disadari oleh Bunda Maria, sehingga ia mengatakan juga dalam kidung Magnificatnya, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku …” (Luk 1:46-49).
Namun janganlah kita lupakan pergumulan batin Maria sebelum ia mengatakan “Ya” terhadap kabar gembira malaikat, yaitu bahwa ada resiko yang cukup besar bagi Maria saat itu, karena menurut hukum Taurat, seorang perempuan yang mengandung bukan dari suaminya terancam hukuman rajam dan dipermalukan di hadapan umum (lih. Ul 22:23-24). Namun Bunda Maria percaya sepenuhnya akan rencana Tuhan sehingga ia dapat berkata, “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” (lih. Luk 1:38). Jangan pula dilupakan bahwa meskipun dalam keadaan rahmat dan anugerah Tuhan, Keluarga kudus (Bunda Maria, St. Yusuf dan Yesus) hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan, bahkan pernah menjadi pengungsi di Mesir. Maka kehidupan Bunda Maria dan St. Yusuf merupakan rangkaian mozaik antara kebahagiaan dan keprihatinan namun tidak membuat iman mereka menjadi luntur. Puncak penderitaan Bunda Maria yang merupakan penggenapan nubuat Simeon bahwa ‘sebuah pedang akan menembus jiwanya’ (Luk 2:35) adalah ketika Bunda Maria berdiri di kaki salib Kristus, dan melihat bagaimana Putera-Nya disiksa sampai wafat. Kenyataan yang terpampang di hadapannya ini menjadi sangat berlawanan, bahkan sepertinya merupakan penyangkalan total dari apa yang pernah didengarnya dari malaikat, “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi… dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:32-33). Namun Maria tetap teguh berdiri mendampingi Puteranya dengan kesetiaan seorang hamba, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” (lih. Luk 1:38).
Tentang menghormati suami, itu tentu dilakukan oleh Bunda Maria terhadap St. Yusuf, sebab sebagai perempuan yang taat kepada hukum Taurat (Gal 4:4), Bunda Maria tidak mungkin melakukan sebaliknya. Namun kita juga dapat membayangkan bahwa St. Yusuf juga menghormati Bunda Maria, sebagai seseorang yang telah dipilih Tuhan untuk melahirkan Putera-Nya. Jika dikatakan dalam Kitab Suci bahwa Yusuf adalah seorang yang tulus hati (Mat 1:19), dan ketulusan hatinya ini yang memimpinnya untuk melindungi Maria (lih. Mat 1:19) dan mengikuti kehendak Tuhan yang diberitahukan kepadanya dalam mimpi; terlebih lagi setelah ia menjadi suami Maria, ia akan semakin mengenal panggilan Tuhan dalam hidupnya untuk melindungi Maria sebagai Tabut Allah, dan Putera Allah yang dikandung dan dilahirkan oleh Maria.
Jika kita membaca Kitab Suci, kita akan tahu bahwa keberadaan St. Yusuf disebut terakhir kali saat Yesus diketemukan dalam Allah saat berumur 12 tahun (lih. Luk 2:41-52). Tradisi Gereja mengajarkan bahwa St. Yusuf sudah lama wafat sebelum Yesus disalibkan. Maka yang menyaksikan sengsara dan wafat Yesus adalah Bunda Maria, sedangkan St. Yusuf tidak, sebab ia sudah meninggal dunia. Itulah sebabnya, karena Yesus tidak ingin ibu-Nya hidup sebatang kara sepeninggalan-Nya (karena St. Yusuf sudah wafat dan Yesus tidak mempunyai adik- adik), maka Ia memberikan Bunda Maria kepada Rasul yang dikasihi-Nya, yaitu Yohanes (lih. Yoh 19:26-27).
Akhirnya, Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa hubungan antara suami dan istri mengambil teladan dari hubungan antara Kristus dan Gereja, di mana Kristus telah menyerahkan diri-Nya baginya (lih. Ef 5:25). Sebab masing- masing dari kita sebagai anggota Gereja dipanggil kepada kesempurnaan kasih kepada Kristus, yang adalah Kepala kita; dan dalam hal inilah Bunda Maria telah menjadi teladan, sebab ia telah melakukan kesempurnaan kasih itu sepanjang hidupnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Apa pengertian doa dan meditasi? Apa beda keduanya?


Apa pengertian doa dan meditasi? Apa beda keduanya?

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan beberapa pengertian tentang doa, demikian:
KGK 2558    …. Umat beriman harus percaya kepada rahasia ini [rahasia iman], merayakannya dan hidup darinya dalam satu hubungan yang hidup dan pribadi dengan Allah yang hidup dan benar. Hubungan ini adalah doa.
APA ITU DOA?
“Bagiku doa adalah ayunan hati, satu pandangan sederhana ke surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan” (Teresia dari Anak Yesus, ms. autob. 25r).
KGK 2559    “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik” (Yohanes dari Damaskus, f.o.3,24). Dari mana kita berbicara, kalau kita berdoa? Dari ketinggian kesombongan dan kehendak kita ke bawah atau “dari jurang” (Mzm 130:1) hati yang rendah dan penuh sesal? Siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan (Bdk. Luk 18:9-14). Kerendahan hati adalah dasar doa, karena “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa” (Rm 8:26). Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: Di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis (Bdk.Agusfinus, serm. 56,6,9.. 2613, 2736).
KGK     Doa adalah kehidupan hati yang baru. Ia harus tetap menjiwai kita. Tetapi kita cenderung melupakan Dia, yang adalah kehidupan dan keseluruhan kita. Karena itu bapa-bapa rohani – dalam kaitan dengan buku Ulangan dan para nabi – menuntut doa sebagai “satu peringatan akan Allah”, satu pembangkitan kembali “ingatan hati”. “Kita harus lebih sering mengenangkan Allah, daripada bernapas” (Gregorius dari Nasianse, or. theol. 1,4). Tetapi kita tidak dapat berdoa “setiap saat”, kalau kita tidak berdoa dengan sadar pada waktu tertentu. Saat-saat ini merupakan puncak doa Kristen, karena kedalamannya dan lamanya.
KGK 2699    Tuhan membimbing semua manusia pada jalan dan dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Setiap warga beriman menjawabnya dengan keputusan hatinya dan dengan bentuk ungkapan doa pribadinya. Tetapi tradisi Kristen mempertahankan tiga bentuk pokok ungkapan kehidupan doa: doa lisan (doa vokal/ dengan kata-kata), doa renung (meditasi), dan doa batin (kontemplasi). Ketiganya mempunyai ciri khas yang sama ialah ketenangan hati. Kewaspadaan yang memelihara Sabda Allah dan membuat kita hidup di hadirat Allah, menjadikan ketiga bentuk ungkapan itu puncak-puncak kehidupan doa.
Maka, menurut Katekismus, meditasi atau doa renung, merupakan salah satu jenis doa. Selanjutnya tentang meditasi (doa renung), Katekismus mengajarkan:
KGK 2705    Doa renung, meditasi, pada dasarnya adalah satu pencarian. Roh mencari agar mengerti alasan dan cara kehidupan Kristen, agar dapat menyetujui dan menjawab apa yang dikehendaki Tuhan. Untuk itu, ia membutuhkan perhatian yang sangat sulit dipertahankan. Biasanya kita mencari bantuan pada sebuah buku. Tradisi Kristen memberi satu pilihan yang sangat luas: Kitab Suci, terutama Injil, ikon, teks-teks liturgis untuk hari bersangkutan, tulisan-tulisan dari bapa-bapa rohani, kepustakaan rohani, buku besar yakni ciptaan dan sejarah, terutama halaman yang dibuka pada “hari ini”.
KGK 2706    Merenungkan apa yang sudah kita baca, berarti kita bertemu dengannya dan menjadikannya milik kita. Dengan cara demikian buku kehidupan kita dibuka: inilah peralihan dari pikiran kepada kenyataan. Sesuai dengan kerendahan hati dan iman, kita menemukan dan menilai di dalam meditasi gerakan-gerakan hati. Kita harus melakukan kebenaran, supaya datang kepada terang. “Tuhan, apakah yang Engkau kehendaki? Apakah yang harus aku lakukan?
KGK 2707    Metode-metode meditasi sangat beragam seperti halnya guru-guru rohani. Seorang Kristen harus bermeditasi secara teratur. Kalau tidak, ia akan menyerupai jalan atau tanah yang berbatu-batu atau yang penuh dengan duri-duri, sebagaimana dikatakan dalam perumpamaan penabur. Tetapi satu metode hanyalah merupakan satu penuntun; yang terpenting ialah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus Kristus, jalan doa satu-satunya.
KGK 2708    Meditasi memakai pikiran, daya khayal, gerak perasaan dan kerinduan. Usaha ini penting untuk memperdalam kebenaran iman, untuk menggerakkan pertobatan hati dan memperkuat kehendak guna mengikuti Kristus.Doa Kristen terutama berusaha untuk bermeditasi tentang “misteri Kristus”, sebagaimana terjadi waktu pembacaan Kitab Suci, “lectio divina”, dan pada doa rosario. Bentuk renungan doa ini mempunyai nilai yang besar; tetapi doa Kristen harus mengejar lebih lagi: perkenalan akan kasih Yesus Kristus dan persatuan dengan Dia.
Katekismus meringkas pengertian tentang doa, doa lisan, meditasi dan kontemplasi demikian:
KGK 2720    Gereja mengundang umat beriman untuk berdoa secara teratur: dalam doa-doa harian, ibadat harian, Ekaristi mingguan, dan pada pesta-pesta dalam tahun Gereja.
KGK 2721    Tradisi Kristen mengenal tiga cara utama ungkapan kehidupan doa: doa lisan, doa renung, dan doa batin. Ketiganya menuntut ketenangan hati.
KGK 2722    Doa lisan, yang berdasarkan kesatuan badan dan jiwa dalam kodrat manusia, menghubungkan badan dengan doa hati menurut contoh Yesus, yang berdoa kepada Bapa-Nya, dan yang mengajar murid-murid-Nya doa Bapa Kami.
KGK 2723    Doa renung, meditasi adalah mencari dalam doa. Doa ini mencakup juga pikiran, daya khayal, gerak hati, dan kerinduan. Ia hendak menghubungkan pandangan penuh iman dari orang bermeditasi dengan kenyataan kehidupan kita.
KGK 2724    Doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Ia memandang Yesus dengan penuh iman, mendengarkan sabda Allah, dan mencintai tanpa banyak kata. Ia mempersatukan kita dengan doa Kristus, sejauh ia mengikutsertakan kita dalam misteri-Nya.
Maka doa renung (meditasi) Kristiani merupakan salah satu bentuk doa, yang menggunakan pikiran, daya khayal, gerak rasa dan kerinduan tentang misteri Kristus, sebagaimana dapat kita baca dan renungkan dari Kitab Suci, maupun pada doa Rosario. Tujuan meditasi ini adalah agar kita dapat semakin merenungkan iman kita, agar kita semakin mengenal dan bersatu dengan Tuhan, dan mengenali apa yang menjadi kehendak-Nya dalam kehidupan kita, sehingga kita dapat menjawab/ menanggapinya. Di masa ini ada pula kelompok orang-orang yang melakukan meditasi, namun yang menjadi subyek permenungan bukanlah iman Kristiani ataupun misteri Kristus. Meditasi yang semacam ini tidak dapat disebut sebagai doa, sebab menurut definisinya, doa merupakan suatu pandangan ke surga, ataupun permenungan akan iman kita, sehingga selalu melibatkan Tuhan sebagai fokus pandangan batin kita.
Selanjutnya, untuk membaca beberapa contoh meditasi yang diajarkan oleh St. Ignatius dari Loyola, silakan klik di sini.
Sedangkan selanjutnya perbedaan antara meditasi dan kontemplasi, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Eli, Eli, lama sabakhtani dan mengapa Yesus berdoa ?


Ada pertanyaan kritis yang diajukan oleh beberapa pembaca katolisitas, yaitu, kalau Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia berdoa – sebagai contoh ketika Dia disalib.

I. “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mt 27:46; Mk 15:34; Lk 23:46).

Beberapa prinsip:
  1. Untuk menelaah hal ini, kita perlu melihat bahwa sebagai Putera Allah yang menjelma menjadi manusia, Yesus adalah Tuhan dan juga adalah manusia. Oleh karena itu, Yesus mempunyai dua keinginan dan juga dua akal budi. Untuk membuktikan hal ini, silakan membaca artikel-artikel Kristologi berikut ini:
  2. Jadi, pada waktu disalib Yesus tetap Tuhan dan juga manusia. Ini berarti bahwa Yesus tetap Tuhan dan manusia, walaupun Dia mengatakan “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?“. Dan keduanya tidaklah bertentangan dengan beberapa alasan berikut ini.
Doa Yesus di Salib adalah doa berpengharapan:
  1. Ini adalah salah satu contoh bagaimana Alkitab dapat dipercaya, karena penulis Alkitab yang ditulis dalam terang Roh Kudus, tetap menuliskan sesuatu yang terjadi, yang mungkin dapat menjadi kesalahpahaman bagi banyak orang di masa yang akan datang.
  2. Doa yang dipanjatkan oleh Yesus dia Mat 27:46 bukanlah doa orang yang berputus asa, namun doa yang berpengharapan. Adalah jamak bagi orang Yahudi untuk dapat mengingat Mazmur. Dan pada waktu seseorang memulai sebuah Mazmur, ini berarti orang tersebut berniat untuk menyatakan Mazmur tersebut sampai selesai. Dan oleh karena keterbatasan fisik Yesus pada saat disalibkan (sebagai catatan: pada saat seorang disalibkan, maka setiap tarikan nafas adalah merupakan suatu siksaan), Dia hanya mengucapkan satu baris dari Mazmur 22. Dan oleh karena itu, umat Katolik percaya bahwa Yesus menyatakan Mazmur 22 secara keseluruhan, yang merupakan suatu pernyataan akan kemenangan Tuhan terhadap segala penderitaan dan juga termasuk kematian. Hal ini dapat dilihat bahwa Yesus mengutip Mazmur, dimana pada permulaan Mazmur dikatakan “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? …” (Mz 22:1) dan kemudian diakhiri dengan seruan pujian kepada Tuhan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah ayat-ayat dari Mzm 22:
    • Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Rusa di kala fajar. Mazmur Daud.
      1) Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.
      2) Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.
      3) Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.
      4) Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka.
      5) Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.
      6) Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak.
      7) Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:
      (8) “Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannyabiarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?”
      9) Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.
      10) Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.
      11) Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong.
      12) Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku;
      13) mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum.
      14) Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku;
      15) kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.
      16) Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.
      17) Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.
      18) Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan merekamembuang undi atas jubahku.
      19) Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong aku!
      20) Lepaskanlah aku dari pedang, dan nyawaku dari cengkeraman anjing.
      21) Selamatkanlah aku dari mulut singa, dan dari tanduk banteng. Engkau telah menjawab aku!
      22) Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah:
      23) kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel!
      24) Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya.
      25) Karena Engkau aku memuji-muji dalam jemaah yang besar; nazarku akan kubayar di depan mereka yang takut akan Dia.
      26) Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya!
      27) Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya.
      28) Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa.
      29) Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.
      30) Anak-anak cucu akan beribadah kepada-Nya, dan akan menceritakan tentang TUHAN kepada angkatan yang akan datang.
      31) Mereka akan memberitakan keadilan-Nya kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Ia telah melakukannya.
  3. Pada beberapa kata-kata di atas digaris bawah dari Mazmur yang tertulis dari abad 14-8 SM, terpenuhi dalam drama penyaliban Yesus. Inilah salah satu yang menyebabkan umat Katolik percaya akan Yesus sebagai Tuhan, karena Dia telah dinubuatkan sebelumnya, termasuk kelahiran, karya publik, mukjijat, penderitaan, kematian, kebangkitan, dll. Nubuat ini begitu penting agar manusia tidak salah mengenali Orang yang telah dijanjikan oleh Allah dari awal mula. Kalau ini bukan dari Tuhan sungguh sangat sulit untuk menerangkan bagaimana suatu nubuat yang dinyatakan ratusan bahkan seribu tahun lebih sebelum masehi terpenuhi dalam diri Yesus. Keterangan lebih lanjut dapat dibaca di dalam rangkaian artikel Kristologi.

Mengapa Yesus berdoa?

  1. Yesus berdoa dalam berbagai kesempatan (lih. Mt 16:23; Mt 26:36; Mk 14:32; Lk 3:21; 6:12;Lk 9:18, 28; Lk 11:1-2; Lk 18:1).
  2. Untuk itu, kita harus melihat definisi dari doa. Thomas Aquinas, Summa Theology, q. II-II, 83, a.1-2 membahas tentang definisi doa, dimana dia mengatakan bahwa doa adalah “membuka keinginan kita kepada Tuhan, sehingga Dia dapat memenuhinya.” Karena di dalam Kristus (satu pribadi) ada dua keinginan, yaitu manusia dan Tuhan, maka menjadi hal yang wajar, kalau Yesus berdoa karena Dia mempunyai kodrat manusia. Sama seperti kita sebagai orang beriman, kita menyatakan keinginan kita di hadapan Allah.
    Dalam konteks pribadi Yesus, yang mempunyai kodrat sungguh manusia, maka bukanlah hal yang aneh kalau Yesus berdoa, sebagaimana manusia juga perlu berdoa. Namun di satu sisi, karena di dalam Yesus ada persatuan (hypostatic union) antara Tuhan dan manusia, maka pada akhirnya kehendak-Nya sebagai manusia senantiasa sama dengan kehendak-Nya sebagai Tuhan.
  3. Yesus berdoa untuk kepentingan manusia. Yesus dapat saja berdoa dalam hati, namun Dia ingin menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya sebagai manusia kita berdoa, yaitu bahwa kita harus senantiasa tunduk kepada kehendak Allah Bapa, meskipun di dalam situasi yang paling sulit sekalipun.
    • Yesus berdoa tanpa henti, untuk mengajar manusia senantiasa berdoa di dalam segala kesempatan tanpa henti (lih. Mt 16:23; Mt 26:36; Mk 14:32; Lk 3:21; 6:12;Lk 9:18, 28; Lk 11:1-2; Lk 18:1).
    • Yesus mengajarkan kepada manusia bahwa di dalam doa yang terpenting adalah untuk mengikuti kehendak Tuhan, seperti yang dikatakan-Nya dalam doa-Nya di Taman Getsemani, dimana Dia berkata “”Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (lih. Mt 26:36; Mk 14:32-36).
    • Yesus mengajarkan doa yang sempurna, yaitu doa Bapa Kami, yang terdiri dari tujuh petisi (lih. Mt 6:9-13).
    • Yesus menunjukkan bahwa di dalam setiap percobaan, maka Tuhanlah yang menjadi kekuatan dalam doa, seperti yang ditunjukkan oleh Yesus di dalam drama penyaliban (Mt 27:46; Mk 15:34; Lk 23:46).
    • Yesus juga mengajarkan pentingnya untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita, seperti yang ditunjukkan oleh Yesus dengan berdoa “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (lih. Lk 23:34).
    • Dan masih begitu banyak contoh yang lain, yang menyebabkan pengikut Kristus tahu bagaimana untuk berdoa, karena Tuhan sendiri – melalui Kristus – yang menunjukkan kepada manusia bagaimana seharusnya berdoa.
Jadi dari keterangan di atas, Yesus berdoa karena 1) kodratnya sebagai Tuhan dan juga sebagai manusia yang mempunyai dua keinginan, 2) untuk kepentingan manusia, sehingga manusia dapat meniru apa yang telah dilakukan-Nya. Mungkin akan sulit untuk menerima argumentasi di atas tanpa percaya terlebih dahulu bahwa Yesus adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia, karena apapun yang dilakukan oleh Yesus senantiasa bersumber pada kodrat-Nya sebagai persatuan (hypostatic union) antara kodrat Tuhan dan kodrat manusia.



Ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. (Katolisitas.org)

Bagaimana agar tidak lupa kepada Tuhan dalam keseharian kita ?


Kita semua memang harus berjuang setiap hari agar tidak ‘lupa’ akan Tuhan. Sebab walaupun mulut kita sering mengucapkan kita mengasihi Tuhan, namun di dalam perbuatan, sering kita gagal mewujudkannya. Contoh yang sederhana ialah di dalam keseharian kita sering ‘lupa’ kepada-Nya, atau tepatnya lebih banyak memperhatikan diri sendiri dan kehendak sendiri daripada Tuhan dan kehendak-Nya. Singkatnya, kita cenderung lebih ‘cinta diri’ ketimbang ‘cinta Tuhan’.
Tulisan “Refleksi Praktis tentang Kekudusan”, silakan klik- mungkin dapat membantu, namun memang benar bahwa untuk senantiasa ingat akan Tuhan kita harus membawa serta Dia di dalam kehidupan kita sehari-hari. Berikut ini adalah tips sederhana yang mungkin dapat diterapkan, yang pada dasarnya melibatkan Tuhan di dalam segala hal yang kita lakukan setiap hari, baik pada saat yang senang ataupun susah:
1) Usahakan bangun lebih pagi setiap hari, dan awali dengan ucapan syukur. Pajanglah gambar Yesus di kamar tidur, atau di dekat tempat tidur kita, sehingga begitu kita terjaga/ terbangun, Yesuslah yang kita ingat terlebih dahulu. Begitu kita mengingatNya, kita mengucap syukur, bahwa kita diberi karunia ‘hidup’ hari itu.
2) Jangan lupa, mohonlah di dalam doa pagi, “Tuhan, bantulah aku untuk lebih mengingat Engkau hari ini.”
3) Sediakanlah ‘pojok doa’/ tempat berdoa di rumah. Letakkanlah di situ Kitab suci, buku doa/ renungan, rosario dan salib Tuhan Yesus.
4) Sediakan waktu secara khusus untuk berdoa (pagi dan malam) dan merenungkan bacaan harian hari itu, misalnya 1/2 jam sehari. Jika dirasakan kurang dapat ditambahkan kemudian hingga 1 jam atau lebih. Carilah waktu yang paling baik, jangan mengambil waktu terlalu malam, supaya tidak ngantuk dan terburu-buru. Lakukan doa hening, doa Yesus, atau doa lain, seperti Ibadat harian/Liturgy of the Hour, atau doa rosario sambil merenungkan peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus (Gembira, Terang, Sedih, Mulia), ataupun doa spontan.
5) Ambillah sepenggal ayat/ kata dari bacaan Kitab suci hari itu, dan ulangi dalam batin sepanjang hari. Seperti misalnya kita terkesan dengan kata, “menghasilkan buah yang baik” (Luk 6:43). Doakanlah terus, “Tuhan, bantu aku agar aku menghasilkan buah yang baik hari ini.”
6) Jika mengendarai mobil, pasanglah kaset/ CD rohani, entah berupa lagu-lagu, ataupun doa rosario, atau jika ada/ memungkinkan dengarkanlah siaran radio Katolik.
7) Temukanlah Tuhan dalam hal-hal yang biasa dan rutin. Untuk ini mari kita teliti, kegiatan apa yang paling mendominasi hari-hari kita: Misalnya, jika kita bekerja di kantor, begitu sampai di meja kerja, ucapkanlah syukur. Jika mengalami kesulitan dalam pekerjaan, ucapkanlah, “Tuhan, kasihanilah aku.” Jika mengalami pujian dan berkat, “Tuhan, terima kasih, Engkau sungguh ajaib.”
8) Temukanlah Tuhan dalam hal-hal yang sederhana bahkan dalam hal-hal yang membosankan, seperti ketika sedang membersihkan rumah/ mencuci piring, olah raga/ jogging, atau sedang menunggu sesuatu, berdoalah Salam Maria. Ingatlah akan orang-orang yang membutuhkan doa kita, dan doakanlah mereka bersama dengan Bunda Maria, “Bunda Maria, doakanlah ….(nama yang mau di doakan) di hadapan Yesus. Salam Maria….dst” atau berdoalah rosario.
9) Temukanlah Tuhan pada saat kita melakukan hal-hal yang tidak kita sukai atau yang membutuhkan pengorbanan kita. Katakanlah dalam hati, “…ini kulakukan demi kasihku kepada Yesus… ini bukan apa-apa jika dibandingkan dengan salib Kristus… mari, Yesus, bantulah aku memikul salibku ini…. semoga salib kecil ini nanti menghantarku / dan ….. (nama orang yang kudoakan) ke surga”.
10) Temukanlah Tuhan dalam orang-orang yang kita jumpai. Mulai dari suami/ istri/ orang tua/ anak-anak yang terdekat dengan kita (atau bagi para biarawan biarawati, temukanlah Tuhan dalam diri superior, atau sesama rekan biarawan/ biarawati). Mulailah hari dengan menyapa dan memberikan ungkapan kasih kepada mereka.
11) Temukanlah Tuhan dalam orang-orang yang datang kepada kita/ yang kita jumpai pada hari itu, misalnya: tamu asing, teman yang berkeluh kesah, orang yang minta tolong, atau bahkan orang yang membuat kita sedih/ kesal. Ingatlah bahwa apa yang kita lakukan pada mereka, kita lakukan terhadap Yesus.
12) Temukanlah Tuhan dalam berita dunia hari itu. Jika anda membaca koran/ mendengar berita TV, lihatlah apa yang terjadi di dunia sekitar kita, ucapkanlah syukur untuk segala berita baik, dan mohonlah pertolongan Tuhan jika ada bencana. Doakanlah mereka yang menderita, para pemimpin negara dan pemimpin Gereja.
13) Ingatlah untuk selalu berdoa mengucap syukur sebelum dan sesudah makan.
14) Jika kita mau berdisiplin, pasanglah alarm pada jam-jam tertentu untuk mengingatkan bahwa pada saat itu anda perlu berdoa singkat, misal setiap jam 12 siang/ jam 3 siang. Begitu sudah terbiasa, maka alarm itu tidak dibutuhkan lagi.
Doa- doa singkat ini dapat sangat sederhana, “Terpujilah Engkau, Tuhan”,atau “Jesus and Mother Mary, I love you, save sinners.” Atau jika mau lebih khusus, doakanlah anggota keluarga atau teman atau siapapun yang ingin kita doakan pada saat itu.
15) Pasanglah sticker/’post-it’ polos di tempat-tempat tertentu yang paling sering kita lihat. Pada saat kita melihatnya, ucapkanlah syukur kepada Tuhan. Jika sudah terbiasa, kita tidak memerlukan post-it lagi.
16) Usahakan mengikuti Misa Kudus, lebih dari sekali seminggu. Persiapkan hati sungguh-sungguh sebelum mengikuti misa, dan pada saat konsekrasi, mohonlah sekali lagi, “Tuhan, bantulah aku mengingat dan mengasihi Engkau.”
17) Sediakanlah waktu untuk bersekutu dengan saudara/saudari seiman, dan mendalami iman Katolik anda.
18) Periksalah batin sebelum tidur. Persembahkan kepada Tuhan, segala yang baik yang kita perbuat hari itu. Dan mohonlah ampun atas kegagalan kita untuk berbuat baik hari itu. Sediakan waktu hening di dalam Tuhan. Contoh doa malam, klik di sini.
19) Jika kita temukan dosa dalam pemeriksaan batin itu, kita secepatnya mengaku dosa dalam Sakramen Tobat, sedapat mungkin pada hari berikutnya, dan mohon agar Tuhan membantu kita agar tidak mengulangi dosa itu lagi.
20) Tutuplah hari dengan senyuman, “Yesus, aku bersyukur, terpujilah Engkau!”
Marilah kita berdoa, agar Tuhan memberikan kepada kita rahmat untuk senantiasa mengingat dan mengasihi-Nya. Mengingat akan Tuhan adalah bagian dari ‘doa’, dan oleh karena keinginan untuk berdoa itu sendiri adalah suatu rahmat (“…for the desire to pray is in itself a gift“), marilah kita bersyukur untuk rahmat ini, dan memohon agar Tuhan memampukan kita untuk menanggapi rahmat tersebut.

Ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. (Katolisitas.org)


Siapa yang meremukkan kepala ular (Kej 3:15)?


Kitab Kejadian 3:15 mengatakan, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan itu, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya (ia) akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”
Dalam bahasa Indonesia memang tidak terlihat masalah, karena hanya dikatakan “nya”, tidak spesifik menyatakan laki-laki/ he atau perempuan/ she. Sedangkan dalam bahasa Inggris, memang terdapat dua salinan terjemahan. Teks asli Ibrani menyatakan “he“: “heshall bruise your head and you shall bruise his heel.”(RSV, NAB) “He” di sini berarti Kristus. Namun ada juga salinan yang berasal dari terjemahan tulisan Bapa Gereja dan beberapa salinan Vulgate yang menuliskan, “she shall bruise your head and you shall bruise her heel.” (Douay Rheims). Maka para ahli Kitab Suci memperkirakan ada kemungkinan kesalahan penyalinan teks, ketika sang penyalin tidak melihat bahwa subyek kalimatnya telah bergeser, dari “wanita itu” ke “keturunan wanita itu.” Namun demikian, tidak semua Vulgate menuliskan “she“, sebab pada edisi Vulgate yang disalin oleh St. Jerome (Hieronimus), St. Jerome memakai terjemahan asli Ibrani, dan memakai “he“, bukan “she.”
Namun terlepas dari “he” atau “she” ini tidak mengubah fakta bahwa sejak dari awal abad ke 2, yaitu St. Yustinus Martir (100-165) St. Irenaeus ,Tertullian, St. Agustinus mengajarkan bahwa pada ayat Kej 3:15, ‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan Iblis itu mengacu kepada Bunda Maria, karena keturunan yang dimaksud adalah Yesus. ‘Perempuan’ itu bukannya Hawa dengan keturunannya Abel atau Seth. Mengapa? Karena Perempuan yang akan melahirkan Kristus yang akan meremukkan Kepala Iblis itu adalah bukan Hawa, tetapi seorang perempuan yang lain, yaitu Bunda Maria. Maka, Bunda Maria adalah “the woman” yang dibicarakan di Kej 3:15. [Sayangnya dalam Alkitab LAI diterjemahkan sebagai "this woman" (wanita ini) yang sepertinya mengacu kepada Hawa. Padahal menurut penjelasan para Bapa Gereja, perempuan itu bukan Hawa, tetapi Bunda Maria: "the woman". Panggilan "the woman" ini diulangi lagi pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4) dan di kaki salib Yesus (Yoh 19:26-27) ].
Maka dengan mengetahui bahwa ‘perempuan’ dan ‘keturunannya’ yang mengalahkan Iblis adalah Bunda Maria dan Yesus, maka Gereja Katolik mengajarkan apapun terjemahan yang dipakai, keduanya benar; sebab pada intinya adalah baik Yesus maupun Bunda Maria keduanya sama-sama mengalahkan Iblis. Jika dikatakan bahwa Bunda Maria mengalahkan Iblis, maka hal itu hanya dimungkinkan oleh kuasa Kristus. Kristuslah yang telah secara langsung meremukkan kepala Iblis dengan kematian-Nya. Dan “tumit yang diremukkan oleh Iblis”, itu adalah gambaran bahwa kemenangan Kristus diperoleh dengan penderitaan-Nya di kayu salib. Sedangkan, Bunda Maria dapat dikatakan secara tidak langsung meremukkan kepala Iblis dengan kerjasamanya di dalam misteri Inkarnasi, dan dengan ketaatannya untuk menolak  berbuat dosa yang terkecil sekalipun (menurut ajaran St. Bernardus, Sermon, 2, on Missus est). Selanjutnya, St. Gregorius mengajarkan (Mor 1.38), bahwa kitapun, seperti halnya Bunda Maria, dapat secara tidak langsung meremukkan kepala Iblis setiap kali kita taat akan Tuhan dan mengalahkan godaan. Hal ini sesuai dengan Rom 16:19-20:
“Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat. Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!”
Maka, sesungguhnya tidak menjadi masalah bagi kita, tentang siapa yang meremukkan kepala ular ini, sebab tetap benar bahwa baik Kristus maupun Bunda Maria sama- sama meremukkan kepala ular (Iblis) ini, dengan ketaatan mereka sampai akhir terhadap kehendak Tuhan. Tumit mereka memang remuk karenanya: tumit Kristus remuk adalah gambaran tentang bahwa Kristus telah mengalahkan Iblis dengan penderitaan dan wafat-Nya di salib. Sedangkan Maria, demikian juga, dengan ketaatannya yang memuncak saat ia berdiri di bawah salib Kristus dan menyaksikan buah rahimnya itu difitnah, disiksa sampai mati di hadapan matanya sendiri. Orang yang mengatakan bahwa ini bukan penderitaan, nampaknya tidak dapat memahami kenyataan yang wajar. Sebab, silakan tanyakan kepada ibu manapun, mereka akan setuju bahwa ini merupakan penderitaan yang paling berat yang dapat dialami oleh seorang ibu, yaitu menyaksikan dengan matanya sendiri anak yang dikandung dan dibesarkannya, difitnah dan dipermalukan sedemikian rupa lalu disiksa sampai mati dengan hukuman yang paling hina dan keji bahkan sampai wujud-Nya bukan seperti manusia lagi. Bagi Maria ‘pedang yang menusuk jiwanya’ ini menjadi lebih lagi tidak terbayangkan, mengingat bahwa kenyataan yang terpampang di hadapannya ini menjadi sangat berlawanan, bahkan sepertinya merupakan penyangkalan total dari apa yang pernah didengarnya dari malaikat, “Ia [Yesus] akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi… dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:32-33). Namun Maria tetap teguh berdiri mendampingi Puteranya dengan kesetiaan seorang hamba, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” (lih. Luk 1:38). Ketaatan tanpa syarat ini yang disertai dengan pengorbanan dirinya sendiri sebagai seorang ibu, untuk melihat hal yang paling menyakitkan tersebut terjadi padanya, yang nampaknya sangat berlawanan dengan janji yang pernah diterimanya dari Allah melalui kabar malaikat itu. Inilah makna “tumit Mariapun turut remuk” dalam melawan Iblis. Sejujurnya, tidak ada seorangpun di dunia ini yang pernah mengalami pengalaman begitu tragis seperti yang dialami oleh Bunda Maria; dan dengan demikian ketaatannya kepada Tuhan sampai akhir walau di dalam keadaan yang sepertinya tanpa harapan, inilah yang selalu menjadi teladan kita. Kata “Fiat” dari Bunda Maria itu bukan sekedar kata yang diucapkan dari mulut, tetapi yang mempunyai konsekuensi yang sangat mendalam di sepanjang hidupnya. Maka, janganlah kita meremehkan makna kata “Fiat” dari Bunda Maria, sebab siapa yang meremehkannya belum tentu dapat menerapkannya dalam kehidupannya sendiri, terutama jika dalam keadaan yang nampaknya sangat sulit di mata manusia.
Maka penyaliban itu merupakan cara Kristus mengalahkan maut/kuasa Iblis itu, namun besarlah harga yang harus juga dibayar oleh Kristus sendiri, yaitu penderitaan dan wafat-Nya, sebelum Ia dapat bangkit dengan mulia. Inilah maka disebut bahwa kemenangan meremukkan kepala Iblis itu melibatkan juga ‘remuknya tumit Kristus’. Demikian juga Bunda Maria mengambil bagian di dalam penderitaan dan wafat Kristus, sebab pada saat ia berdiri di bawah salib Kristus, sungguh penderitaan tak terlukiskan yang dialaminya, suatu bentuk pengosongan diri yang total untuk menerima rencana Tuhan walau ini melibatkan rasa sakit tak terhingga karena ‘pedang yang menembus jiwanya’ dan inilah bentuk ‘remuknya tumit Maria’ dalam gambaran yang disampaikan dalam Kej 3:15.
Selanjutnya tentang Kej 3:15, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik

Recent Post