Bandung - Afirdo Pakpahan (9) sudah empat hari tak bersekolah. Ia takut masuk sekolah setelah mendapatkan perlakuan tak mengenakan dari guru agama di sekolahnya yang menyuruhnya menghapal salah satu surat Quran. Afirdo bukan seorang muslim.
Kejadian tersebut terjadi pada Rabu (4/9). Afirdo merupakan siswa kelas 4C SDN Leuwigajah Mandiri I. Hari itu ia mengikuti pelajaran agama bersama teman-teman kelasnya. Biasanya ia menunggu di luar atau pulang jika pelajaran agama digelar.
Saat guru agama, Tati keluar kelas ia menitipkan pada KM (Ketua Murid) untuk mencatat siswa yang mengobrol atau keluar dari bangku.
"Waktu minggu kemarin saya pulang. Tapi kemarin enggak boleh pulang," ujar Afirdo saat ditemui di rumahnya di Jalan Cibogo RT 02 RW 07 Kelurahan Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan.
Karena harus mengikuti pelajaran tersebut, Afrido pun bertanya jam berapa pulang. Hal itu membuatnya dicatat oleh temannya sebagai anak yang mengobrol.
Saat guru masuk kelas, daftar anak yang dicatat dipanggil ke depan. Saat itu Afirdo diminta membaca surat Quran. Ia pun mengaku disuruh menghapal surat yang akan dites pada Rabu selanjutnya.
"Saya disuruh baca arab, saya enggak bisa. Jadi enggak baca," katanya.
Saat itu Afirdo mendengar gurunya mengatakan pada dirinya jika bukan Islam, ia akan masuk neraka.
"Kalau bukan islam kamu tahu ngga bisa masuk neraka, cepat tobat nanti masuk neraka," tutur Afirdo menirukan ucapan gurunya saat itu. Ia pun hanya bisa diam saja.
Sementara itu menurut teman sekelas Afirdo, Fauzi (10), guru agama meminta Afirdo menghapal surat Al Falaq. Tapi saat itu tak ada paksaan dari guru agama saat Afirdo menyatakan tak bisa.
Namun Fauzi mengaku memang mendengar kata-kata akan masuk neraka jika bukan muslim dari gurunya itu. "Iya, bilang gitu," kata Fauzi.
Sepulang sekolah, Afirdo menceritakan kejadian tersebut pada ibunya, Kasaria (37). Ia mengaku tak mau pergi sekolah lagi karena takut pada guru agamanya itu.
"Enggak pantas guru begitu. Soal keyakinan kan tidak bisa dipaksa. Nilai agama dia selama ini dapat dari gereja. Sebelum ini tidak ada masalah," katanya.
Ayah Afirdo, Torang pakpahan pun sempat datang ke sekolah, namun menurutnya tidak mendapatkan tanggapan. Wali Kelas anaknya baru menelepon ayah Afirdo tadi pagi dan diberitahu soal masalah tersebut. Selama ini Wali Kelas mengira Afirdo tak masuk karena sakit.
Kasaria berharap ada permintaan maaf dan penjelasan dari sekolah khususnya guru agama tersebut.
"Saya juga pengen anak nyaman sekolah. Kalau begini mungkin pengennya dipindah saja, kasihan soalnya anak saya kalau takut sekolah begini. Dia selama ini enggak pernah bolos sekolah," tuturnya.
Ditemui secara terpisah di SD Leuwigajah Mandiri I, Jalan Sadar Manah, Wali Kelas 4C, Tarmidi mengatakan tidak mengetahui persis bagaimana kejadiannya. Menurutnya kini meski pelajaran Agama Islam, siswa non muslim tidak boleh pulang. Sebab kurikulum saat ini, pelajaran agama itu menyangkut budi pekerti.
"Tapi menurut saya tidak ada pemaksaan. Mungkin hanya meminta untuk tidak pulang," katanya.
Ia justru menyayangkan pihak keluarga yang tidak segera menyampaikan jika ada hal-hal yang tidak berkenan pada sekolah.
"Andaikata ada hal-hal yang kurang mengenakan bisa datang ke sekolah untuk menyampaikan keberatan. Kita kan bisa ubah," tuturnya.
Ia menyayangkan jika Afirdo jadi tak masuk sekolah karena alasan takut pada guru agama. "Guru agama kan hanya masuk seminggu sekali. Ini enggak masuk sudah 4 hari kan kasihan jadi tertinggal," katanya.
Ditemui di Kantor DPRD Kota Cimahi, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Cimahi Hartati menuturkan jika mereka telah meminta keterangan dari pihak kepala sekolah dan guru agama yang bersangkutan.
"Intinya, kami sudah mengarahkan pihak sekolah dan guru itu supaya siswa non muslim bisa diarahkan ke perpustakaan atau ruang seni saat ada pelajaran agama kalau tidak boleh pulang," ujar Hartati.
Menurut pengakuan dari guru tersebut, tidak ada pemaksaan yang dilakukan. Meski begitu, guru tersebut menyatakan akan menemui keluarga siswanya untuk meminta maaf dan memberi penjelasan.
"Kita akan melakukan pembinaan pada sekolah," katanya.
Usai menerima aduan dari keluarga siswa, Wakil Ketua Komizi IV Bambang Suprihatin menuturkan jika kasus ini adalah soal etika mengajar.
"Ini lebih pada persoalan harus seperti apa etika mengejar di kelas. Namun kami harus meminta klarifikasi dari pihak sekolah untuk mencari solusi yang ada," tuturnya.
Post a Comment