Mengapa bayi perlu dibaptis padahal dia belum tahu apa-apa?


Ada tiga alasan yang membuat Gereja Katolik membaptis para bayi, yaitu: (1) karena perintah Kristus, (2) baptisan diperlukan untuk keselamatan, (3) orang tua mempunyai tanggung jawab untuk membawa anak-anaknya ke dalam Kerajaan Sorga. Kristus mengatakan bahwa tidak boleh ada seorangpun yang menghalangi anak-anak datang kepada-Nya, karena mereka adalah empunya Kerajaan Sorga (lih. Mat 19:14; Mar 10:14; Luk 18:16). Kalau ada yang menghalangi atau menyesatkan anak-anak, maka akan memperoleh hukuman yang berat (lih. Mat 18:6). Selanjutnya, Alkitab mengatakan bahwa barang siapa percaya dan dibaptis, maka dia akan diselamatkan (lih. Yoh 3:3-5; Mrk 16:16), karena mendapatkan pengampunan dosa -termasuk dosa asal- dan karunia Roh Kudus (lih. Kis 2:38). Melalui Baptisan, seseorang disatukan dengan kematian Kristus untuk dibangkitkan bersama dengan Kristus; sehingga ia dapat mati terhadap dosa dan hidup baru bagi Allah di dalam Kristus (lih. Rom 6:3-4,11).
Jika Kristus menginginkan agar anak-anak datang kepada-Nya dan tidak boleh ada yang menghalangi mereka, serta baptisan diperlukan untuk keselamatan, maka orang tua harus memberi bayi mereka dibaptis. Dengan demikian, para orang tua melaksanakan amanat agung Kristus untuk pemuridan, pembaptisan dan pengajaran (lih. Mat 28:19-20), sehingga bayi/ anak- anak mereka dapat memperoleh keselamatan.
Apakah dengan Baptisan bayi, maka orang tua merenggut kebebasan bayi mereka? Tentu saja tidak. Dalam tatanan kodrat, sudah selayaknya orang tua memberi obat kepada bayi yang sakit tanpa persetujuan bayi itu. Kalau hal ini dianggap benar, maka menjadi benar juga bahwa untuk keselamatan bayi yang mereka kasihi, mereka membaptis bayi mereka tanpa persetujuan bayi mereka. Di jaman para rasul, para murid juga membaptis keluarga (yang berarti bisa termasuk anak-anak dan bayi), seperti pada pembaptisan keluarga Lydia (Kis 16:15), kepala penjara di Filipi (Kis 16:33) dan Stefanus (1 Kor 1:16).

Dasar Kitab Suci:

  • Mat 19:14; Mar 10:14; Luk 18:16: Jangan menghalangi anak- anak datang kepada Tuhan
  • Mat 18:6: Hukuman bagi mereka yang menyesatkan anak- anak
  • Yoh 3:3-5: Syarat masuk Kerajaan Allah: dilahirkan kembali dalam air dan Roh (dibaptis)
  • Mrk 16:16: Syarat untuk diselamatkan: percaya dan dibaptis
  • Kis 2:38: Syarat untuk pengampunan dosa dan menerima Roh Kudus: bertobat dan dibaptis
  • Mat 28:19-20: Pesan terakhir Yesus: pemuridan, pembaptisan, pewartaan Injil
  • Kis 16:15, 33: Pembaptisan bersama- sama seisi rumahnya
  • 1Kor 1:16: Paulus membaptis keluarga Stefanus (termasuk anak- anaknya)

Dasar Tradisi Suci:

  • St. Irenaeus dari Lyons (120-180) dalam Adversus Haereses (Book II, Chapter 22)
    “Ia [Yesus] datang untuk menyelamatkan melalui Diri-Nya sendiri; semua, kataku: para bayi, anak- anak, orang muda maupun tua, yang melalui-Nya dilahirkan kembali di dalam Tuhan. Oleh karena itu, Ia melampaui semua usia, menjadi seorang bayi bagi para bayi untuk menguduskan mereka; menjadi seorang kanak- kanak untuk anak- anak, menguduskan mereka yang pada usia anak- anak…. [sehingga] Ia dapat menjadi guru yang sempurna di dalam segala sesuatu, sempurna tidak hanya dalam menyatakan kebenaran, tetapi juga sempurna di dalam segala usia.” (Against Heresies 2:22:4 [A.D. 189]).
  • Hippolytus (170-236) dalam bukunya The Antichrist
    “Pertama- tama, baptislah anak- anak, dan jika mereka dapat berbicara, biarkanlah mereka berbicara. Kalau tidak, biarlah para orang tua atau kerabat mereka berbicara atas nama mereka.” (The Apostolic Tradition 21:16 [A.D. 215]).
  • Origen (185-254) dalam De Principiis (Book IV)
    “Gereja menerima dari para rasul, tradisi untuk memberikan Baptisan bahkan kepada para bayi. Para rasul, yang dipercayakan rahasia- rahasia sakramen- sakramen ilahi, mengetahui bahwa pada setiap orang terdapat dosa asal, yang harus dicuci/ dibersihkan melalui air dan Roh.” (Commentaries on Romans 5:9 [A.D. 248]).”Setiap jiwa yang dilahirkan dalam daging tertanam oleh kecederungan berbuat jahat dan dosa …. Di dalam Gereja, Baptisan diberikan untuk penghapusan dosa, dan sesuai dengan penerapan Gereja, Baptisan diberikan bahkan kepada bayi- bayi….”(Homilies on Leviticus 8:3 [A.D. 248]).
  • St. Cyprian dari Carthage (200-270) dalam Epistle 58
    “Tentang apa yang berhubungan dengan kasus bayi- bayi: Kamu [Fidus] berkata bahwa mereka tidak harus dibaptis di hari kedua atau ketiga setelah kelahiran mereka, …., dan bahwa kamu tidak berpikir bahwa seseorang harus dibaptis dan disucikan di dalam waktu delapan hari setelah kelahirannya. Di dalam konsili kami nampaknya tidak demikian. Tidak seorangpun yang setuju kepada pandangan yang menurut pemikiranmu harus dilakukan. Sebaliknya, kami semua menilai bahwa belas kasihan dan rahmat Allah tidak boleh ditahan/ diingkari kepada siapapun yang dilahirkan.” (Letters 64:2 [A.D. 253]).”Jika, dalam kasus pendosa yang terparah, dan mereka yang pada mulanya banyak berdosa melawan Tuhan, ketika sesudahnya mereka menjadi percaya, penghapusan dosa mereka diberikan dan tak seorangpun yang dihalangi dari Pembaptisan dan rahmat, betapa lebih penting, bahwa seorang bayi tidak dihalangi, yang baru saja dilahirkan, dan belum berbuat dosa, kecuali bahwa karena dilahirkan di dalam daging seperti Adam, ia telah menerima akibat dari kematian [dosa asal] dari kelahirannya [sebagai manusia keturunan Adam]. Untuk alasan ini, ia [seorang bayi] lebih mudah untuk menerima penghapusan dosa, sebab dosanya yang diampuni adalah bukan dosanya sendiri, tetapi dosa orang lain [dosa asal akibat Adam]. (ibid., 64:5).
  • St. Gregorius Nazianzen (325-389) dalam Oration 40
    “Apakah kamu mempunyai bayi? Jangan biarkan dosa mengambil kesempatan, melainkan biarlah bayi itu dikuduskan… Dari usianya yang masih muda, biarlah ia dikonsekrasikan oleh Roh Kudus….” (Oration on Holy Baptism 40:7 [A.D. 388]).
  • St. Yohanes Krisostomus (347-407) dalam Homily 47 tentang Kisah para rasul
    “Baiklah,” beberapa orang akan berkata, “bagi mereka yang meminta Baptisan, tetapi apa yang kau katakan tentang mereka yang masih anak- anak, dan tidak sadar akan kekurangan ataupun akan rahmat? Apakah kami harus membaptis mereka juga?” ‘Tentu saja’ [jawab saya]… Lebih baik mereka dikuduskan [walaupun mereka] tidak menyadarinya, daripada mereka bertumbuh [menjadi besar] tidak bermeterai dan tidak menerima inisiasi.” (ibid.,40:28).”Kamu melihat begitu banyaknya keuntungan Baptisan, dan beberapa orang ebrpikir rahmat surgawi-nya hanya terdiri dari penghapusan dosa, tetapi kami sudah menjabarkan sepuluh hal kehormatan yang dikaruniakannya! Untuk alasan ini kami membaptis bahkan bayi- bayi, meskipun mereka tidak dirusakkan oleh dosa-dosa pribadi, sehingga mereka dapat memperoleh kekudusan, kebenaran, pengangkatan sebagai anak-anak Allah, sebagai ahli waris, saudara- saudara Kristus, dan bahwa mereka dapat menjadi anggota- anggota Kristus”
    (Baptismal Catecheses in AugustineAgainst Julian 1:6:21 [A.D. 388]).
  • St. Agustinus dari Hippo (354-430 AD) dalam The City of God (Book XXII)
    “Cyprian tidak mengeluarkan dekrit yang baru tetapi mempertahankan kepercayaan Gereja yang paling kuat untuk mengkoreksi beberapa orang yang berpikir bahwa bayi- bayi tidak harus dibaptis sebelum hari kedelapan setelah kelahiran mereka …. Ia setuju dengan para sesama uskup bahwa seorang anak dapat dibaptis dengan layak/ tepat segera setelah ia lahir.” (Letters 166:8:23 [A.D. 412]).
  • St. Agustinus dari Hippo (354-430 AD) dalam Tractate 6 (John 1:32-33)
    “Dengan rahmat ini bayi- bayi yang dibaptis juga digabungkan ke dalam tubuh-Nya [Kristus] bayi- bayi yang tentu saja belum dapat meniru siapapun. Kristus, yang di dalam-Nya semua orang memperoleh hidup … memberikan juga rahmat yang paling tersembunyi dari Roh-Nya, rahmat yang dengan rahasia Ia alirkan bahkan kepada bayi- bayi …. Ini adalah hal yang istimewa sehingga kaum Kristen Punik (Afrika Utara) menyebut Baptisan keselamatan dan sakramen Tubuh Kristus sebagai bukan yang lain selain kehidupan. Darimanakah hal ini diperoleh, kalau bukan dari … tradisi apostolik, yang olehnya Gereja Kristus meneruskan dengan teguh bahwa tanpa Baptisan dan partisipasi pada meja altar Tuhan, adalah tidak mungkin bagi seorangpun untuk memperoleh Kerajaan Allah atau kepada keselamatan dan kehidupan kekal? Ini adalah kesaksian Kitab Suci juga …. Jika ada orang yang mempertanyakan mengapa anak- anak yang dilahirkan dari mereka yang sudah dibaptis juga harus dibaptis, biarlah mereka memperhatikan hal ini…. Sakramen Pembaptisan adalah paling pasti sakramen kelahiran kembali (Forgiveness and the Just Deserts of Sin, and the Baptism of Infants1:9:10; 1:24:34; 2:27:43 [A.D. 412]).
  • St. Agustinus dari Hippo (354-430 AD) dalam Tractate 15 (John 4:1-42)
    “Kebiasaan Bunda Gereja dalam hal pembaptisan bayi tentu tidak boleh dicaci/ dicemooh, atau dianggap sebagai sesuatu yang berlebihan, atau dipercaya bahwa tradisi tersebut adalah sesuatu yang bukan apostolik.” (The Literal Interpretation of Genesis10:23:39 [A.D. 408]).

Dasar Magisterium Gereja:

  • Katekismus Gereja Katolik (KGK, 403, 1231, 1250, 1251,  1252, 1282)
  • Konsili Chalcedon (451)
    “Siapapun yang mengatakan bahwa bayi- bayi yang baru lahir tidak harus dibaptis, atau mengatakan bahwa mereka memang dibaptis untuk menerima penghapusan dosa namun mereka tidak menerima apapun dari dosa asal Adam, yang dihapus di dalam permandian kelahiran kembali … biarlah ia menjadi anathema [diekskomunikasikan]. Sebab apa yang yang dikatakan oleh rasul Paulus, “Melalui satu orang, dosa masuk ke dunia, dan kematian melalui dosa, dan demikian diteruskan kepada semua manusia, di dalamnya semua telah berdosa’ (Rom 5:12), tidak dapat dimengerti dengan pemahaman yang lain daripada yang diajarkan dan disebarluaskan oleh Gereja Katolik. Sebab berkenaan dengan ketentuan iman bahkan bayi- bayi, yang di dalam diri mereka sendiri belum dapat melakukan dosa apapun, sungguh- sungguh dibaptis ke dalam penghapusan dosa, sehingga apa yang mereka terima dari kelahiran dapat dibersihkan oleh kelahiran kembali.” (Canon 3 [A.D. 416]).
Ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. (Katolisitas.org)

Post a Comment

Previous Post Next Post