Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka?


Salah satu diskusi agama yang terpenting adalah tentang keselamatan. Gereja Katolik mengajarkan prinsip Extra Ecclesiam Nulla Salus (EENS), yaitu, Tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik. Namun, hal ini harus dimengerti dengan benar. Dogma ini bukanlah mengatakan “Yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka”. Pernyataan ekstrim seperti ini pernah dikatakan oleh seorang Pastor di Amerika yang bernama Fr. Leonard Feeney. Namun kemudian ia mendapat teguran keras dari Vatikan, melalui Uskupnya yaitu Uskup Boston, Richard J. Cushing. Berikut ini silakan melihat link-nya di sini, http://www.ewtn.com/library/CURIA/CDFFEENY.HTM, tentang pernyataan dari Vatikan (dari Kongregasi Kepausan) untuk meluruskan pengertian yang salah tersebut.
Bapa Paus Pius XII memang, mengulangi pengajaran yang telah berakar dari para Bapa Gereja, yaitu sejak jaman St. Cyprian dan St. Agustinus.[1] di abad ke 4 dan ke 5 mengajarkan bahwa tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik. Namun ajaran ini harus dimengerti berdasarkan interpretasi Gereja Katolik yang mengeluarkannya, dan bukan untuk di-interpretasikan secara pribadi. Nah, menurut pernyataan Gereja Katolik, seperti yang dituliskan dalam link di atas, maksudnya adalah demikian:
1. Tuhan Yesus memerintahkan kepada para rasul untuk membaptis dan mengajar semua bangsa segala perintah-Nya (Mat 28:19-20). Segala perintah-Nya di sini adalah termasuk untuk menggabungkan diri melalui Pembaptisan dengan Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja yang didirikan-Nya di atas Petrus (Mat 16: 18) dan penerusnya, yang melaluinya Kristus memimpin umat-Nya.
2. Maka seperti diajarkan dalam Lumen Gentium 14, “…andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.” [Namun tentu untuk parameter 'benar-benar tahu' itu hanya Tuhan yang tahu]
3. Maka Tuhan Yesus memerintahkan seluruh bangsa untuk bergabung dengan Gereja-Nya, dan menetapkan Gereja sebagai sarana bagi seseorang untuk memperoleh keselamatan.
4. Namun, di dalam belas kasihan-Nya yang tak terbatas, Tuhan berkehendak bahwa efek-efek yang diperlukan agar seseorang dapat diselamatkan, yang adalah bantuan untuk mengarahkan seseorang kepada keselamatan yang menjadi tujuan hidupnya, tidak dengan keharusan yang mutlak, namun dengan institusi ilahi, dapat juga diperoleh di dalam keadaan- keadaan tertentu di mana bantuan tersebut digunakan hanya melalui keinginan dan kerinduan. Hai ini jelas diajarkan di dalam Konsili Trente, berkaitan dengan sakramen Pembaptisan dan Pengakuan dosa.
Demikianlah dengan derajat yang sama, harus diajarkan bahwa Gereja adalah bantuan umum untuk keselamatan. Maka, bahwa untuk dapat mencapai keselamatan, seseorang tidak harus selalu tergabung di dalam Gereja sebagai anggota secara nyata, tetapi setidak-tidaknya, tergabung dengannya (Gereja) melalui keinginan dan kerinduan.” Silakan membaca apa itu “Implicit desire for Baptism“, silakan klik di sini.
5. Keinginan ini tak harus selalu eksplisit, seperti dalam diri katekumen, tetapi, ketika seseorang mempunyai “invincible  ignorance” (ketidaktahuan yang tak dapat dihindari) Tuhan tetap dapat menerima keinginan yang implisit, yang termasuk dalam sikap batin yang baik yang selalu ingin melaksanakan kehendak Tuhan.
6. Pengertian di atas dijelaskan sendiri oleh Paus Pius XII pada tgl 29 Juni 1943, menjelaskan surat Ensikliknya, Tentang Tubuh Mistik Yesus Kristus (Mistici Corporis), AAS, Vol.35, an. 1943, p. 193 ff.). Maka Paus membedakan mereka yang secara nyata menjadi anggota Gereja dan mereka yang bersatu dengan Gereja hanya dalam keinginan.
7. Menjelaskan tentang keanggotaan Tubuh Mistik Kristus ini Paus Pius XII mengatakan, “Yang menjadi anggota Gereja adalah mereka yang telah dibaptis dan menyatakan iman yang benar, dan yang belum pernah memisahkan diri mereka sendiri dari kesatuan Tubuh, atau yang dikeluarkan oleh otoritas yang legitim karena kesalahan-kesalahan yang sangat berat.”
8. Paus Pius XII juga mengundang kepada kesatuan mereka yang tidak tergabung dalam Gereja Katolik. Paus menyebutnya mereka sebagai “yang berhubungan dengan Tubuh Mistik Kristus dengan kerinduan dan keinginan tertentu yang tidak disadari” dan mereka ini bukannya tidak termasuk dalam keselamatan kekal, tetapi, “…mereka tetap kurang dapat memperoleh bermacam karunia surgawi dan bantuan-bantuan yang hanya dapat diberikan di dalam Gereja Katolik” (AAS, 1.c., p 243). Maka dengan perkataan yang bijaksana ini, Paus mengkoreksi 1) mereka yang mengatakan bahwa keselamatan tidak mencakup orang-orang yang bersatu dengan Gereja secara implisit, dan 2) mereka yang mengatakan bahwa orang-orang dapat sama saja diselamatkan dengan baik di setiap agama manapun.
9. Tidak boleh hanya diajarkan bahwa segala keinginan untuk memasuki Gereja sudah cukup sehingga seseorang dapat diselamatkan. Adalah perlu bahwa keinginan yang menggabungkan seseorang dengan Gereja harus dijiwai oleh kasih yang sempurna. Juga keinginan implisit ini tak akan berdaya guna, kecuali jika orang itu mempunyai iman yang supernatural: “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibr 11:6). Konsili Trente mengajarkan (Ses.VI, ch.8), “Iman adalah awal dari keselamatan manusia dan pondasi dan akar dari pembenaran, yang tanpanya seseorang tidak mungkin menyenangkan Tuhan dan memperoleh persahabatan sebagai anak-anak Allah.” (Denz, n.801)
10. Maka pengajaran Paus Pius XII ini tidak bertentangan dengan pengajaran Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 16, “Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal [33]. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, Gereja pandang sebagai persiapan Injil [34], dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan.”
Sebab keselamatan di sini tidak tertutup bagi orang-orang yang bukan karena kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya. Namun tentu saja, bantuan yang mereka perlukan tidak sama bentuknya dengan bantuan yang diperoleh melalui sakramen- sakramen Gereja. Dalam hal ini, kita perlu dengan rendah hati menyerahkan kepada kebijaksanaan Tuhan mengenai bagaimana Tuhan akan memberikan bantuan ilahi kepada mereka yang di luar Gereja Katolik, yang bukan karena kesalahan sendiri, namun selalu berusaha dengan tulus hati mencari Allah.
Akhirnya, kita harus melihat juga dengan obyektif, sebab berada di Gereja Katolik sajabukan jaminan bahwa seseorang pasti selamat, sebab masih ada bagian yang harus dilakukan orang itu, yaitu bertumbuh dalam iman dan kasih. Lumen Gentium 14 mengatakan, “Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalam cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya” [26]. Pun hendaklah semua Putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa pula. Dan bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras [27].”
Pada akhirnya, memang hanya Tuhan saja yang dapat menentukan seseorang diselamatkan atau tidak. Di atas semua itu memang kita perlu meyakini bersama bahwa pada dasarnya, Allah “menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1 Tim 2:4), namun memang akhirnya tergantung bagaimana setiap dari kita menanggapinya. Bagi orang Katolik memang kebenaran tak hanya diperoleh dari Kitab Suci, namun juga dari Tradisi Suci Gereja. Sebab, Alkitab sendiri mengatakan tonggak dan dasar kebenaran adalah Gereja (1 Tim 3:15), dan bukannya Kitab Suci. Maka sangatlah penting bagi kita untuk melihat kebenaran yang diajarkan oleh Gereja baik melalui Kitab Suci  namun juga melalui para Bapa Gereja dalam Tradisi Suci. Namun demikian, maksud utama dari mempelajari ajaran Gereja adalah untuk mengetahui bagaimana supaya kita dapat diselamatkan dan bukannya untuk mencari siapa yang masuk neraka, karena Gereja sendiri tidak mengajarkan demikian. Akhirnya, daripada berpayah-payah menduga siapa-siapa yang masuk neraka, lebih baik berjuang untuk hidup dalam kekudusan, supaya kita bisa didapati-Nya siap sedia untuk masuk dalam Kerajaan Surga.

CATATAN KAKI:
  1. Lihat De Bapt. IV, 17, 24 []

Ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. (Katolisitas.org)



Post a Comment

Previous Post Next Post