Apa itu devosi kepada Bunda Maria?
Devosi menurut St. Franciskus dari Sales adalah “kesigapan dan kegairahan hidup rohani, yang melaluinya kasih bekerja di dalam kita, ataupun kita di dalamnya, dengan cinta dan kesiapsiagaan; dan seperti halnya kasih memimpin kita untuk menaati dan memenuhi semua perintah Tuhan, maka devosi memimpin kita untuk menaati semua itu dengan segera dan tekun…. maka devosi tidak hanya membuat kita aktif, bersedia, dan tekun dalam melaksanakan perintah Tuhan, tetapi terlebih lagi devosi mendorong kita untuk melakukan semua perbuatan baik dengan penuh semangat dan kasih, bahkan perbuatan- perbuatan yang tidak diharuskan, tetapi hanya dianjurkan ataupun disarankan.”[1]
Dengan demikian, devosi merupakan ungkapan kasih untuk memenuhi semua perintah Tuhan. Jika Tuhan Yesus memerintahkan kepada kita murid- murid yang dikasihi-Nya untuk menerima ibu-Nya, Bunda Maria, sebagai ibu (lih. Yoh. 19:26-27), maka sudah selayaknya kita menghormati Bunda Maria sebagai ibu rohani kita.
Dengan demikian, devosi merupakan ungkapan kasih untuk memenuhi semua perintah Tuhan. Jika Tuhan Yesus memerintahkan kepada kita murid- murid yang dikasihi-Nya untuk menerima ibu-Nya, Bunda Maria, sebagai ibu (lih. Yoh. 19:26-27), maka sudah selayaknya kita menghormati Bunda Maria sebagai ibu rohani kita.
Namun demikian, penghormatan kepada Bunda Maria tidak dapat disamakan dengan penghormatan kita kepada Tuhan. Gereja Katolik membedakan antara penyembahan dan penghormatan, berdasarkan ajaran St. Agustinus:[2]
1. Latria (penyembahan, ‘worship/ adoration‘) yang hanya ditujukan kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus)
2. Dulia (penghormatan, ‘veneration‘) yang ditujukan kepada:
- Para orang Kudus, termasuk Bunda Maria (kadang kepada Maria, disebut hyperdulia)
- Penghormatan kepada benda tertentu yang melambangkan Allah ataupun Para Kudus dan Maria. Contohnya yaitu salib (crucifix), patung Bunda Maria, Patung santa-santo, dll. Penghormatan ini kadang disebut sebagai dulia- relatif.
2. Dulia (penghormatan, ‘veneration‘) yang ditujukan kepada:
- Para orang Kudus, termasuk Bunda Maria (kadang kepada Maria, disebut hyperdulia)
- Penghormatan kepada benda tertentu yang melambangkan Allah ataupun Para Kudus dan Maria. Contohnya yaitu salib (crucifix), patung Bunda Maria, Patung santa-santo, dll. Penghormatan ini kadang disebut sebagai dulia- relatif.
Kata latria dan dulia ini memang tidak secara eksplisit tertera di dalam Kitab Suci, tetapi, kita dapat melihat penerapannya dengan jelas.
1. Penyembahan/ Latria, nyata pada perintah pertama dalam kesepuluh Perintah Allah, yaitu untuk menyembah Allah saja dan jangan ada allah lain yang disembah selain Dia (Kel 20: 1-6). Penyembahan kepada Allah dengan sujud menyembah disebutkan dalam 2 Taw 7:3; 2 Taw 20:18; Neh 8:7; 1 Mak 4:55.
2. Penghormatan/ Dulia, nyata pada penghormatan para saudara Yusuf kepada Yusuf (lih. Kej 42:6) dan Yusuf yang sujud sampai ke tanah menghormati ayahnya Yakub (Kej 48:12). Demikian pula, Nabi Natan sujud ke tanah menghormati Daud (1 Raj 1: 22); Absalom sujud ke tanah menghormati ayahnya Daud (2 Sam 14:33). Tentu mereka ini bukan menyembah berhala, namun menghormati orang tua sesuai perintah Tuhan.
3. Penghormatan ‘Dulia relatif‘ ini misalnya saat Musa membuat ular dari tembaga yang dipasangnya di sebuah tiang, dan siapa yang memandang patung ular itu akan tetap hidup walaupun telah dipagut ular (Bil 21:8-9). Ular yang ditinggikan di tiang ini menjadi gambaran akan Yesus Kristus yang juga akan ditinggikan di kayu salib (lihat Yoh 3:14). Dalam Perjanjian Lama (PL), Allah menyuruh orang Israel ‘memandang ke atas’ ular tembaga tersebut agar disembuhkan; sedangkan pada Perjanjian Baru (PB), siapa yang memandang Kristus yang ditinggikan di kayu salib dan percaya kepada-Nya, akan disembuhkan dari dosa. Tentu dalam PL, orang Israel tidak menyembah berhala, sebab Allah-lah yang menyuruh mereka menghormati/ memandang ke atas ular tembaga yang dibuat oleh Musa itu, yang merupakan gambaran Kristus yang kelak dinyatakan dalam PB.
Penghormatan dulia- relatif lainnya yang dicatat dalam Kitab Suci, adalah ketika Tuhan menyuruh Musa untuk membuat tabut perjanjian, dengan membuat patung malaikat (kerub) untuk diletakkan di atas tutupnya (lih. Kel 37), di mana di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), tongkat Harun (Bil 17:10) dan kedua loh batu sepuluh perintah Allah (Kel 25:16). Tabut perjanjian ini kemudian menyertai bangsa Israel sampai ke tanah terjanji yang dipimpin oleh nabi Yosua. Kitab Yosua mencatat bahwa Yosua bersama- sama para tua- tua sujud ke tanah menghormati tabut Tuhan: “Yosuapun mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel….” (Yos 7:6).
Tentu tabut itu bukan Tuhan, dan tentu yang dihormati bukan apa yang nampak, yaitu kotak dengan patung malaikat (kerub) di atasnya, tetapi adalah Allah yang dilambangkan-Nya. Yosua dan para tua- tua Yahudi pada saat itu tidak menyembah berhala, Allah tidak menghukum mereka karena sujud di depan tabut itu. Sebaliknya Allah menerima ungkapan tobat mereka, dan menyatakan kehendak-Nya atas apa yang harus mereka perbuat terhadap Akhan, yang melanggar perintah-Nya.
2. Penghormatan/ Dulia, nyata pada penghormatan para saudara Yusuf kepada Yusuf (lih. Kej 42:6) dan Yusuf yang sujud sampai ke tanah menghormati ayahnya Yakub (Kej 48:12). Demikian pula, Nabi Natan sujud ke tanah menghormati Daud (1 Raj 1: 22); Absalom sujud ke tanah menghormati ayahnya Daud (2 Sam 14:33). Tentu mereka ini bukan menyembah berhala, namun menghormati orang tua sesuai perintah Tuhan.
3. Penghormatan ‘Dulia relatif‘ ini misalnya saat Musa membuat ular dari tembaga yang dipasangnya di sebuah tiang, dan siapa yang memandang patung ular itu akan tetap hidup walaupun telah dipagut ular (Bil 21:8-9). Ular yang ditinggikan di tiang ini menjadi gambaran akan Yesus Kristus yang juga akan ditinggikan di kayu salib (lihat Yoh 3:14). Dalam Perjanjian Lama (PL), Allah menyuruh orang Israel ‘memandang ke atas’ ular tembaga tersebut agar disembuhkan; sedangkan pada Perjanjian Baru (PB), siapa yang memandang Kristus yang ditinggikan di kayu salib dan percaya kepada-Nya, akan disembuhkan dari dosa. Tentu dalam PL, orang Israel tidak menyembah berhala, sebab Allah-lah yang menyuruh mereka menghormati/ memandang ke atas ular tembaga yang dibuat oleh Musa itu, yang merupakan gambaran Kristus yang kelak dinyatakan dalam PB.
Penghormatan dulia- relatif lainnya yang dicatat dalam Kitab Suci, adalah ketika Tuhan menyuruh Musa untuk membuat tabut perjanjian, dengan membuat patung malaikat (kerub) untuk diletakkan di atas tutupnya (lih. Kel 37), di mana di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), tongkat Harun (Bil 17:10) dan kedua loh batu sepuluh perintah Allah (Kel 25:16). Tabut perjanjian ini kemudian menyertai bangsa Israel sampai ke tanah terjanji yang dipimpin oleh nabi Yosua. Kitab Yosua mencatat bahwa Yosua bersama- sama para tua- tua sujud ke tanah menghormati tabut Tuhan: “Yosuapun mengoyakkan jubahnya dan sujudlah ia dengan mukanya sampai ke tanah di depan tabut TUHAN hingga petang, bersama dengan para tua-tua orang Israel….” (Yos 7:6).
Tentu tabut itu bukan Tuhan, dan tentu yang dihormati bukan apa yang nampak, yaitu kotak dengan patung malaikat (kerub) di atasnya, tetapi adalah Allah yang dilambangkan-Nya. Yosua dan para tua- tua Yahudi pada saat itu tidak menyembah berhala, Allah tidak menghukum mereka karena sujud di depan tabut itu. Sebaliknya Allah menerima ungkapan tobat mereka, dan menyatakan kehendak-Nya atas apa yang harus mereka perbuat terhadap Akhan, yang melanggar perintah-Nya.
Maka penghormatan yang diberikan kepada seseorang karena keistimewaannya tidak bertentangan dengan perintah Tuhan. Penghormatan macam ini diberikan juga dalam kejuaraan- kejuaraan, seperti dalam olimpiade, academy award, atau juga dalam sekolah- sekolah yang menghargai murid-murid yang berprestasi. Terhadap Bunda Maria, penghormatan kita menjadi istimewa, karena tak ada seorangpun dalam sejarah manusia yang mempunyai peran seperti Bunda Maria dalam rencana keselamatan Allah, yaitu sebagai Bunda yang melahirkan Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Dengan keistimewaannya ini, Maria layak menerima penghormatan istimewa, yang disebut sebagaihyperdulia.
Selanjutnya, terdapat perbedaan cara penyembahan/ latria dan penghormatan/ dulia. Penyembahan tertinggi/ latria ini diwujudkan dalam Misa Kudus/ perayaan Ekaristi, yaitu doa Gereja yang disampaikan dalam nama Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Penghormatan/ dulia kepada Maria dinyatakan misalnya dalam doa- doa rosario, novena, nyanyian, baik sebagai doa pribadi ataupun kelompok. Sedangkan penghormatan dulia relatif terlihat jika umat Katolik berlutut saat berdoa di depan patung Yesus dan patung Bunda Maria, karena yang dihormati bukan patungnya, tetapi pribadi yang diwakilkannya, yaitu Tuhan Yesus, dan Bunda Maria.
Dasar Kitab Suci:
- Kel 20: 1-6; 2 Taw 7:3; 2 Taw 20:18; Neh 8:6; 1 Mak 4:55 : Latria
- Kej 42:6; Kej 48:12; 1 Raj 1: 22; 2 Sam 14:33: Dulia
- Bil 21:8-9; Yoh 3:14: Dulia relatif
- Kel 20:12: Hormatilah ayah ibumu
- Yoh. 19:26-27: Yesus memberikan Bunda Maria agar menjadi ibu bagi murid- murid-Nya.
- Luk 1:28: Salam Maria, Hail, full of grace
- Luk 1:42: Maria Bunda Allah
- Luk 1:48: Segala keturunan akan menyebut Maria berbahagia
- Luk 11:27: Berbahagialah ibu yang telah mengandung Yesus …
Dasar Tradisi Suci:
- Julius Africanus (160-240)
“Kemuliaanmu besar; sebab engkau ditinggikan di atas semua perempuan yang terkenal, dan engkau dinyatakan sebagai ratu di atas segala ratu.” (Julius Africanus,Events in Persia: on the Incarnation of our Lord and God and Saviour Jesus Christ,http://www.newadvent.org/fathers/0614.htm) - St. Gregorius dari Neocaesarea (213-275)
“Maka dengan lemah lembut, rahmat membuat pilihan terhadap Maria yang murni, satu- satunya dari semua generasi …. (St. Gregorius dari Neocaesarea, Four Homilies, The First Homily on the Annunciation to the Holy Virgin Mary,http://www.newadvent.org/cathen/07015a.htm)
- Doa Sub Tuum Presidium (250 AD), yaitu doa penghormatan kepada Bunda Maria, Bunda Allah, yang kepadanya jemaat memohon pertolongan:
We fly to your patronage,We fly to your patronage,
O holy Mother of God,
despise not our petitions
in our necessities,
but deliver us from all dangers.
O ever glorious and blessed Virgin.
- St. Basil Agung (329-379)
“…. bahwa Maria yang suci, yang melahirkan-Nya… adalah Ibu Tuhan. Aku mengakui juga para rasul yang suci, para nabi dan para martir; dan memohon kepada mereka untuk memohon kepada Allah, bahwa melalui mereka, melalui pengantaraan mereka, Tuhan yang berbelas kasih dapat mendengarkan aku…. Karena itu juga, aku menghormati dan mencium gambar- gambar mereka, seperti halnya yang diturunkan dari para rasul yang kudus, dan tidak dilarang, melainkan ada di dalam semua gereja- gereja kita.” (St. Basil the Great, Letter 360. Of the Holy Trinity, the Incarnation, the invocation of Saints, and their Images).
- St. Ephrem dari Syria (wafat 373)
Lagu hymne karangan St. Efrem tentang kelahiran Tuhan “juga hampir sama menyanyikan lagu pujian kepada Bunda Perawan” (Bardenhewer, Sermons on Mary II)
- St. Epiphanus (403)
“Maria harus dihormati, tetapi Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus harus disembah. Tak seorangpun boleh menyembah Maria.” (St. Epiphanus, Haer 79,7)
Dasar Magisterium Gereja:
- Konsili Efesus (431) dan Konsili Chalcedon (451):
Maria adalah sungguh- sungguh Bunda Allah (De fide)
- Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, 66:
66. (Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan)
“Berkat rahmat Allah Maria diangkat di bawah Puteranya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Memang sejak zaman kuno Santa Perawan dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dan dalam perlindungannya umat beriman memperoleh perlindungan dari bahaya serta kebutuhan mereka.” Terutama sejak Konsili di Efesus kebaktian Umat Allah terhadap Maria meningkat secara mengagumkan, dalam penghormatan serta cinta kasih, dengan menyerukan namanya dan mencontoh teladannya, menurut ungkapan profetisnya sendiri: “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Meskipun kebaktian itu, seperti selalu dijalankan dalam Gereja, memang bersifat istimewa, namun secara hakiki berbeda dengan bakti sembah sujud, yang dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma seperti juga kepada Bapa dan Roh Kudus….. Dengan ungkapan-ungkapan itu, bila Bunda dihormati, Puteranya pun – yang melalui-Nya segala sesuatu diciptakan (lih. Kol 1:15-16), dan yang di dalamnya Bapa menghendaki agar seluruh kepenuhan-Nya berdiam (Kol 1: 19), – dikenal, dicintai dan dimuliakan sebagaimana harusnya, serta perintah-perintah-Nya dilaksanakan.”
- “Dalam konteks ini, istilah devosi digunakan untuk menggambarkan praktek eksternal (doa-doa, lagu- lagu pujian, pelaksanaan suatu kegiatan rohani yang berkaitan dengan waktu- waktu atau tempat- tempat tertentu, insignia, medali, kebiasaan- kebiasaan). Dihidupkan oleh sikap iman, praktek- praktek tersebut menyatakan hubungan yang khusus antara umat beriman dengan Pribadi Allah [Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus] atau kepada Perawan Maria yang terberkati, dalam hak- hak istimewanya tentang rahmat dan segala sebutannya yang mengekspresikan keistimewaan tersebut, atau dengan para Santo/a di dalam konfigurasi mereka dengan Kristus atau di dalam peran mereka di dalam kehidupan Gereja.” (Cf. COUNCIL OF TRENT, Decretum de invocatione, veneratione, et reliquiis Sanctorum, et sacris imaginibus (3. 12. 1563), in DS 1821-1825; Pius XII, Encyclical Letter Mediator Dei, in AAS 39 (1947) 581-582;Sacrosanctum Concilium 104; Lumen Gentium 50)
- Maria, Bunda Allah, dihormati secara khusus, dengan istilah Hyperdulia (Sententia certa- lih. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 215)
Post a Comment