Sebagai ibu yang mengandung, melahirkan dan membesarkan Yesus, Bunda Maria hadir secara istimewa dalam kehidupan Yesus di dunia. Di setiap peristiwa hidupnya, ketaatan iman Maria terus diuji dan disempurnakan oleh Tuhan. Sejak terbentuk-Nya Kristus dalam rahimnya, saat kelahiran-Nya di tempat yang termiskin, saat mengungsi ke Mesir, saat hilangnya dan diketemukannya kembali Yesus di bait Allah; saat pertumbuhan-Nya sejak anak-anak sampai dewasa, Maria hidup bersama- sama dengan Tuhan Yesus di bawah satu atap, dalam kesederhanaan keluarga tukang kayu. Saat Yesus pertama kali melakukan mujizat di perkawinan di Kana, Bunda Maria hadir; demikian pula pada saat Yesus mengajar orang banyak. Walaupun Kitab Suci tidak mencatat secara detail tentang Bunda Maria, namun kita mengetahui bahwa Bunda Maria hadir di saat- saat penting dan menentukan dalam hidup Tuhan Yesus di dunia.
Penyertaan Bunda Maria mencapai puncaknya pada saat ia mendampingi Kristus, sampai di bukit Golgota, di saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia. Maria tegar berdiri di kaki salib Kristus, dan turut mempersembahkan Dia di hadapan Allah Bapa. Maria melihat sendiri kesengsaraan Putera-nya Yesus Kristus yang melampaui segala ungkapan, untuk menebus dosa-dosa manusia. Di kaki salibNya, Maria melihat sendiri apa yang nampaknya seperti pengingkaran total apa yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel saat memberikan Kabar Gembira, “Ia akan menjadi besar …. Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:22-23). Nyatanya, di hadapan mata Bunda Maria, yang terlihat adalah penderitaan Putera-nya yang tak terlukiskan, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan ….ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia …” (lih. Yes 53:3-5). Betapa besarnya ketaatan iman yang ditunjukkan oleh Bunda Maria di kaki salib itu, di hadapan Allah! “Betapa totalnya ia memasrahkan dirinya kepada Tuhan tanpa syarat, mempersembahkan segala kehendak dan pemahamannya kepada Tuhan yang “tak terselami jalan- jalan-Nya” (Rom 11:33)… Ini mungkin adalah yang disebut sebagai “pengosongan diri yang paling dalam” yang pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia.” [8]
Para ibu yang pernah menyaksikan anaknya meninggal dunia di depan matanya sendiri akan lebih dapat memahami perasaan Bunda Maria. Apalagi dalam hal ini, Yesus wafat dengan cara yang sangat memilukan hati: Ia disiksa sampai mati, dan kepada-Nya difitnahkan segala yang jahat, walaupun sesungguhnya Ia tidak bersalah. Di kaki salib Yesus tergenapilah nubuat nabi Simeon kepada Bunda Maria, “dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri….”(Luk 2:35) Di kaki salib itu Bunda Maria membuktikan persatuannya dengan Kristus, melalui keteguhan iman yang sama ketika ia menerima Kabar Gembira, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu, ya Tuhan.” (lih. Luk 1: 38).
Mari kita memeriksa ke dalam diri kita masing- masing, seberapa jauh kita mempunyai iman yang sedemikian? Di saat berbagai masalah datang, dan sepertinya ‘gelap’ yang ada di hadapan kita, apakah kita masih dapat teguh beriman kepada Tuhan? Sesungguhnya, kita perlu belajar dari Bunda Maria untuk tetap dapat mengatakan kepada Tuhan, “Terjadilah kehendak-Mu,” dengan kepasrahan yang penuh; sebab kita percaya bahwa rancangan Tuhan jauh lebih tinggi dari rancangan kita (lih. Yes 55:8-9).
Sebab bukankah hal ini yang tergenapi pula di dalam diri Bunda Maria, bahwa karena ketaatan imannya, dan kesetiaannya kepada Tuhan, Maria juga melihat buah karya Allah selanjutnya. Kristus bangkit dari kematian (lih. Mat 28: 1-10; Mrk 16:1-8; Luk 24:1-12, Yoh 20:1-10), menampakkan diri-Nya dan menyatakan bahwa Dia sungguh hidup (Mrk 16:9-18; Luk 24:13-49, Yoh 20:11-29, 21:1-19, Kis 1:3) dan akhirnya, Kristus naik ke surga dengan mulia (lih. Luk 24:50-52; Kis 1:9-11). Selanjutnya, Bunda Maria turut berkumpul bersama- sama dengan para murid untuk bersama- sama sehati sejiwa menantikan Roh Kudus (lih. Kis 1:13-14), dan saat janji itu digenapi (Kis 2:1-4). Bunda Maria hadir pada hari Pentakosta, yaitu saat lahirnya Gereja dinyatakan, yang ditandai dengan datangnya Roh Kudus yang dijanjikan Kristus. Roh Kudus itulah yang secara ajaib mengubah para murid menjadi manusia baru di dalam Kristus. Mereka yang dulunya takut menjadi berani; yang dulunya kurang percaya menjadi teguh beriman.
Di tengah- tengah karya Allah membentuk para murid Kristus untuk menjadi semakin beriman, Maria tetap menjadi teladan iman, karena ia terus setia dan bertumbuh dalam penghayatannya akan rencana Tuhan sampai akhir. Atas jasa Kristus, dan karena persatuannya yang sempurna dengan Kristus untuk melawan setan sampai akhir hidupnya, maka Maria memperoleh hasil akhir dari kemenangan yang total atas dosa dan maut, yang selalu disebutkan dalam surat- surat Rasul Paulus (lih. Rom 5- 6; 1 Kor 15:21-26, 54-57). Karena itu, sebagaimana kebangkitan Kristus yang mulia menjadi bukti kemenangan ini, maka permusuhan Kristus [dalam kesatuan dengan Bunda Maria] dengan setan mencapai akhirnya dengan dimuliakannya juga Maria Bunda-Nya dalam tubuh kebangkitannya, seperti Tubuh kebangkitan Kristus. Maka, tergenapilah ajaran Rasul Paulus, “Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan…” (1 Kor 15:54)….[9] “Dengan demikian, Bunda Maria…. sebagai pendukung Penyelamat yang telah mencapai kemenangan atas dosa dan segala akibatnya, akhirnya memperoleh juga puncak yang tertinggi dari kehormatan yang diterimanya, bahwa ia dibebaskan dari kerusakan tubuh dalam kubur dan sehingga, seperti Puteranya, yang telah mengatasi maut, ia [Maria] dapat diangkat tubuh dan jiwanya kepada kemuliaan surga, di mana sebagai Ratu, ia duduk di dalam kemuliaan di sisi kanan Puteranya, Sang Raja segala zaman (1 Tim 1:17).[10]
Dalam kesatuannya dengan Kristus jugalah, maka Bunda Maria tidak berpangku tangan di surga, tetapi terus mendukung Kristus yang masih terus melaksanakan karya keselamatan-Nya di dunia ini, dengan doa- doa syafaatnya[11]. Pengaruh Bunda Maria dalam karya keselamatan ini tentu terjadi bukan karena kuasa dirinya sendiri, tetapi karena kehendak Allah dan kebaikan-Nya. Peran pengantaraan Bunda Maria ini tidak menyaingi pengantaraan Kristus apalagi meniadakannya, melainkan mendukungnya. Konsili Vatikan II merumuskannya dengan indah, demikian:
“Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi. Pengaruh tersebut mengalir dari kelimpahan pahala Kristus, bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya.Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya.” (Lumen Gentium 60)“Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pulasatu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber. Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah Kristus seperti itu. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium 62)
Jika Tuhan pernah bersabda, “doa orang yang benar sangat besar kuasanya” (Yak 5:16), bukankah akan sangat teramat besar kuasa doa Bunda Maria, yang telah dibenarkan Tuhan Yesus, dan terlebih lagi, karena ia adalah Bunda-Nya sendiri yang telah dikuduskan Allah? Itulah sebabnya Gereja Katolik menganjurkan kita umat beriman untuk memohon dukungan doa Bunda Maria, sebab hal itu baik untuk pertumbuhan iman kita, dan akan lebih erat lagi mempersatukan kita dengan Kristus.
Dengan demikian, nyatalah bahwa Maria telah masuk dalam rencana keselamatan Allah, sejak awal mula. Saat kejatuhan Adam dan Hawa, keberadaan Maria dan Kristus Puteranya telah dinubuatkan Allah; dan ini digenapi saat Maria menerima Kabar Gembira Malaikat. Selanjutnya, Bunda Maria selalu hadir dan bersatu dengan Kristus selama Ia hidup di dunia, saat sengsara, wafat, kebangkitan sampai kenaikan-Nya ke surga. Oleh kesetiaannya beriman sampai akhir, Bunda Maria diangkat ke surga, tubuh dan jiwanya dan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan kepada mereka yang percaya dan mengasihi Dia (lih. Why 2:10; Yak 1:12). Maka ajaran bahwa Bunda Maria diangkat ke surga dan dimahkotai di surga, bukan semata- mata merupakan penghormatan kepada Bunda Maria saja, tetapi merupakan ajaran tentang pengharapan akan penggenapan janji Kristus kepada semua orang yang percaya kepada-Nya, di mana Maria telah mengambil tempat yang terdepan, sebab ia telah terlebih dahulu menunjukkan teladan imannya yang sempurna di hadapan Allah.
St. Ambrosius mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah teladan Gereja dalam hal iman, kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus[12]. Dalam misteri Gereja, Bunda Maria disebut sebagai perawan dan ibu, dan kedua hal ini juga yang harus diteladani oleh Gereja. Keperawanan dan kekudusan Maria mendorong Gereja untuk terus berpegang pada iman yang murni, yang tidak dipengaruh oleh ajaran si ‘ular tua’/ setan yang dapat dinyatakan dalam banyak cara. Selanjutnya, teladan Maria sebagai ibu, juga wajib mendorong Gereja untuk meniru perbuatan kasihnya dalam memberikan dirinya untuk mewujudkan rencana Allah, yaitu untuk melahirkan Kristus di hati umat beriman. Teladan iman Bunda Maria dalam hal iman yang murni, pengharapan yang teguh dan kasih yang tulus inilah yang seharusnya terus terpatri dalam hati kita, agar bersama Bunda Maria, akhirnya kita dapat menerima juga penggenapan janji Tuhan kepada setiap orang yang percaya.
CATATAN KAKI:
- lih.Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium 53 [↩]
- St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24 [↩]
- Lihat Lumen Gentium 56, S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.” [↩]
- John R Willis, S.J. ed., The Teachings of the Church Fathers, Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 356 [↩]
- John 2:4, RSV Bible, “O Woman, what have you to do with me? My hour has not yet come.” Diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia, “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.” [↩]
- John 19:26-27, RSV Bible, “When Jesus saw his mother, and the disciple whom he loved standing near, he said to his mother,”Woman, behold, your son!” Then he said to the disciple, “Behold, your mother!” diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-muridNya: “Inilah ibumu!” [↩]
- Rev 12:1-2 RSV Bible, “Then God’s temple in heaven was opened, and the ark of his covenant was seen within his temple…. And a great portent appeared in heaven, a woman clothed with the sun, with the moon under her feet, and on her head a crown of twelve stars…. Terjemahannya: Maka terbukalah Bait Suci Allah yang di sorga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu …. Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuanberselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. [↩]
- Paus Yohanes Paulus II, Redemptoris Mater 18 [↩]
- lih. Paus Pius XII, Konstitusi Apostolik, Munificentissimus Deus, 39 [↩]
- Paus Pius XII, Munificentissimus Deus, 40, lihat juga definisi dari dogma Maria diangkat ke surga yang disebutkan oleh dokumen yang sama, alinea 44: “…. dengan kuasa dari Tuhan kita Yesus Kristus, dan dari Rasul Petrus dan Paulus yang terberkati, dan oleh kuasa kami sendiri, kami mengumumkan, menyatakan dan menentukan hal ini sebagai dogma yang diwahyukan Tuhan: bahwa Bunda Tuhan yang tidak bernoda, Maria yang tetap Perawan, setelah menyelesaikan tugas nya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi.” [↩]
- lih. Lumen Gentium 62 [↩]
- lih. Lumen Gentium, 63 [↩]
- Origen, Commentary on John I,4, 23, PG 14, 32 [↩]
- St. Ephrem, Hymn 3 on the Birth of the Lord, v.5., ed. Lamy, II, pp 464 f [↩]
- St. Augustine, De sancta virginitate, 6 (PL 40, 399) [↩]
- Paus Pius X, Ad diem illum Laetissimum [↩]
- Luther Works, (Weimar edition), 29:655:26-656:7 [↩]
- Luther Works, (Weimar edition), 11:224:8 [↩]
Source : katolisistas.org Renungan Iman
إرسال تعليق