Protes penggunaan kata "Alllah" bagi non-Muslim |
KUALA LUMPUR - Otoritas Islam Malaysia menggrebek kelompok Kristiani dan menyita lebih dari 300 Kitab Injil karena menggunakan kata Allah. Sontak, penyitaan ini menimbulkan kecaman dari banyak pihak.
Otoritas di Selangor menyita sekira 16 kotak berisi lebih dari 300 kitab suci umat Kristen. Penyitaan itu dilakukan terhadap kelompok the Bible Society of Malaysia. Pejabat Bible Society mengatakan, selain menyita Injil, aparat juga sempat menangkap dua anggota komunitas mereka. Bible Society menyatakan keberatannya atas tindakan represif otoritas Malaysia tersebut.
"Saya dengan beberapa rekan juga ditangkap atas dasar melanggar aturan hukum yang melarang penggunaan kata 'Allah' bagi non-Muslim," ujar Ketua Kelompok the Bible Society of Malaysia Lee Min Choon, seperti dikutip The Star, Jumat (3/1/2014).
Namun Lee menambahkan dirinya dibebaskan tidak lama setelah penahanan. Tetapi Lee bersama dengan anggota kelompoknya harus melakukan wajib lapor.
Sebagian besar dari Injil tersebut diimpor dari Indonesia. Beberapa dari kitab suci tersebut turut menggunakan bahasa Iban, yang merupakan bahasa etnis pedalaman di Malaysia.
"Kami sudah menggunakan Injil itu secara kelompok ini dibangun pada 1985 dan bahkan jauh sebelum itu," tutur Lee.
Sementara Pejabat Departemen Religi Islam Malaysia tidak bersedia mengomentari penyitaan ini. Sedangkan Dewan Gereja Malaysia mengetahui penyitaan tersebut dan meminta pemerintah melindungi hak kebebasan beragama.
Komentator di beberapa negara yang menerapkan syariat Islam lebih ketat dibanding Malaysia mengecam keputusan tersebut dengan alasan kata Allah telah digunakan oleh agama yang berbeda selama berabad-abad. Warga Kristen di Malaysia bagian timur, Sabah dan Sarawak telah menggunakan kata itu dari generasi ke generasi seperti warga Kristen di Timur Tengah.
Reza Aslan, seorang teolog Muslim terkemuka di AS menyebut keputusan itu merupakan keputusan politik dan membuat Malaysia menjadi bahan tertawaan internasional. "Ini memalukan... itu tidak layak untuk sebuah negara besar seperti Malaysia," katanya dilansir Al-Arabiya, Kamis (24/10).
Menurut Reza, putusan pengadilan berdampak negatif bagi negara yang menjadi model bagi umat Islam di seluruh dunia tersebut. Reza mencatat bahwa kata Allah secara harfiah berarti Tuhan dan dengan demikian tidak dapat dianggap sebagai nama.
"Ini hampir menjadi pikiran menghujat untuk menganggap Tuhan memiliki nama," ujarnya.
"Allah" berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti sebagai "Tuhan". Kata "Allah" juga sering digunakan dalam bahasa Melayu untuk menyebut Tuhan semesta alam. Akan tetapi pemerintah Malaysia mengecilkan peran Allah dari Tuhan semesta alam menjadi Tuhan bagi kaum Muslim saja.
Penyitaan ini terkait dengan pelarangan penggunaan kata "Allah" dalam setiap publikasi selain untuk Islam. Keputusan yang ditetapkan oleh pengadilan pada Oktober 2013 lalu, didukung oleh kelompok konservatif Islam tetapi dinilai sebagai pelanggaran atas kebebasan beragama.
Setelah putusan itu keluar Perdana Menteri Malaysia Najib Razak berupaya keras untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung kalangan konservatif Islam. Najib Razak mencari dukungan pada mayoritas Islam etnis Melayu dan mengamankan dukungan untuk pemilihan nasional Mei mendatang.
Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim mengatakan dalam opini pekan ini bahwa isu "Allah" sangat tidak masuk akal dan mengecam keras kebijakan Najib Razak.
إرسال تعليق