Latest News

Showing posts with label Pojok Katekese. Show all posts
Showing posts with label Pojok Katekese. Show all posts

Monday, September 16, 2013

Mengapa : Doa Syukur Agung yang Paling Agung ?

Doa Syukur yang Paling Agung

Mengapa : Doa Syukur Agung yang  Paling Agung  ?

Kapan pun dan di mana pun kita dapat bersyukur. Namun, hanya dalam Perayaan Ekaristi kita dapat melambungkan Doa Syukur yang paling tinggi nilainya, doa yang paling agung. Wajarlah jika berdasarkan pemahaman itu, dalam teks Misa berbahasa Indonesia digunakan istilah ”Doa Syukur Agung” (DSA). Suatu terjemahan luwes karena dalam bahasa Latin hanya diungkapkan dengan Prex Eucharistica (Doa Ekaristis).

Doa ini dianggap agung karena melalui DSA secara transubstansiatif terjadilah perubahan roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus. Doa sakramental yang ditujukan kepada Allah Bapa ini amat suci, karena dilakukan oleh Yesus, dengan kata-kata, tindakan, dan materi simbolis yang dipilihNya
sendiri.

Dari Yesus kepada Bapa
Jantung DSA adalah kata-kata yang diucapkan Yesus pada waktu Perjamuan Malam terakhir. Sumber biblis teks itu adalah Injil Sinoptik. Inilah yang disebut Kisah Institusi, cerita tentang penetapan Ekaristi. Titik pusaran DSA ini diapit unsur-unsur lain.

Beberapa unsur dalam satu rangkaian DSA menjadi ciri keistimewaan doa ini. DSA sudah mulai sejak dialog yang diikuti Prefasi dan ditutup Aklamasi Kudus. Masih terdapat beberapa unsur penting lain yang mengikuti, yakni Epiklesis, Kisah Institusi dengan konsekrasi, Aklamasi Anamnesis, Persembahan, Permohonan, dan Doksologi Penutup dengan Aklamasi Amin (PUMR 79).

Imam, selaku pribadi Kristus, membawakannya sebagai doa dalam bentuk kisah yang disampaikan kepada Allah Bapa, bukan untuk umat yang hadir.
Maka, kurang tepatlah jika imam memperlakukan DSA dengan gaya seperti sedang bercerita kepada umat. Berkontak wajah dengan umat sebagai bentuk
dialog horisontal, percakapan antarsesama. Bahkan dengan mendramatisasi setiap kata, memecahkan hosti atau seolah mengedarkan piala. Bukan begitu.
Ini adalah komunikasi vertikal antara Yesus, bersama Gereja, dengan Allah Bapa.

Sebagai Gereja yang mengucap syukur, kita bercerita kepada Allah bukan karena Ia tidak tahu atau lupa. Namun, karena kita mau meyakinkan dan menyenangkan Allah bahwa kita selalu mengenangkan kisah agung tentang PutraNya dalam Perjamuan Malam Terakhir.

Beberapa norma

Agar doa yang paling agung ini tetap bermartabat luhur, Gereja pun mengawalnya dengan aturan ketat untuk pemakaiannya. Yang boleh dipakai hanya DSA yang telah disahkan oleh Takhta Apostolik, dan sesuai dengan cara serta persyaratan yang ditentukan olehnya. Paus Yohanes Paulus II secara
keras mengingatkan: ”Tidak ada toleransi terhadap imam-imam yang merasa berhak menyusun DSAnya sendiri.” Di tengah banyaknya penyelewengan
yang terjadi, umat boleh terus berharap agar dapat menyaksikan keteladanan para gembalanya yang setia menjunjung norma dan mengupayakan keagungan
DSA ini demi keutuhan dan kebersamaan sebagai Gereja semesta.

Tidak diperkenankan juga mengubah teks yang telah disahkan itu, atau memperkenalkan teks lain karya pribadi tertentu (RS 51). Termasuk di sini
larangan menyisipkan doa atau lagu pada saat Tubuh dan Darah Kristus diangkat, ditunjukkan kepada umat. Ketika DSA dilambungkan oleh imam, “tidak boleh dibawakan doa lain atau nyanyian, juga tidak boleh dimainkan alat musik” (PUMR 32).

Doa ini dilakukan oleh imam selebran. Hanya imam yang diperkenankan membawakan DSA, diakon dan awam tidak (KHK, kan 907). Kebiasaan melibatkan umat bergantian dengan imam atau bersama-sama membacakan DSA adalah kesalahan besar (RS 52).

Partisipasi aktif umat tidak diabaikan. Sebenarnya umat selalu terlibat aktif dan tidak perlu pasif, karena dengan berdiam diri dan mengikuti apa yang terjadi di altar, umat memadukan diri dengan imam selebran dalam iman dan doa batin. Umat pun menggabungkan diri dalam DSA dengan menjawab dialog dan menyerukan aklamasiaklamasinya. Setiap peraya tetap melakoni perannya.

Christophorus H. Suryanugraha OSC - See more at: http://www.hidupkatolik.com/2012/09/03/doa-syukur-yang-paling-agung#sthash.BSzu7QGY.dpuf

Source : hidupkatolik.com

Mengaku Dosa lewat Teknologi Informatika, bolehkah ?



Mengaku Dosa lewat Teknologi Informatika, bolehkah ?


Membaca Romo Koko pada HIDUP No 10, 6 Maret 2011, saya bertanya apakah memang Gereja sudah mengizinkan pengakuan dosa melalui internet, email atau bahkan melalui telpon? Bukankah adanya kamera memungkinkan komunikasi yang lebih riil untuk pengakuan dosa? Mengapa akhir-akhir ini banyak dibicarakan pengakuan dosa melalui internet? Mohon penjelasan.

Verawati Girsang, 0818375xxx

Pertama, Gereja Katolik tetap tidak mengizinkan pengakuan dosa melalui teknologi informatika, baik itu iPhone, iPad, iPod, email atau telpon. Adanya kamera juga tidak mengubah peraturan ini. Sakramen Pengakuan Dosa atau Rekonsiliasi boleh diberikan hanya melalui perjumpaan langsung antarpribadi.

Gereja memandang bahwa untuk pemberian Sakramen Rekonsiliasi perlu ada perjumpaan pribadi denganTuhan. Perjumpaan pribadi yang demikian ini, tidak bisa diwakili oleh peralatan teknologi informatika manapun. Perjumpaan pribadi ini haruslah tetap melalui pertemuan langsung secara pribadi dengan imam. Paus Benediktus XVI mengatakan: ”Sangat penting selalu diingat, bahwa kontak virtual tidak bisa dan tidak seharusnya menjadi pengganti dari kontak manusiawi langsung dengan orang-orang pada semua tingkatan masyarakat kita.”

Katekismus kita mengajarkan: ”Pengakuan dosa secara lengkap dan pengampunan perorangan, tetap merupakan jalan biasa satu-satunya untuk pendamaian umat beriman dengan Allah dan dengan Gereja, kecuali pengakuan dosa semacam itu tidak mungkin atau secara fisik atau secara moral” (OP31).

Untuk itu, ada alasan-alasan kuat. Kristus bertindak dalam setiap sakramen. Ia mendekati secara pribadi setiap pendosa: ”Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni” (Mrk 2:5). Ia adalah Dokter yang berpaling kepada setiap orang sakit secara tersendiri, yang membutuhkan-Nya, supaya menyembuhkannya. Ia membangunkan semua orang sakit dan menggabungkan mereka lagi ke dalam persekutuan persaudaraan. Dengan demikian, pengakuan pribadi adalah bentuk perdamaian yang paling nyata untuk perdamaian dengan Allah dan Gereja” (KGK 1484).

Penekanan pada aspek pribadi yang utuh juga dinyatakan dalam Hukum Gereja: ”Pengakuan pribadi dan utuh serta absolusi merupakan cara biasa satu-satunya, dengannya orang beriman yang sadar akan dosa beratnya diperdamaikan kembali dengan Allah dan Gereja; hanya ketidakmungkinan fisik atau moril saja membebaskannya dari pengakuan semacam itu, dalam hal itu rekonsiliasi dapat diperoleh juga dengan cara-cara lain” (KHK Kan 960).

Kedua, pembicaraan gencar tentang pengakuan dosa melalui internet dipicu oleh peluncuran sebuah program aplikasi oleh Apple yang bernama ”Confession: A Roman Catholic App.” Program ini dikembangkan oleh Patrick Leinen. Program ini adalah alat bantu untuk melalukan pemeriksaan batin sebelum melakukan pengakuan dosa, dan juga menjelaskan tentang tata cara melakukan Sakramen Pengakuan Dosa itu. Maka, program ini bisa sangat membantu seseorang untuk memperoleh pengampunan dosa, yaitu sebagai persiapannya yang rinci. Bagaimanapun, program ini hanyalah alat bantu. Alat bantu ini tidak bisa menggantikan pengakuan lisan melalui perjumpaan pribadi. 

Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM - HidupKatolik.com


( Kiriman dari Rm Inno Ngutra Via FB )

Recent Post